30 C
Jakarta

Modal Pemahaman Jihad Bagi Generasi Alfa Melalui Cerdas Bermedia

Artikel Trending

KhazanahModal Pemahaman Jihad Bagi Generasi Alfa Melalui Cerdas Bermedia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Keberadaan dan kecanggihan gadget seolah sudah menyatu pada keseharian manusia saat ini. Bahkan, ketika bepergian sebagian orang mengatakan, “Lebih baik ketinggalan dompet dari pada Smartphone”, hal ini membuktikan bahwa gadget menjadi seperti roh dan jasad yang masih hidup; tak dapat dipisahkan. Terutama masalah Jihad yang kian menyasar generasi Alfa.

Memang, bisa dikatakan smartphone saat ini hampir memenuhi seluruh kebutuhan kita, mulai dari sekadar untuk komunikasi, transaksi, bahkan di saat kondisi yang sekarang kita alami, yakni tuntutan Physical Distancing, smartphone mayoritas dijadikan sebagai media pembelajaran bagi pelajar atau mahasiswa.

Smartphone bukan hanya diartikan sebagai Telepon Pintar saja, lebih tepatnya Telepon Pintar dan penggunanya juga harus pintar. Karena jika disalahgunakan, bukan manfaat yang akan timbul, melainkan madharat yang mungkin bisa menjadi awal penyebab perpecahan bangsa. Masih ingat bukan tatkala Pilgub DKI dan Pilpres belum lama ini? Banyak berita yang antah barantah bertebaran di sepanjang lalu lintas medsos, semua berawal dari kekurangcerdasan pengguna smartphonenya.

Pesatnya perkembangan teknologi memang harus kita syukuri, namun di sisi lain harus diwaspadai. Terutama bagi keluarga yang sudah mempunyai buah hati. Kenapa harus berhati-hati? Coba tengok saja di sekitar keluarga kita, ponakan atau sanak keluarga kita yang masih kecil, mereka sudah pandai mengoperasikan gadget bukan?. Jika tanpa pengawasan, bisa saja konten yang diakses adalah konten yang negatif, atau bahkan konten yang berbau radikalisme. Lengah sedikit saja, mereka bakal terpapar virus radikalisme sejak dini. Dan itu lebih sulit menyembuhkannya dibanding orang yang mengenal radikalisme baru-baru ini.

Media dan Masa Depan Generasi Alfa

Sejauh ini, istilah generasi milenial lebih sering digaungkan ketimbang generasi alfa. Menurut Mark McCrindle, analis sosial-cum-demograf dari grup peneliti McCrindle, Generasi Alfa adalah Generasi yang lahir di antara tahun 2010 – 2024. Dengan demikian, jika sekarang telah memasuki tahun 2020, berarti mereka sekitar berumur 11 tahun atau kebawahnya. Bahasa sederhananya, mereka lahir di tengah perkembangan teknologi yang cukup pesat.

Salah satu ciri-ciri generasi Alfa ialah ia lahir dengan kondisi perkembangan teknologi yang pesat, telah ketergantungan dengan gadget misalnya. Dan pemandangan seperti ini telah mudah kita temui. Lagi-lagi, tak usah jauh, lihat saja di sekeliling keluarga kita, ambil misal ponakan kita yang masih sekitar usia 5-10 tahun, mereka telah akrab dengan teknologi.

Kemajuan teknologi secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan mereka, mulai dari gaya belajar, sampai dengan gaya bergaulnya. Memang, generasi Alfa ini lebih unggul dari pada generasi sebelumnya. Namun, seperti yang saya katakana di awal, lengah sedikit saja orang tua terhadap anaknya, gadget tersebut bisa saja menggencat pola pikirnya terbawa oleh pemahaman radikal yang akan menjadi dasar pemikirannya.

Kekhawatiran penulis bukan tanpa data, menilik sebuah buku riset yang dikeluarkan oleh IMCC terbitan Tangerang tahun 2018, di sana tercatat seperti yang ditulis oleh Robi Sugara, bahwasannya alasan para deportan/returni ISIS ingin bergabung dengan kelompok berbahaya itu adalah karena dipengaruhi media, khususnya media sosial. Hal inilah yang diungkapkan oleh Nursadhrina. Alasan dia datang ke Suriah lantaran tertarik dengan narasi hijrah dan khilafah Islam di Suriah yang disebarkan di media sosial.

Nur mengetakan, dirinya sering membaca di situs web yang menyampaikan perintah bahwa umat Muslim wajib berhijrah. Perintah hijrah tersebut adalah menuju bumi Syam yang diberkahi. Selain itu, iming-iming akan mendapatkan kehidupan yang terjamin seperti pada masa khilafah yang dulu dijalani Rasulullah juga menjadi penyebab dirinya dan keluarga memutuskan hijrah ke Suriah. Bisa kita simpulkan, terdapat dua kesalahan pemahaman, yakni pemahaman hijrah dan jihad.

Tentu saja, jika sejak dini telah diterapkan cerdas bermedia dan cerdas memahami makna jihad, harapannya tak akan ada lagi aksi teror, terlebih di bangsa yang kita cintai ini. Karena jika kita telisik, ada beberpa pelaku teror ini dari kalangan remaja.

Bukan tanpa fakta, beberapa pelaku teror merupakan orang-orang yang galau, mereka sedang mencari jati diri melalui Agama, namun lewat pintu yang kurang tepat. Yang ia dapat tentu pemahaman Islam yang radikal dan penuh kekerasan. Untuk saat ini cara yang dianggap tepat yakni pemahaman cerdas bermedia, karena mereka mencari referensi yang instan melalui jalur internet yang tak bersanad. Jika generasi alfa terselamatkan dari pemikiran radikal, maka besar harapan ketika remaja ia tak menjadi pelaku teror.

Makna Jihad

Bagi kaum radikal, Jihad hanya dimaknai seputar perang saja, identik dengan membunuh, kekerasan, senjata, darah, dan beberapa pandangan negatif lainnya. Pemahaman semacam ini tentu akan mengakibatkan pandangan yang sempit, terutama bagi kalangan generasi Alfa. Tentu bukan lah hal yang baik jika penerapkan pengertian yang sadis kepada anak-anak. Padahal, Jihad tak melulu berputar pada pengertian tersebut.

Jika definisi Jihad hanya bergelut di kekerasan saja, apakah berarti al-Qur’an mengajarkan kekerasan?. Tentunya tidak!.

Menurut Nadhirsyah Hosen dalam bukunya yang berjudul Tafsir al-Qur’an di Medsos mengatakan, berdasarkan hasil survei oleh Tom Anderson, pembunuhan dan penghancuran ternyata lebih banyak diungkap oleh Perjanjian Lama (5,3%) ketimbang Perjanjian Baru (2,8%). Sebagai perbandingan, ayat-ayat yang berbicara tentang pembunuhan dan penghancuran di dalam al-Qur’an hanya berisi 2,1%, lebih rendah dari kitab suci pegangan Yahudi dan Nasrani.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Titik Tolak Kontra-Propaganda Khilafah

Yang paling mengejutkan adalah term “pengampunan” di dalam al-Qur’an sebanyak 6,3%. Ini lebih banyak ketimbang Perjanjian Baru (2,9%) dan Perjanjian Lama (0,7%). Tuhan dalam Alqur’an lebih banyak mengampuni dari pada menghukum. Terlihat jelas bukan? Bahwa al-Qur’an selalu mengajarkan perdamaian.

al-Qur’an yang merupakan pedoman umat Muslim sesuai dan selaras sifat kejadian dan kodrat manusia. Singkat kata, fitrah manusia adalah perdamaian. Cinta akan membawa manusia ke dalam fitrah kasih dan damai. Maka dari itu, Islam ada dalam titik fitrah cinta ini.

Karena menurut Ibn Taimiyah, fitrah bukan lah potensi pasif, melainkan merupakan kecenderungan aktif yang terus-menerus mendorong seseorang untuk beriman dan melakukan kebaikan.

Sementara itu, Syekh Ahmad ath-Thayyib berpendapat mengenai makna Jihad dengan lebih seksi. Ia mengatakan bahwa Jihad adalah sebuah pohon yang dahannya berisikan dialog, ajakan secara bijaksana dan nasihat yang baik guna menyampaikan hakikat Islam yang benar kepada akal budi.

Ia menegaskan, Jihad yang selama ini diartikan sebagai perang adalah cabang dari Jihad dakwah, layaknya ranting dari dahan.

Artinya, definisi Jihad menurut Syekh Ahmad ath-Thayyib dapat diperjelas oleh pandangan Ibnu al-Qayyim, bahwa terdapat empat cakupan makna Jihad, yakni Jihad melawan hawa nafsu, Jihad melawan setan, Jihad melawan orang-orang kafir, dan yang terakhir Jihad melawan orang-orang munafiq. Hal ini pun sama ditegaskan oleh Ar-Raghib al-Asfahaniy.

Berbeda dari M. Quraish Shihab yang lebih menyoroti makna Jihad dari segi bahasa, ia berpendapat bahwa kata Jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih/sukar”. Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa Jihad berasal dari kata juhd yang berarti “kemampuan”. Hal ini dikarenakan Jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan.

Jika mengacu pada kemajuan zaman dan kondisi di Indonesia, Jihad dengan kekerasan tentu sangat bertentangan dengan hukum yang ada. Penulis mencoba memodifikasi makna Jihad pada dewasa ini, yakni:

Pertama, berpendapat bahwa Jihad adalah usaha menyampaikan wajah Islam yang penuh cinta. Dalam keseharian kita ketika membaca Alqur’an, setiap awal surahnya tentu diawali dengan kalimat Bismillahirrahmannirrahim, menunjukkan bahwa ajaran Islam yang tercermin dalam Alqur’an selalu mengedepankan kasih dan sayang.

Kedua, Jihad adalah upaya memerangi sisi negatif dalam diri masing-masing. Bahwa Jihad salah satunya mencakup memerangi hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang kerap menjadi awal dari beberapa sisi negatif kita.

Ketiga, Segala upaya untuk mencari ridha Allah adalah Jihad. Inilah yang paling penting diterapkan bagi generasi kedepan, jika pengertian Jihad bagi kaum ekstemis yang selalu bersemangat ketika membahasnya dirubah menjadi pemahaman demikian, maka kemungkinan besar kedamaian akan selalu dapat kita rasakan. Terlebih jika semangat mencari ridha Allah tersebut berupa semangat belajar, bisa jadi pendidikan atau prestasi anak bangsa mempunyai daya saing yang tinggi.

Media Pengganti, Bukan Anak Tiri

Lalu bagaimana cara menerapkan pemahaman Jihad kepada generasi Alfa? Singkatnya, penulis menjawab bahwa berhubung generasi Alfa ini sudah akrab dengan kemajuan teknologi, maka manfaatkan pula teknologi tersebut. Maksudnya ialah gunakan game di smartphone yang memiliki esensi tentang gotong-royong, toleransi, dan tentunya perdamaian. Dengan terus mendampingi dan terus sisipi pemahaman Jihad yang ramah, sesusai konteks zaman.

Meskipun telah akrab dengan gawai, bukan berarti selamanya gennerasi alfa ini terus-terusan menenteng gadget. Bisa saja sewaktu-waktu orang tua singkirkan dulu perangkat teknologi dan menggantinya dengan dongeng misalnya, sampaikan dengan bahasa yang menghibur dan tidak membosankan. Karena bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan anak, juga bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan orang lain.

Cara yang terakhir mungkin sangat berkesan bagi penulis, yakni menggunakan media Board Game for Peace. Sebuah papan permainan mirip dengan permainan monopoli. Inti dari permainan ini adalah semangat gotong royong dan toleransi. Tidak ada musuh tidak ada lawan dalam permainan ini, semua pemain adalah pemenang. Ini sangat efektif menanamkan makna toleransi jika diterapkan dalam kehidupan generasi Alfa.

Jihad

Pembahasan Jihad tak pernah terlepas akan pentingnya pemahaman moderasi, toleransi, dan kebhinekaan. Penulis mendefinisikan moderasi yakni dengan “Bersikap adil sejak dini”, inilah yang harus segera diterapkan kepada generasi sekarang, bahwasannya beragama itu selain menjalankan perintah dan menjauhi larangannya juga tak elok jika kita mudah menyalahkan pihak yang tidak sepaham dengan kita. Ajarkan lah kepada generasi sekarang bahwa perbedaan itu nyata dan tidak pernah mengkudeta. Dengan demikian, tentu harapan besar yang terdapat di pundak generasi sekarang tentang perdamaian akan segera terealisasikan di masa mendatang, tak mudah gaduh seperti seperti tempo lalu.

Terakhir, ajarkan juga bahwa mereka generasi Alfa lahir karena perbedaan yang disatukan. Pun dengan bangsa kita, ia lahir karena perjuangan beberapa perbedaan ras, suku, dan agama. Namun dapat disatukan oleh cita-cita bersama. Sadarkan kepada mereka bahwa perbedaan selalu ada di sekitar kita, jangan pernah membenci akan adanya perbedaan. Karena jika demikian, kita tak akan pernah dapat hidup dengan tentram. Dan yang terpenting bahwasannya Jihad sekarang bukanlah dengan eksekusi, melainkan dengan prestasi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru