30.2 C
Jakarta

Meredam Modus Gerakan Terorisme di Instansi Pemerintah

Artikel Trending

KhazanahOpiniMeredam Modus Gerakan Terorisme di Instansi Pemerintah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Peristiwa penangkapan salah satu karayawan PT. KAI sebagai tersangka teroris mengindikasikan bahwa masih terdapat topeng hitam terorisme yang menyusup diam-diam di instansi pemerintah yaitu di BUMN.

Pasca-tragedi itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkomitmen mengambil langkah serius, terpadu dan berkelanjutan untuk menangani penyintas terorisme melalui sejumlah program yaitu silaturrahmi penyintas (Forsitas) dan silaturahmi kebangsaan.

Pada momentum Hari Internasional untuk Peringatan dan Penghormatan Bagi Korban Terorisme Tahun 2023 kemarin, Sekretaris Utama BNPT, Bangbang Surono menjelaskan bahwa Forsitas merupakan program silaturahmi dan solidaritas antar-penyintas terorisme. Sementara silaturahmi kebangsaan merupakan program pertemuan mantan narapidana terorisme dengan penyintas untuk membangun rekonsiliasi dan budaya saling memaafkan.

Bagi penyintas atau korban terorisme memang sangatlah berat untuk bisa memaafkan pelaku terorisme yang telah merugikan korban secara materiel. Namun ketika kita berusaha meletakkan egoisme dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mantan narapidana terorisme juga berhak melakukan upaya perbaikan diri. Artinya, kita harus menghilangkan segala pandangan negatif terhadap mantan narapida terorisme.

Mengenal Skenario Gerakan Terorisme

Dalam skenario gerakan, efektivitas tindakan memiliki berbagai variasi yang simbolis. Secara strategis, bom bunuh diri atau penjualan senjata api dapat mengahancurkan target serangan yang secara simbolis sebagai tanda keberadaan gerakan teroris. Di sisi lain, Dukungan perkembangan dan kemajuan teknologi membuat potensi jejaring dan jangkauan gerakan terorisme semakin berkembang dan menjadi ancaman internasional  (Wuryandri, 2014).

Terorisme bukan merupakan isu baru di dunia internasional. Perkembangan terorisme dan jaringannya tidak dilepaskan dari dinamika politik luar negeri. Terorisme bukan juga sebuah paham, melainkan sebuah gerakan. Ruang gerak terorisme begitu kompleks, bisa saja di sosial masyarakat, ranah institusi pendidikan, dan bisa juga di instansi pemerintah.

Quinney (1977) membagi macam kejahatan ke dalam dua bentuk. Pertama, Crime of Domination or Repression yang secara metodologis dilakukan oleh kapitalis atau kelas penguasa dan antek-anteknya. Kedua, Crimes of Accomodation atau Crimes of Resistance/Rebellion yang dilakukan oleh kelas pekerja atau kelas bawah yang merupakan kejahatan dalam rangka untuk bertahan hidup.

Dalam kasus menjual senjata api yang dilakukan oleh karyawan PT. KAI di atas, merupakan kejahatan dalam rangka bertahan hidup yang masuk dalam kategori bentuk kedua. Jual beli senjata api ilegal bukan hanya masalah pelanggaran hukum yang masuk dalam delik pidana, jauh dari itu yang lebih berbahaya ialah pihak yang menyediakan senjata api yang pastinya terafiliasi dengan kelompok terorisme.

BACA JUGA  Metode Ilmiah Ibnu Al-Haytsam untuk Menangkal Hoaks, Bisakah?

Skema Pendanaan Sebagai Penghubung Jaringan Terorisme

Tidak dapat dipungkiri, keuangan merupakan hal yang tepenting bagi individu maupun organisasi untuk bertahan hidup, tidak terkecuali kelompok teroris. Terdapat berbagai macam sumber pendanaan yang digunakan dengan metode legal dan ilegal. Bahkan organisasi amal kerap kali dijadikan jurus ampuh oleh kelompok terorisme sebagai kedok untuk mempermudah mobilisasi dana.

Umumnya, penggalangan dana yang dilakukan oleh kelompok teroris biasanya dilakukan secara legal dan ilegal yang dalam hal ini Raphaeli (2016) membagi menjadi tujuh macam. Pertama, zakat, merupakan salah satu cara  pendanaan yang dilakukan oleh kelompok terorisme yang sasarannya adalah orang-orang yang gampang dipengaruhi untuk menyumbangkan dana  dengan alasan kepentingan sosial yang bermanfaat.

Kedua, Hawala, merupkan sistem pengiriman uang dari satu pihak ke pihak yang lain dengan cara informal. Ketiga, pemalsuan rekening atas nama organisasi Islam atau individu untuk mempermudah mobilisasi pencairan dana. Keempat, penggunaan saluran dana secara diplomatik. Kelima, bisnis legal maupun illegal. Keenam, aktivitas kriminal. Ketujuh, melakukan pendanaan secara tunai.

Sebagai contoh, kasus Triad sebagai salah satu organisasi kejahatan transnasional yang bergerak di bidang perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan senjata, manusia dan berbagai kejahatan lainnya.

Dalam upaya melancarkan gerakannya, jalur distribusi yang digunakan ialah dengan cara perdagangan senjata serta perdagangan manusia yang dimiliki oleh Triad. Besarnya mobilisasi Triad di dunia disebabkan diaspora Tiongkok memberikan kemudahan dalam pendistribusian narkotika dan senjata.

Kasus jual beli senjata api yang dilakukan oleh inisial DE, karyawan PT.KAI hampir mempunyai kesamaan dengan gerakan yang dilakukan oleh Triad. Bedanya, Indonesia melarang pendistribusian senjata api ilegal untuk mencegah bangkitnya terorisme di tanah air. Fenomena jual beli senjata api secara ilegal harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya agar tidak terjadi lagi aksi terorisme di tanah air ini.

Taufiqullah Hasbul
Taufiqullah Hasbul
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Peneliti di Akademi Hukum Politik (AHP). Pegiat isu perdamaian dunia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru