28.1 C
Jakarta

Menakar Kebangkitan Populisme Islam di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenakar Kebangkitan Populisme Islam di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Populisme Islam politik yang paling menyita perhatian publik adalah peristiwa Pilkada DKI tahun 2017 silam, di mana terdapat Aksi Bela Islam berjilid-jilid. Kelompok-kelompok Islam menolak Basuki Tjahaja Purnama dengan latar belakangan sebagai seorang Kristen dan Tionghoa, menjabat sebagai seorang Gubernur DKI Jakarta dengan alasan sudah menistakan agama. Aksi Bela Islam menjadi fenomena yang cukup menggemparkan publik karena, suara kelompok masyarakat, seperti NU dan Muhammadiyah, tidak memberikan ketegasan sikap dalam menanggapi aksi yang mengatasnamakan Islam ini. Dalam tulisan ini, istilah populisme Islam digunakan untuk menggambarkan fenomena keagamaan yang bersinggungan dengan masalah politik. Penggunaan istilah ‘populisme Islam’ untuk menjelaskan fenomena politik sebagian kalangan umat Islam Indonesia merupakan ekstensi dari ‘populisme politik’.

Gejala populisme Islam semakin terlihat ketika Anies Baswedan dalam pidatonya sebagai Gubernur DKI menyebut saatnya kaum pribumi berkuasa mengambil alir kendali atas Jakarta.  Kelompok-kelompok Islam memandang Ahok sebagai elite yang bukan berasal dari pribumi, sehingga kehadiran Ahok sebagai sebuah pemimpin pemerintah adalah sebuah pertentangan. Padahal dalam konteks demokrasi, keberadaan Ahok adalah sebuah warna yang perlu untuk dirawat dalam menggambarkan kebhinekaan Indonesia.

Karena menggunakan identitas etnik dan agama sebagai senjata, populisme Islam berdampak terhadap perilaku diskriminasi kepada kelompok lain, karena memosisikan kelompok lain lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang berkuasa.

Vedi R. Hadiz dalam bukunya yang berjudul “Populisme Islam” mencoba mengulik fenomena yang terjadi di beberapa negara seperti: Indonesia, Mesir dan Turki. Di Indonesia, populisme bukanlah masalah yang baru karena sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Populisme yang berkembang di Indonesia lebih banyak adalah populisme Islam, di mana hal ini merupakan pergerakan dengan latar belakang (level pendidikan dan kemapanan sosial) beragam yang menjadi aliansi multikelas yang asimetris karena adanya persamaan dalam sentimen agama. Mereka mengidentifikasi diri sebagai ummt menggantikan konsep the people yang kontra dengan elite sebagai respon atas keadaan sosial yang bertentangan dengan konsep kapitalisme kontemporer.

Keberadaan populisme Islam juga mencoba untuk merebut rezim kekuasaan dengan landasan Islam, di mana kerapkali menyuarakan kegagalan rezim dalam bertanggung jawab terhadap masyarakat. Menguatnya populisme Islam menjadi ancaman kebangsaan karena negara akan dikuasai oleh kelompok yang Islam, yang jelas-jelas hal ini bertentangan dengan konsep demokrasi karena tidak bisa merangkul semua kelompok.

BACA JUGA  Menerapkan Sikap Toleran dalam Menghadapi Pemilu

Kebijakan Bersyariat: Kebangkitan Populisme Islam?

Sejauh ini, kebijakan-kebijakan publik yang eksklusif, di mana hanya mengakomodasi kepentingan Islam, mendiskriminasi non-Islam, telah dibuat di berbagai daerah. Pada kurun waktu 1999-2009, setidaknya ada 169 kebijakan publik di berbagai daerah, provinsi bahkan kita yang memiliki kebijakan publik bersyariah. Artinya, kebijakan yang seharusnya diperuntukkan kepada semua warga negara tersebut, hanya menyuarakan kepentingan umat Islam semata, tanpa melihat kelompok-kelompok lain yang juga merupakan bagian dari bangsa Indonesia.

Isu yang masih terus menjadi perbincangan, khususnya di kalangan perempuan adalah kebijakan wajib jilbab di sekolah negeri yang ternyata, meciptakan perundungan bagi siswa. Kewajiban jilbab di sekolah negeri ini sebenarnya, mendapatkan banyak pertentangan bahkan sampai keluar SKB 3 Menteri sebagai respon cepat pemerintah terhadap fenomena keagamaan yang terjadi masa kini. Namun, beberapa kelompok Muslim melihat penolakan terhadap kewajiban berjilbab adalah sebuah kebangkitan ajaran Barat yang anti terhadap Islam. Padahal, kewajibab berjilbab ini sebenarnya, banyak berdampak terhadap siswa karena mendapatkan perundungan, bully serta ancaman dari sekolah bagi siswa yang tidak berkenan untuk menggunakan jilbab.

Populisme Islam: Memiliki Ruang di Indonesia?

Tidak bisa dipungkiri bahwa, populisme Islam di Indonesia memiliki ruang yang cukup lebar dalam fenomena sosial keagamaan masyarakat di Indonesia. Akan tetapi, sejauh ini cukup banyak juga gerakan-gerakan yang menolak Indonesia bersyariat, ataupun penolakan terhadap kebijakan publik yang berlandaskan Islam karena tidak mengakomodir suara semua golongan.

Tidak hanya itu, di Indonesia masih memiliki kelompok-kelompok yang cukup besar dalam menyuarakan agama sebagai basis nilai gerakan.  Kekhawatiran atas kebangkitan populisme Islam di Indonesia ini bisa dijawab dengan keberadaan corak dan watak Isam yang berkembang di Indonesia. Dalam tatanan praksis, Islam yang berkembang di Indonesia, melalui organisasi keagamaan yang memiliki massa cukup banyak, bahkan mengakomodir suara umat Muslim di Indonesia, memiliki watak corak yang mempertahankan kekhasan keindonesiaan dengan mengedepankan persatuan, kesatuan sebagai bangsa yang majemuk. Islam hadir, berdiri di tengah-tengah keanekaragaman sehingga kemungkinan populisme Islam bangkit, adalah sesuatu yang tidak mungkin. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru