28.3 C
Jakarta

Mengantisipasi Politik Keagamaan di Tengah Masyarakat Indonesia

Artikel Trending

EditorialMengantisipasi Politik Keagamaan di Tengah Masyarakat Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, berpesan kepada masyarakat Indonesia agar jangan sampai bermain dan menjadi korban politik identitas atau politisasi agama. Pasalnya, politik identitas berbahaya karena dapat menimbulkan perpecahan dan friksi di masyarakat.

Tidak hanya Presiden Joko Widodo, sejumlah Menteri seperti Menko Polhukam Mahfud MD juga mewanti-wanti agar masyarakat tidak terjebak dengan politik identitas/politisasi agama yang saling menjatuhkan, menjelekkan, dan membasmi pihak lain (detik/1/3/2023).

Bahkan untuk isu politik identitas atau politisasi agama, Dewan Pers pun turut menyemarakkannya dengan mengeluarkan pedoman pemberitaan isu keberagaman sebagai bentuk pencegahan menguatnya politik identitas di media massa jelang Pemilu 2024 (Antaranews, 18-1-2023).

Himbauan tersebut menjadi penting dilaksanakan di tengah keran demokrasi, isu politik identitas dan media sosial begitu sangat semarak, canggih dan terbuka. Timbulnya politik identitas akan menghancurkan integritas umat yang telah lama dibangun oleh para founding fathers bangsa Indonesia.

Sekadar untuk diingat, politik identitas bisa lewat rasisme, bio-feminisme, environmentalisme (politik isu lingkungan), perselisihan etnis, dan politisasi agama atau politik perbedaan.

Politisasi agama di Indonesia yang sebagian kelompok perjuangkan ingin menjadikan Islam sebagai ideologi utama dalam menyebarkan gagasannya. Sehingga dalam menyebarkan gagasannya itu menimbulkan pertentangan antara agama di satu sisi dengan negara pada sisi lain. Dalam lanskap historis Indonesia, ini sudah terjadi pada akhir 1990-an (masa Orde Baru) hingga pada Pilkada Jakarta 2017.

BACA JUGA  Deteksi Teroris Menjelang Pemilu 2024

Salah satu tanda dan efek samping dari politisasi agama ini makin suburnya perpecahan dan tumbuhnya berbagai gerakan sosial-Islam, termasuk kelompok konservatif Islam, yang pada akhirnya menjadi fenomena tumbuhnya paham dan gerakan radikalisme, serta konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia.

Hal demikian terjelaskan bila melihat realitas yang terjadi di kota-kota kecil seperti Solo, Sukoharjo, Sukabumi, dan lain sebagainya. Gerakan radikal tumbuh pesat di kalangan umat Islam Indonesia akibat pemahaman agama dan politisisasi agama.

Kelompok ini bahu membahu mengelola keamanan, membantu perbaikan dengan seakan-akan menawarkan layanan-layanan sosial, keagamaan, pendidikan, dan bercita-cita untuk menjadi makmur bersama di atas paham kegamaan radikal dan payung sistem syariat Islam.

Mereka mendaratkan semua cita-cita ini lewat kajian di dalam masjid, baik masjid untuk kalangan masyarakat umum maupun masjid kampus. Masjid-masjid ini dipolitisasi sedemikian rupa untuk kepentingan politik praktis dan menjadikannya sebagai alat menyebarkan berbagai hoaks, agitasi, fitnah, kampanye, dan propaganda hitam untuk menjatuhkan lawan politik (meskipun sesama Muslim) dan memecah-belah masyarakat dan umat Islam.

Oleh karena itu, di tengah tahun politik yang kian dramatis ini, sudah sebaiknya pemerintah memberikan warning kepada masyarakat Indonesia untuk tidak terlibat di dalam aksi radikalisme, terorisme, dan politik identitas dan politisasi keagamaan ini. Karena, jika tidak dimitigasi sejak dini, maka keadaan sosial dan keagamaan masyarakat akan brutal dan bahkan membahayakan.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru