27.4 C
Jakarta
Array

Menjaga Alam, Menghidupi Manusia

Artikel Trending

Menjaga Alam, Menghidupi Manusia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Jika tiba waktunya hari kiamat, sementara di tanganmu masih ada biji kurma, maka tanamlah segera. ” (Hadis)

Banjir, longsor, dan kerusakan lingkungan hidup di negeri ini hampir selalu terjadi setiap tahun. Di samping mungkin karena faktor perubahan iklim, juga akibat ulah manusia negeri ini sendiri. Kasus perusakan lingkungan banyak kita jumpai di mana-mana. Ada illegal logging, pencemaran limbah pabrik, perusakan terumbu karang, dan lain-lain. Perusakan lingkungan seperti itu sudah dan akan menelan korban manusia dan harta benda, baik langsung maupun tidak langsung, cepat maupun lambat.

Menurut Islam, manusia adalah ciptaan Tuhan paling baik dan paling istimawa. Tuhan memberinya penghormatan dan mengunggulkannya atas ciptaan-Nya yang lain. Al-Quran menyatakan hal ini dengan jelas: Sungguh Kami telah muliakan anal-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami betul-betul unggulkan mereka atas kebanyakan Ciptaan Kami (QS Al-lsra [17]: 70). Oleh karena itu, manusia mendapat kepercayaan (amanat) sebagai wakilNya (khalifah) di muka bumi. Sebagai khalifah, Tuhan memberinya kebebasan untuk mengelola alam yang sudah dirancang dengan segenap potensi dan ketersediaan bahan-bahan yang diperlukan bagi kehidupan sampai hari kiamat. Pada sisi lain, kebebasan tersebut selalu berarti sebuah tanggung jawab. Atas dasar ini, manusia juga bertanggung jawab terhadap kehidupan nabati dan hewani. Tegasnya, manusia memiliki tugas dan tanggung jawab kosmis.

Dalam sejumlah ayat Al-Quran, Allah menyatakan bahwa seluruh alam semesta adalah milik-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 284). Ini adalah prinsip ekonomi Islam. Manusia diberi izin tinggal di dalamnya untuk sementara waktu dalam rangka memenuhi tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan Allah (QS Al-Ahqaf [46]: 3). Dengan begitu, alam bukanlah miliki hakiki manusia. Kepemilikan manusia hanyalah amanat, titipan, atau pinjaman yang pada saatnya harus dikembalikan dalam keadaan seperti semula. Bahkan, manusia yang baik justru akan mengembalikan titipan tersebut dalam keadaan yang lebih baik daripada ketika menerimanya. Nabi Muhammad mengatakan, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam mengembalikan utangnya.” Titipan yang dikembalikan seseorang tersebut akan didistribusikan kembali kepada generasi sesudahnya sampai saat berakhirnya usia alam semesta (hari kiamat).

Alam diciptakan dalam keadaan sempurna dan dibuat dengan ukuran-ukuran yang tepat dan sesuai dengan karakternya masing-masing. Segala sesuatu (di alam semesta ini) Kami ciptakan serba-berukuran (QS Al-Qamar [ 54]: 49). Tujuan ini memungkinkan manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan bersama. Keteraturan alam, kebaikan, dan kebertujuan alam merupakan pandangan lslam tentang alam.

Jika manusia diberi hak atau izin memanfaatkan alam bagi kebaikan dirinya, maka manusia diperintahkan untuk bertindak sesuai dengan aturan-aturan moral kemanusiaan. Inilah sebabnya pencurian, penipuan, pemerasan, monopoli, penumpukan kekayaan, egoisme, dan ketidakpekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain tidak layak dilakukan oleh manusia karena semua itu merupakan tindakan yang cepat atau lambat akan merugikan mereka sendiri. Al-Quran menegaskan:

Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Ai-Qashash [28]: 77)

Di sinilah kita dapat mengatakan bahwa bertindak bebas adalah bertindak etis, bertindak berdasarkan nilai-nilai moral luhur. Etika paling sentral yang ingin ditegakkan Islam adalah kemaslahatan dan kesejahteraan sosial serta kerahmatan semesta. Hujjah al Islam “argumentator Islam” Imam a_i-Ghazali, menyebutkan dalam bukunya yang terkenal AI Mustashfa min ilm al Ushul bahwa tujuan agama adalah perlindungan terhadap lima hal (al Kulliyyat al Khams): keyakinan (hifzh al din), jiwa (hifzh al nafs), akal pikiran (hifzh al ‘aql), reproduksi  (hifzh al nasl), dan hak milik (hifzh al mal).

Kini, kita mungkin perlu menambahkan satu bentuk perlindungan lain, yaitu (hifzh al bii-ah / perlindungan terhadap lingkungan). Prinsip ini sangat penting karena tidak mungkin manusia dapat hidup tanpa adanya perlindungan terhadap lingkungan alam yang menghidupinya. Manusia dan alam sesungguhnya memiliki hubungan simbiosis mutualisme, yakni hubungan saling membutuhkan dan saling tergantung.

Ahmad Royani

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru