Harakatuna.com. Banten – Mesin-mesin politik bergerak untuk mendulang suara di Pemilu 2024. Berbagai strategi digunakan untuk menjadi pemenang. Para elite diingatkan tidak memakai politik identitas yang dapat menimbulkan friksi dalam kehidupan sosial masyarakat.
“Hal seperti ini (politik identitas) harus dicegah secara dini agar proses demokrasi berjalan lancar, aman, dan damai,” ujar Sekretaris MUI Kota Serang, Amas Tadjuddin dalam keterangannya, Minggu (12/2).
Amas mengungkapkan, politik SARA dapat memicu situasi masyarakat menjadi panas dan mudah terbakar, terlebih dibumbui ujaran kebencian sehingga menimbulkan gangguan kerukunan dan bisa berakhir pecah konflik terbuka.
“Produksi hoaks dan fitnah meningkat, bahkan dalil ayat-ayat suci (kitab suci) tersebar dimanipulasi guna mencekoki dan membodohi umat sejagat. Yang penting menang,” imbuhnya.
Berkaca pada Pemilu 2019, menurutnya, kontestasi politik tidak sedikit diwarnai dengan nuansa permusuhan. Jika dipandang perlu, bagi pihak yang dianggap tidak sepaham dan beda pilihan dengan kelompoknya segera dilayangkan tuduhan.
“Inilah inti persoalan (berbalut nafsu) golongan manusia dalam jagat politik jelang pemilu,” ungkap Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Banten ini.
Oleh karena itu, Amas menjelaskan, perlunya peran aktif dan kearifan semua tokoh untuk melakukan deteksi dini dan pencegah dini sebelum Indonesia menjadi panas.
“Penegakan hukum yang dilakukan aparat Kepolisian, aparat penegak hukum lainya, serta KPU-Bawaslu adalah bagian dari upaya serius mewujudkan Indonesia rukun dan menjaga pemilu 2024 berkualitas,” jelasnya.
Selain itu, Amas juga berharap cita-cita dan harapan seluruh warga bangsa, agar terwujud pemilu berkualitas, jujur dan adil, jauh dari provokasi serta menghasilkan para pemimpin yang amanah.
“Kita harus menjadi yang terdepan cegah dini politik SARA. Mewujudkan Indonesia damai serta melahirkan para pemimpin berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945,” tandasnya.