29.2 C
Jakarta

Menjadi Seorang Nasionalis, Apakah Termasuk Fanatisme Terlarang?

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenjadi Seorang Nasionalis, Apakah Termasuk Fanatisme Terlarang?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Theodore Lothrop Stoddard seorang sejarawan, jurnalis dan ilmuwan politik Amerika Serikat, dalam pandangannya terkait nasionalisme,  mendefiniskannnya sebagai berikut: Nationalism is belief, held by a fairly large number of individuals, that they constitute a nationality,” (nasionalisme adalah satu keyakinan yang dimiliki bersama oleh sejumlah besar individu, bahwa mereka merupakan satu kebangsaan, nationality). Pengertian bangsa bisa digambarkan dengan adanya masyarakat yang tergabung dalam suatu pemerintahan dan berada di daerah tertentu.

Sikap nasionalisme bisa juga diartikan sebagai hubungan resiprokal dengan tumbuhnya rasa cinta terhadap bangsa, negara serta tanah air. Kecintaan ini disusul dengan sikap untuk terus menguatkan kesatuan dan persatuan agar hubungan yang terjalin dalam diri bangsa (di tengah perbedaan) tidak tercerai berai.

Namun, makna semacam ini membuat dilema ketika saya dihadapkan dengan seorang aktivis khilafah, penerima beasiswa, ditanya soal, “Mengapa kamu keukeuh berjuang untuk mendirikan negara Islam sedangkan kamu adalah penerima beasiswa dari negara. Bukankah itu sama halnya dengan berkhianat terhadap negara ya?,” tanyaku denga nagak jengkel dalam sebuah pesan. Kami terlibat perdebatan cukup panjang dengan pertanyaan yang saya lontarkan cukup asertif. Sebab dalam setiap story whatsapp yang dibagikan, selalu memuat tentang berita khilafah, selayaknya brand ambassador.

Namun, jawaban dari pertanyaan tersebut membuat saya tidak berkutik. Sebab ia mengatakan bahwa, “Makan uang negara adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan negara. Makanya saya terus memperjuangkan negara Islam sebagai upaya untuk menyelamatkan negara. Bukankah ini adalah sesuatu yang mulia? Aku sedang melakukan upaya bela negara dan ini sikap nasionalisme yang saya punya,” tulisnya dengan kalimat yang tegas.

Pada kalimat di atas, saya dibuat termenung, “kok bisa ya nasionalisme ada kaitannya dengan upaya mendirikan negara Islam.” Pemahaman tentang cinta kepada tanah air dan bangsa, selalu mengarah kepada makna yang sangat kompleks. Upaya untuk mendirikan negara Islam, seperti perjuangan aktivis khilafah, bukanlah bagian dari nasionalisme. Sebab mereka sudah keluar dari upaya untuk mempersatukan dan memperkuat bangsa Indonesia, justru sebaliknya.

Apakah upaya membela negara sejalan dengan menyelamatkan negara dari kekafiran, sehingga narasi tersebut yang keluar dari aktivis khilafah? Ada logika berpikir yang keliru terhadap pemaknaan ‘menyelamatkan negara dari kekafiran’. Nasionalisme merupakan sikap cinta terhadap tanah air dan bangsa. Mendirikan negara Islam versi aktivis khilafah, tidak bisa disebut sebagai upaya membela negara. Sebab mereka memiliki asas untuk memisahkan negara dengan identitas yang dilahirkan. Ada Pancasila yang sudah dirumuskan oleh para pahlawan untuk menjadikan bangsa Indonesia.

BACA JUGA  Perubahan Tanpa Khilafah, Kenapa Tidak?

Selain itu, upaya mendirikan negara Islam merupakan upaya pemaksaan kepada negara dan bangsa, yang dilakukan oleh para aktivis khilafah.  Mengapa? Sebab di balik dari tujuan mendirikan negara Islam, propaganda, pembelokan sejarah, narasi yang negatif untuk menciderai citra diri bangsa Indonesia terus dilakukan. Berdasarkan argumen ini, masihkah kita menganggap bahwa mendirikan negara Islam merupakan wujud nasionalisme?

Nasionalisme dan Fanatisme

Narasi di atas hanya sebagian kecil propaganda yang dilakukan oleh para aktivis khilafah. Membelokkan makna untuk melakukan pembenaran agar diterima oleh publik. Selain itu, masih banyak narasi yang dilontarkan oleh para aktivis khilafah untuk mendapatkan afirmasi positif dari upaya yang dilakukan. Perdebatan soal ini cukup panjang, dan tidak akan berhenti. Sebab kehadiran mereka, meskipun secara organisasi sudah dimatikan, namun ideologi dan gerakannya tetap hidup.

Pembahasan nasionalisme, terkadang dihadapkan dengan fanatisme. Jika fanatisme diartikan sebagai sikap berlebihan ketika tertarik dengan sesuatu, bukankah nasionalisme merupakan bagian dari fanatisme karena mengandung arti yang sama yakni mencintai, menjunjung tinggi, dll. Bukankah fanatisme di larang oleh agama?

Berkenaan dengan ini, Prof. Quraish Shihab, dalam tulisannya menjelaskan bahwa, kecintaan terhadap tanah air tidak dilarang, apalagi ketika dikaitkan dengan fanatisme.

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Muhammas Saw: “Apakah termasuk fanatisme (yang terlarang) bila seseorang mencintai kaumnya?” Nabi Saw. menjawab, “Tidak! Fanatisme yang terlarang adalah seseorang yang membantu kaumnya /bangsanya atas kezaliman (HR. Ahmad, Ibnu Majah and ath-Thabarany).

Argumen di atas adalah bentuk penegasan bahwa, nasionalisme yang diwujudkan dengan sikap memperjuangkan negara Indonesia, bahkan berupaya untuk membumihanguskan para perusak bangsa, seperti menolak para pejuang negara Islam, bukanlah bentuk fanatisme yang terlarang. Sebab upaya tersebut adalah  bentuk kebaikan dan menyelamatkan negara serta bangsa. Indonesia tidak butuh khilafah. Indonesia butuh orang-orang yang bersatu untuk menguatkan identitas kebangsaan dan bersatu menjadi bangsa yang mandiri dan berdikari. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru