Harakatuna.com – Hari Lahir Pancasila diperingati pada 1 Juni, sedangkan tanggal 1 Oktober adalah peringatan sebagai hari kesaktian Pancasila. Sebenarnya apa peran Pancasila hingga ditetapkan sebuah hari sebagai hari kesaktian Pancasila. Sehari sebelum ditetapkannya sebagai hari kesaktian Pancasila, terdapat sebuah peristiwa pemberontakan yang menginginkan merubah ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Pada tanggal 30 September terjadi pemberontakan oleh PKI yang dikenal dengan G 30 S PKI. Di hari tersebut 6 jendral dibunuh dan beberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya pembalikan kekuasaan.
Namun kegigihan para pahlawan Nasional membuat usaha PKI untuk mengganti ideologi mengalami kegagalan. Dan peristiwa tersebut dikenal dengan Gerakan 30 September. Sehari setelah gerakan tersebut dilaksanakan ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Kata kesaktian bersumber dari kata sakti yang mendapat awalan ke- dan akhiran -an. Dalam KBBI sakti bermakna mampu (kuasa) berbuat sesuatu melampaui kodrat alam, memiliki kesaktian;bertuah, dan keramat.
Makna dari kesaktian Pancasila adalah sebuah sikap yang menegaskan bahwa Pancasila adalah ideologi paling tepat digunakan bagsa Indonesia dengan berbagai kultur dan budaya. Untuk senantiasa menyatukan perbedaan serta mewujudkan cita-cita Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 45 alinea kedua. Dalam sila ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” memiliki makna yang mendalam, bahwa meskipun Indonesia terbentuk dari berbagai latar belakang agama, kepercayaan, suku, dan adat istiadat yang berbeda. Ketika warganya memegang teguh sila ketiga ini maka Indonesia akan tetap bersatu dalam segala kondisi.
Pengamalan sila ketiga dalam Pancasila yang diterapkan para pahlawan pada masa itu adalah mereka mau dan rela berkorban demi keutuhan bangsanya, para pahlawan yang senantiasa mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa. Segalanya dipertaruhkan untuk mempertahankan NKRI. Hingga pada akhirnya para pahlawan menang melawan komunis yang memiliki niat mengganti ideologi bangsa ini. Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang menyatukan kemajemukan bangsa Indonesia.
Gempuran Terhadap Pancasila
Perdebatan pergantian ideologi bukan hanya digaungkan oleh para komunis pada zaman dahulu. Nyatanya hingga sekarang beberapa orang bahkan kelompok ingin menumbangkan Pancasila. Mereka adalah golongan yang meneriakan khilafah sebagai sistem pemerintaha yang pas diterapkan di Indonesia. Khilafah ialah sebuah sistem pemerintahan yang menerapkan Islam sebagai ideologinya, syariat sebagai dasar hukum, serta mengikuti kepemimpinan pemerintahan Rasul dan khulafaur Rasyidin.
Tidakkah para kaum radikal yang meneriakan khilafah itu sadar, bahwa bagsa Indonesia bukan hanya terdiri dari warga muslim. Indonesia terbentuk dari berbagai kultur dan nyatanya Indonesia menjadi negara yang aman dan damai dengan berbagai perbedaan yang hadir. Paham-paham yang dibawa para kaum radikal justru yang akan memecah belah. Bukan hanya memecah belah antar suku dan agama, namun antar agamanya sendiri.
Tindakan kaum radikal memiliki dampak pada perpecahan, hilangnya semangat kebhinekaan, serta pergeseran pada nilai-nilai Pancasila dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Maka dari itu pentingnya menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam rangka menangkal serangan radikalisme. Mendirikan sebuah negara khilafah tampaknya bukan solusi dari sebuah negara multikultural. Kedamaian rakyat Indonesia tidak boleh terusik dari oknum-oknum yang hendak menggempur Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pancasila sudah didesain sedemikian rupa, dengan melihat kondisi bangsa Indonesia.
Pengamalan Pancasila untuk Menangkal Radikalisme
Nilai luhur Pancasila sebagai nilai dasar negara harus senantiasa menjadi acuan demi mewujudkan dan mencapai cita-cita bangsa, mewarnai dan menjadi pegangan hidup warga negara dalam berbagnsa dan nernegara. Manusia yang hidup di bumi Indonesia harus bersatu, berdaulat, adil dan makmur supaya dapat mencegah perpecahan antar bagsa. (Nabella, 2017) Kesatuan dan persatuan itu harus tetap dijaga supaya rasa cinta kepada Pancasila dan Tanah Air tetap ada. Setiap warga negara harus senantiasa mengingat bahwa “hubbul wathan minal iman” yang bermakna cinta tanah air juga sebagian dari iman.
Mencintai tanah air berarti tidak boleh melukai orang-orang yang tinggal dan mukim di tanah air tersebut. Perbedaan yang ada bukan sebagai sarana untuk memecah belah, mengirim bom, membunuh, membantai atau beberapa hal kejam lainnya. Namun perbedaan itu harus menjadikan kita sebagai manusia yang bisa bertoleransi saling menghargai suku, bangsa dan agama. Pada dasarnya kita adalah satu, mendiami dan lahir di tempat yang sama yakni tanah air Indonesia.
Implementasi sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai makhluk yang bertuhan sudah seyogyanya kita memiliki rasa takut kepada pencipta kita. Ketika rasa itu terus tumbuh dalam setiap jiwa manusia, maka seseorang tidak akan semena-mena dan berbuat seenaknya sendiri. Pangkal dari takut terhadap Tuhan adalah akan berhati-hati dalam bertindak, tidak menyakiti orang lain menjadi insan yang beragama dengan penuh cinta kasih. Itu merupakan implementasi sila pertama dalam Pancasila. Ketika cinta kasih terhadap sesama tumbuh dalam setiap jiwa maka tidak akan lagi bom mengatasnamakan agama.
Sila kedua yaitu “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dalam sila kedua ini kita harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri, ia selalu bergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Menjadi insan yang bertuhan juga harus sepaket dengan menjadi insan yang memiliki akhlak mulia. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan sepakat untuk menghargai kemanusiaan atas segala kepentingan materiil. Tidak menganggu kelompok lain yang berbeda ras, suku dan agama juga merupakan pengamalan sila kedua untuk menangkal gerakan radikal.
Sila ketiga yakni “Persatuan Indonesia” Indonesia dapat merdeka dan berdiri hingga kini adalah karena para pahlawan dan bagsanya bersatu melawan penjajah. Persatuan dimaknai meskipun Indonesia terbentuk dari berbagai ras, suku bangsa, bahasa, dan agama. Namun memiliki cita yang sama. Mendiami tempat yang sama dan harus senantiasa menjunjung tinggi persatuan. Mengamalkan persatuan Indonesia dapat menjadi benteng radikalisme karena ketika hendak berseteru dengan orang yang tidak sepaham, kita akan ingat bahwa kita memiliki darah yang sama yakni tumpah darah Indonesia.
Sila keempat adalah “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” sila keempat ini ialah jati diri pemersatu bagsa. Dalam sila keempat ini setiap warga negara harus menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. Setiap persoalan harus dimusyawarahkan bukan hanya diperdebatkan. Setiap insan harus memiliki sikap bijak dalam pengambilan keputusan. Membela agama bukan dengan menyakiti orang lain, dengan mengamalkan sila keempat ini diharapkan para warga negara dapat menjadi pribadi yang tidak grasah-grusuh dalam pengambilan keputusan.
Sila kelima yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” menjadi insan yang memiliki prinsip menanamkan keadilan sosial bagi seluruh penghuni Indonesia akan menjadi benteng radikalisme. Termasuk salah satunya keadilan untuk tetap mempertahankan hidup seseorang meskipun kita anggap berbeda. Bom bunuh diri bukan solusi dari perbedaan yang ada di Indonesia. Ketika membunuh sebuah kaum, apakah kita meletakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam jiwa kita?
Nilai Pancasila harus tertanam dan melekat pada jiwa kita, tanamkan pula pada jiwa anak-anak kita. Pentingnya penanaman nilai ini adalah wujud untuk membentengi Indonesia dari berbagai gerakan radikal yang hendak memecah belah bangsa, menggantikan ideologi Pancasila dan memporak-porandakan negeri tercinta ini. Mari rapatkan barisan demi bumi pertiwi, jaga keutuhan bagsa ini dengan tetap menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa.