28.4 C
Jakarta

Melawan Narasi Ekstremisme Melalui Media Islam Moderat

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMelawan Narasi Ekstremisme Melalui Media Islam Moderat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ada dua cara pola rekrutmen aktivitas terorisme yang perlu kita ketahui. Pertama, cara lama. Ini biasanya dilakukan melalui pengajian umum yang mengampanyekan kebencian terhadap kelompok tertentu yang dianggap sebagai musuh Islam. Setelah mengikuti pengajian umum, jemaah yang tertarik akan mendalami ideologi ekstremis untuk mengikuti pengajian secara tertutup dan terbatas. Dalam pengajian itu, mereka diindoktrinasi, diajarkan, dan diarahkan untuk melakukan aksi kekerasan dan penyerangan terhadap pihak yang sudah ditargetkan.

Kedua, cara baru. Ini mencakup propaganda ekstremisme yang disebarluaskan melalui media sosial, website, dan aplikasi pesan instan lainnnya. Mereka yang tertarik dengan materi propaganda ekstremisme akan diarahkan untuk mengikuti kajian tertutup secara daring. Dalam grup kajian daring tersebut, disediakan seluruh materi yang berkaitan dengan aksi kekerasan, mulai dari landasan ideologi sampai cara praktis membuat bom.

Cara baru inilah yang hingga saat ini dilakukan oleh kelompok ekstremis untuk menyebarkan gagasannya secara luas dengan mengoptimalkan penggunaan internet. Sejalan dengan apa yang dikatakan Nathaniel L. Moir, bahwa model rekrutmen kaum ekstremis melalui internet pada umumnya diawali dengan penyebaran pesan di media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Jika ada orang yang menyukai konten tersebut, maka akan diarahkah pada platform atau grup rahasia yang tidak bisa diakses semua orang, seperti aplikasi WhatsApp dan Telegram.

Padahal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sendiri telah men-takedown 5.731 konten yang mengandung ekstremisme, radikalisme, dan terorisme di berbagai platform digital sepanjang Juli 2023 sampai Maret 2024. Menurut Kemenkominfo, Meta—yang mencakup Facebook, Instagram, dan WhatsApp—menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan paham-paham atau konten ekstremisme, radikalisme, dan terorisme.

Lalu mengapa konten radikal masih bertebaran di media sosial? Jawabannya adalah, karena internet mudah sekali diakses secara kolektif.

Kemudahan Akses Internet

Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk memblokir website dan konten yang mengandung ekstremisme atau pro-kekerasan, nyatanya hal tersebut tidak mematahkan semangat kelompok radikal-terorisme untuk terus berjuang membuat media baru dan menyebarkan paham mereka.

Mereka sangat menyadari kehadiran media daring dapat memberikan kemudahan untuk melakukan propaganda. Tidak hanya itu, media daring juga mereka gunakan untuk mengumpulkan dana dan menyerang musuh dengan melakukan peretasan. Gery R. Bunt bahkan mengistilahkannya dengan “E-Jihad” atau jihad daring, yang mana perannya tidak kalah penting dari pertempuran fisik.

BACA JUGA  Kontra-Radikalisme dan Disinformasi di Tengah Hiruk Pikuk Pemilu 2024

Kelompok ekstremis juga terbilang cukup kreatif menampilkan konten-konten yang dapat memengaruhi psikologi masyarakat Indonesia. Sebut saja majalah Dabiq, salah satu majalah publikasi ISIS yang paling populer dan sangat mudah ditemukan serta diunduh di media online.

Majalah ini didesain dengan sangat bagus. Bahasanya mudah dipahami apalagi sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan supaya lebih relevan dengan generasi milenial, majalah ini juga dihiasi dengan gambar dan foto. Sungguh! Media propaganda ISIS dikelola oleh tenaga profesional, sehingga tak heran bila hasilnya sangat bagus.

Meski majalah Dabiq sudah dicabut dari situs internet, kelompok ekstremis tetap berupaya menyebarkan konten-konten radikal baik melalui teks, foto, flyer, video, dan menargetkan siapa saja agar terpengaruh. Sebab itulah, pemerintah harus berupaya lebih keras lagi terhadap pencegahan konten radikal. Media Islam moderat juga mesti ambil bagian: mendiseminasi konten wasatiah sebagai manifestasi kontra-narasi radikalisme dan terorisme.

Narasi Moderat

Islam moderat identik dengan Islam yang bersahabat, tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Islam moderat adalah karakter asli umat Islam yang religius di Indonesia. Bahkan jika merujuk pada penyebaran Islam, ada “Wali Songo”, sebagai pelopor Islam moderat di Nusantara. Pengamalan Islam moderat kemudian dilestarikan oleh ormas terbesar saat ini, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Dalam konteks itulah, media Islam moderat juga mesti ambil bagian untuk menghambat proliferasi narasi ekstremisme di ruang digital.

Pada hakikatnya, wacana yang bersifat ideologis dari kelompok ekstrimisme yang banyak beredar di internet merupakan bagian dari ideologi yang harus diperangi. Kita semua harus melakukan kontra-narasi terhadap wacana-wacana tersebut dengan menyebarkan pesan-pesan damai (ishlah). Media Islam moderat sebagai situs keislaman, harus terus melawan narasi ekstremisme dengan banyak melakukan uji kesahihan dan validitas pendapat keagamaan dari kelompok ekstremis.

Media Islam moderat harus saling bahu-membahu dan bersama-sama konsisten menampilkan konten kontra-ekstremisme. Konten-konten moderat dan kreativitas juga perlu terus dibangun dengan menggunakan pendekatan yang lebih populer, bahasa yang mudah dipahami, argumentasi kuat, dan disajikan dalam bentuk tulisan, video, dan gambar. Tujuannya, agar pesan-pesan Islam yang damai bisa sampai kepada pengguna media daring dan masyarakat secara umum. Mari kita terus melawan ancaman radikalisme, ekstremisme, terorisme!

Fatmi Isrotun Nafisah
Fatmi Isrotun Nafisah
Anggota Puan Menulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru