34.8 C
Jakarta

Menanam Benih Toleransi, Membabat Habis Ekstremisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenanam Benih Toleransi, Membabat Habis Ekstremisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Indonesia merupakan negara yang memiliki enam agama yang diakui oleh pemerintah dan masyarakatnya, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Namun dengan banyaknya agama atau kepercayaan di Indonesia tentu Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. RISSC mencatat, jumlah populasi Muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada tahun 2023. Jumlah ini setara 86,7 % dari populasi nasional yang totalnya 277,53 juta jiwa.

Banyaknya populasi masyarakat Indonesia yang berkecenderungan dengan satu agama mengakibatkan terjadi penyimpangan, sehingga mengakibatkan intoleransi dalam beragama, banyak kalangan yang menyebutnya sebagai ekstremisme.

Membabat Ekstremisme

Ekstremisme dalam beragama adalah berlebih-lebihan dalam beragama, tepatnya menerapkan agama secara kaku dan keras, hingga terjadi intoleransi atau menjelekkan agama lain. Meskipun kita yakini Islam merupakan agama penyebar kedamaian di dunia, fenomena yang muncul akhir-akhir ini adalah sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa ada sebagian umat Islam tidak memahami nilai nilai moderat.

Mereka tidak mengakui apa itu pluralitas dan juga keberagaman , dan juga tentunya tidak mengharagi kemajemukan dalam keberagaman.

Saat ini, muncul aliran keras di beberapa negara yang mayoritas umat Islam sebagai penduduknya. Persoalan ini menjadi perhatian khusus di berbagai kalangan, sehingga menyebabkan terpecahnya masyarakat Islam saat ini menjadi dua.

Pertama, yaitu mengecam keras perbuatan mereka dan menciptakan kebencian terhadap Islam. Kedua, mereka yang paham akan toleransi dan secara objektif membedakan antara Islam yang mereka kenal sebagai ajaran yang membawa kedamaian. Ulah sebagian umat Islam ekstremis justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.

Fenomena ekstremisme dalam beragama ini banyak kita temui di masyarakat. Ini sesungguhnya bukanlah hal yang baru, namun sejak dahulu sudah banyak perilaku yang mencirikan ekstremisme. Seperti kecenderungan sikap berlebih-lebihan mengamalkan ajaran agama, kolot, keras dan kaku, dan sikap konservatif terhadap ajaran agama. 

Dunia Islam saat ini sedang menghadapi terpaan teror, yaitu kekerasan yang dilakukan secara terorganisir yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan yang menakutkan khalayak ramai pada suatu negara atau pada suatu kelompok tertentu.

Salah satu contohnya perilaku bom bunuh diri di salah satu gereja yang berada di Makassar, pada 2021 lalu. Selain itu penyerangan yang terjadi pada umat Kristen Jawi Wetan, Jombang, Jawa Timur, pada tahun yang sama. Ada juga serangan di Mabes Polri oleh perempuan pada tahun yang sama.

Semua itu mengakibatkan puluhan orang tak berdosa terluka, sehingga menyebabkan kekhawatiran dan penderitaan terhadap masyarakat ramai. Hampir setiap hari aksi teror semacam itu menghantui dan disuguhkan oleh media cetak dan elektronik.

Mereka yang beranggapan sebagai pribadi paling suci dan paling dekat dengan Tuhan justru mereka yang menodai Islam itu sendiri. Perkara pihak lain yang mati, binasa, mereka tidak peduli, dengan adanya perbuatan anarkis dari mereka. Inilah jenis golongan manusia yang berbuat dosa namun tidak merasa bahwa dirinya berbuat salah.

Mereka bahkan merasa berbuat baik, dan mengambil dalih dengan berdakwah, yang sama sekali tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab, berdakwah harus dilandasi dengan syariat Islam, dilandasi dengan Al-Qur’an dan sunah, serta mengikuti manhaj yang telah ditempuh ulama, yakni jauh dari sikap berlebihan (al-ghuluww atau al-tatharruf).

BACA JUGA  Memahami Makna Bughat dalam Konflik Separatisme Papua

Menanam Toleransi

Beberapa kejadian teror di negara ini menyoal satu hal: apakah sikap toleran di kalangan umat beragama di Indonesia masih ada? Ataukah kecenderungan beragama membuat mayoritas masyarakat di Indonesia tergiring dengan isu tersebut? Padahal sudah jelas dalam Al-Qur’an bahwa saling menghargai dalam beragama mesti dilakukan. Hal ini telah ditegaskan dalam surah al-Baqarah [2]: 256 yang menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam memasuki agama.

Sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah Swt., maka sungguh ia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus, yakni Islam.

Toleransi dalam Islam harus dijadikan landasan dan pijakan dalam beragama untuk menghadapi pluralisme. Dalam KBBI, toleransi diartikan sebagai sikap toleran, batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang dibolehkan, dan penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran.

Islam adalah agama yang toleran. Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam salah satu hadisnya yang artinya, agama yang paling dicintai di sisi Allah adalah al-hanafiyah dan al-samhah (HR. Bukhari). Maksudnya al-hanafiyah adalah lurus dan benar, sedangkan al-samhah artinya toleransi dan penuh kasih sayang. Islam pada hakikatnya agama yang berorientasi pada semangat mencari kebenaran secara toleran dan lapang dada.

Bagaimana masyarakat harus bersikap? Apakah masyarakat harus melawan para ekstremis dengan kekerasan atau mengusir para oknum tersebut? Tentu itu bukan cara yang benar. Islam adalah agama yang penuh kedamaian, maka ketika kita memerangi hal tersebut dengan kekerasan justru kita tergolong oknum tersebut.

Maka penting untuk menanamkan nilai-nilai toleransi pada masyarakat sejak dini dan perlu moderasi keberagamaan dalam masyarakat Indonesia. Membangun moderasi dalam beragama adalah salah satu kunci untuk menghindari munculnya tokoh atau pelaku kekerasan dalam beragama.

Moderasi yang merupakan antitesis sikap ekstrem kanan maupun kiri, adalah sikap yang ideal, dan bijak. Moderasi beragama diartikan sebagai sikap berimbang dalam mengimplementasikan ajaran agama, baik dalam internal sesama pemeluk agama ataupun eksternal antara pemeluk agama yang lainnya.

Moderasi beragama membawa keselamatan dan kedamaian dalam beragama dan membawa masyarakat yang memiliki rasa penuh kasih sayang antara sesamanya. Artinya ini menandakan bahwa moderasi merupakan jalan tengah menghindari kekerasan dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Selain itu penting untuk menanamkan toleransi kebangsaan untuk menjawab permasalahan ini. Indonesia merupakan negara yang menjadikan kesatuan dan persatuan sebagai bagian dari konstitusi. Indonesia memiliki keberagaman suku, ras, adat, dan agama, yang membuktikan pentingnya penanaman wawasan kebangsaan untuk masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu cara yang paling tepat dalam menghadapi ekstremisme ialah dengan melakukan penanaman Islam moderat dan juga wawasan kebangsaan kepada masyarakat Indonesia. Masyarakat harus diajari toleransi, juga dituntut untuk membabat habis ekstremisme.

Muh Faisal
Muh Faisal
Alumni Universitas Hasanudin Makassar

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru