31.2 C
Jakarta

Melihat Aliansi Politik Arab Saudi dan Iran dalam Konflik di Suriah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahMelihat Aliansi Politik Arab Saudi dan Iran dalam Konflik di Suriah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Untuk mengukur kedekatan hubungan antar satu negara dengan negara yang lain dapat dilihat dari aliansi politiknya. Maka, disini penulis akan mencoba untuk membahas hubungan Arab Saudi dan Iran dengan Barat dalam konteks konflik yang terjadi di Suriah.

Aliansi Suriah-Iran-Rusia

Rusia, China dan Iran berada dalam satu gerbong mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Rusia memiliki kepentingan mengamankan pangkalan angkatan laut. Satu-satunya pangkalan angkatan Laut Rusia di laut tengah hanya ada di Suriah yaitu Pelabuhan Tartus. Sejak berdiri Uni Soviet 1970-an Suriah selalu mendapatkan bantuan perlengkapan militer pada masa pemerintahan Hafes al-Assad.

Berlanjut masa Bashar al-Assad, persahabatan Rusia-Suriah semakin erat, dalam pertemuan Vladmir Putin dan Bashar al-Assad sepakat bekerjasama di bidang minyak dan gas. Keduanya bersepakat dan menandatangani kontrak untuk pembangunan kompleks petrokimia.

Sejak peristiwa Revolusi Rakyat Suriah 2012, Rusia tidak ingin Bashar turun dari tahtanya, seperti pemimpin di Tunisia, Mesir dan Libya. Maka pada 17 Agustus 2011, Rusia mengirim senjata ke Suriah meskipun mendapat protes keras dari pihak internasional. Sejak tahun 2000-2010 nilai penjualan senjata Rusia ke Suriah mencapai 1,5 miliar dollar AS.

Semua resolusi dan sanksi yang dijatuhkan PBB semua dibalas dengan veto. Prinsip utama Rusia yaitu menentang setiap usaha dari luar untuk mengintervensi kedaulatan Suriah. Kekhawatiran terbesar Rusia jika Bashar al-Assad turun tahta, maka dipastikan penggantinya akan meninjau ulang kesepakatan yang telah berjalan.

Rusia dan Iran mempunyai kepentingan yang sama di Suriah. Rusia tidak mendapatkan kendala bekerjasama dengan Iran dalam aliansi mempertahankan Bashar al-Assad. Hubungan Rusia-Iran dalam berbagai bidang telah berjalan lama. Pada tahun 1995 Rusia memberi bantuan sebesar 800 milyar dollar untuk mengembangkan reaktor nuklir Iran. Rusia juga membantu 2000 metric ton natural uranium.

Selama proses pengerjaan pengembangan nuklir Iran mendapat tekanan dari pihak Barat tertama Amerika. Atas desakan dari pihak luar, Iran dalam pembagunan nuklir mengalami banyak proyek yang tertunda. Rusia juga memerlukan pasokan minyak dari negara-negara Timur Tengah. Bagi Rusia, memilih Iran sebagai mitra adalah hal yang paling tepat, alasan letak geografis sebagai tetangga, Iran merupakan pintu masuk di Timur-Tengah. Target Rusia 25 juta ton pertahun, namun yang berjalan masih skala kecil 2,5-3 juta ton pertahun.

Agar kuota terpenuhi minyak terpenuhi Iran mendapat peluang di Suriah sebagai mitra yang menguntungkan. Pada 25 Juli 2011, Iran-Suriah menandatangani kesepakatan membangun gas alam dari Iran ke Suriah. Pada 19 Agustus 2008, Menteri Indusrtri dan pertambangan Iran, Ali Akbar Mehrabin menyatakan bahwa Iran memiliki ragam proyek senilai 1,3 miliar dollar AS di Suriah.

Iran-Suriah dalam pengembangan kerjasama di berbagai bidang terus berkembang, termasuk perdagangan minyak peluangnya sangat terbuka. Dalam kasus konflik Suriah, Teheran berpendapat bahwa pergolakan di Suriah dilakukan oleh Amerika, Israel dan sekutu-sekutunya untuk melemahkan Iran dan sekutunya di Timur-Tengah.

Teheran sepakat apa yang dikatakan Damaskus bahwa persoalan konflik yang semakin membesar disebabkan kekuatan eksternal dan konspirasi internasional. Menlu Iran, Ali Akbar Salehi tegas menyatakan bahwa orang-orang asing berusaha menciptakan demonstran di Suriah;

Aliansi Arab Saudi-Liga Arab-Amerika

Sejak 22 April 2011, Amerika, dalam hal ini adalah Presiden Barrack Obama mendorong Bashar al-Assad untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan Obama berharap Bashar menghormati hak-hak asasi manusia rakyat Suriah. Obama semakin agresif menekan Bashar al-Assad, ia mengatakan Bashar harus memilih atau memfasiltiasi transisi damai ke demokrasi atau memilih mundur dari jabatan.

Tekanan yang dilakukan Amerika di ikuti Uni Eropa, dipimpin Inggris, Jerman, Swedia, dan Belanda, menjatuhkan embargo senjata serta sanksi dan larangan perjalanan seluruh anggota rezim Bashar al-Assad. Sekutu Amerika di Timur Tengah yaitu Arab Saudi mengambil sikap tegas dengan mengecap Bashar al-Assad untuk mundur.

Melalui Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeiri mengatakan; ada dua cara mengakhiri konflik Suriah yaitu Iran menarik pasukan, berhenti mamasok senjata ke milisi Syiah dan Bashar al-Assad harus mundur dari kursi presiden. Pada prinsipnya, Bahsar al-Assad tidak memiliki masa depan ditangannya.

Sejak 2011, Arab Saudi dalam hal ini, Raja Abdullah secara terbuka mengecam pemerintah Suriah, berkitan dengan perlakuan Damaskus terhadap demonstran. Raja Abdullah mengatakan, apa yang terjadi di Suriah tidak dapat diterima oleh Arab Saudi dan semakin terjerumus dalam pergolakan. Arab Saudi menarik duta besarnya dari Suriah, dan menyeru agar pemerintah Suriah menghentikan mesin pembunuhnya.

Dalam kasus Suriah, Arab Saudi bekerjasama dengan Amerika dengan memperalat Liga Arab untuk mengisolasi Bashar al-Assad dari kancah politik dunia Arab. Sebagai bukti dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tahun 2013, Liga Arab menerima delegasi resmi dari Suriah dari kelompok Oposisi yaitu Muoz al-Khatib. Disamping itu, Muoz al-Khatib juga meminta kepada Amerika dan Australia untuk mempertimbangkan kembali keputusannya terhadap Jabhah al-Nusrah sebagai kelompok teroris di Suriah.

Tri Febriandi Amrulloh, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru