28.2 C
Jakarta

Narasi Mematikan dan Selingkung Pendanaan Terorisme di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuNarasi Mematikan dan Selingkung Pendanaan Terorisme di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Penulis: Dr. Noor Huda Ismail, Tim Riset: Arif Budi Setyawan, Eka Setiawan, Sylvia Laksmi, Lies Marcoes Natshir, Kota Terbit: Jakarta, Penerbit: Kreasi Prasasti Perdamaian, Tahun Terbit: 2023, Peresensi: Fathiatul Jannah.

Harakatuna.com – Dinamika terorisme di Indonesia tidak bisa dilepas dari berbagai faktor yang memungkinkan kelompok ataupun para pelaku teror terus eksis. Pada beberapa fase dan insiden, mereka berkamuflase hingga terlihat samar di antara masyarakat. Cukup susah membedakan gerakan mereka dengan gerakan yang lain, terkecuali salah satunya ketika mereka melakukan aksi kekerasan.

Salah satu pendukung kelompok teror di Indonesia terus eksis adalah pendanaan. Dua kelompok besar gerakan terorisme di Indonesia: Jamaah Islamiyah (JI) yang akhirnya kembali muncul dengan Neo-JI, dan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS sampai hari ini belum bisa benar-benar ditumpas habis.

Lewat berbagai cara, mereka mengumpulkan pendanaan teror bahkan hingga miliaran rupiah jumlahnya. Para pelakunya seringkali “membajak” hadist ataupun ayat Alquran sebagai sebuah legitimasi. Rasa iba dari masyarakat hingga narasi kewajiban berinfak kerap juga dibajak untuk para kelompok itu mendapatkan pendanaan rutin dari jamaah hingga simpatisannya.

Buku ini mengupas bagaimana seluk-beluk pendanaan teror yang terjadi di Indonesia. Sang penerbit sendiri, Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP), untuk diketahui, adalah social entrepreneur dengan misi memperkuat peran negara dalam mendorong perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Karenanya, KPP membangun dan mempromosikan narasi-narasi positif dengan menggunakan media film, podcast, website, aplikasi digital, dan buku.

Melalui kegiatan riset dan pelatihan, KPP memperkuat peran aparat pemerintah daerah, praktisi, tokoh agama, bahkan entrepreneur komersial, untuk bersama ambil peran mendorong transformasi sosial melalui pemahaman dan pemanfaatan narasi-narasi positif. KPP menggandeng credible voices, para eks-teroris yang telah insaf dalam membuka ruang dialog dan menyebarkan narasi perdamaian.

Lalu, apa yang menarik dari buku ini? Narasi, rupanya, sangat berperan dalam pemahaman tentang sesuatu untuk mudah dipahami, termasuk pada isu terorisme. KPP kemudian telah merampungkan penelitian tentang peran narasi dalam pendanaan terorisme (terrorism financing) dan menerbitkannya dalam bentuk buku dengan judul Narasi Mematikan ini.

“Cerita dan narasi itu sesuatu yang berbeda. Cerita adalah jalinan kisah masa lalu, sedangkan narasi adalah tafsir baru yang diberikan oleh yang memakai narasi untuk kemudian mereka menjustifikasi aksinya,” ujar Noor Huda Ismail, sang penulis buku, dalam peluncuran buku di Universitas Paramadina, beberapa waktu lalu.

Noor Huda mengaku telah menghimpun data dan berbincang mendalam dengan para narasumber atau credible voice yang merupakan narapidana terorisme yang terlibat dalam pendanaan kegiatan teror.

Dalam latar belakang membuat penelitian hingga dicetak menjadi sebuah buku, Huda menjelaskan, dalam Resolusi 2462 (2019), Dewan Keamanan PBB menyatakan keprihatinan atas aliran dana yang besar kepada kelompok teroris.

BACA JUGA  Menyegarkan Keberislaman Kita untuk Menjawab Tantangan Zaman

PBB merasa perlu untuk menekan segala bentuk pendanaan terorisme. Langkah itu menjadi penting bagi kerja sama antarnegara dan peningkatan koordinasi antara sektor publik dan swasta dalam memerangi terorisme.

Di Indonesia, The Basel Anti-Money Laundering Index 2022 menempatkan Indonesia di urutan ke 62 dari 128 negara dengan skor 5.19/10 dengan kategori ‘medium’ dalam risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. Meskipun tidak tergolong high-risk country, tidak berarti ancaman pendanaan terorisme dapat dianggap hal kecil.

“Ada faktor penyebab pendanaan terorisme semakin kompleks, misalnya peningkatan dalam penggunaan teknologi internet (online fundraising) dan penyebarluasan narasi yang mendorong masyarakat berderma untuk mendanai kegiatan terorisme,” kata Huda.

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai komunitas yang murah hati. Sehingga, hal itu mudah dimanfaatkan oleh jaringan teroris dengan menyebarluaskan narasi yang mendorong masyarakat memberikan dana sumbangan, tetapi dengan tujuan akhir mendanai kegiatan terorisme.

Kondisi itu terlihat dari laporan dari PPATK tahun 2022, yang mengatakan, perkembangan modus pendanaan terorisme terkini di Indonesia bersumber dari sponsor pribadi dan pemanfaatan organisasi masyarakat. “Sebagai bagian dari masyarakat sipil dan swasta, KPP menaruh perhatian kepada persoalan narasi yang dikembangkan oleh kelompok jaringan teroris untuk mendukung pendanaan terorisme,” kata Noor Huda.

Dalam buku Narasi Mematikan, Noor Huda menguliti pendanaan teroris di Indonesia, termasuk pengalaman dari mantan narapidana yang mengurus soal aliran dana para teroris. Dalam buku tersebut, dijelaskan peran narasi dalam konteks terorisme, radikalisme, dan PCVE nyata adanya, khususnya di pendanaan terorisme.

“Buku ini juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya narasi-narasi yang digunakan oleh kelompok teror serta mempertemukan para stakeholder terkait, masyarakat, dan credible voices serta mendapat masukan untuk kampanye kontra-narasi dan narasi alternatif untuk penanganan terorisme dan radikalisme di Indonesia,” kata Noor Huda.

Sementara itu, Chair in Global Islamic Politics Deakin University, Greg Barton menilai, buku yang diluncurkan tersebut sangat penting untuk dibaca berbagai pihak di Indonesia guna mewaspadai narasi-narasi yang tumbuh. Menurut dia, buku itu bukan hanya penelitian akademik semata, namun juga penelitian yang sangat transformatif.

“Ini adalah ikhtiar Huda untuk mengembalikan dan menyelamatkan hidup yang kesasar. Pendekatannya cukup sederhana dan ini sesuatu yang tak rumit dan berbau sangat praktis, yaitu narasi itu sendiri,” kata Greg dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, Lektor Kepala, Fakultas Psikologi dan Wakil Kepala Laboratorium Psikologi Politik, Universitas Indonesia Mirra Noor Milla menilai, buku ini dapat dilihat dari perspektif satu orang. Bagaimana narasi induk berbalut agama, terutama dengan Al-Qur’an, hadis dan juga penggalan sejarah Islam, itu sangat memengaruhi pilihan sikap.

“Narasi berguna untuk mengartikulasikan sense of reality di sekitar cerita bersama yang memberi makna dan kepastian. Tentang bagaimana harus bertindak dan tentang bagaimana agar dapat diterima,” kata Mirra sebagai penanggap.

Fathiatul Jannah
Fathiatul Jannah
Mahasiswi Fakultas Falsafah & Peradaban Universitas Paramadina Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru