31.9 C
Jakarta

Melatih Semangat Menulis dengan Mengirim Naskah ke Media

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMelatih Semangat Menulis dengan Mengirim Naskah ke Media
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebuah e-flyer yang memuat lowongan penerimaan naskah pada sebuah media dibagikan di halaman media sosial. Lantas, tak butuh waktu lama sampai info tersebut dibanjiri oleh pertanyaan tentang info detail penerimaan naskah. Bahkan terkadang ada beberapa komentar yang menanyakan sesuatu yang jelas-jelas sudah tertera dalam e-flyer.

Berdasarkan fakta tersebut maka terlihat bahwa antusiasme penulis begitu besar terhadap pengiriman naskah ke media. Tentu saja. Siapa yang tidak berbangga diri ketika menemukan nama tercantum di media idaman. Apalagi media tersebut memiliki nama besar. Belum lagi honor yang akan diterima penulis.

Berhasil menorehkan nama di media menjadi rekam jejak kepenulisan yang membanggakan. Sama dengan proses menerbitkan buku di penerbit. Proses menjebol gawang redaksi media juga memiliki daya saing tak kalah seru. Halaman media yang jelas terbatas, diserbu oleh puluhan bahkan ratusan naskah. Siapa yang menang tentu wajar jika langsung pajang status di media sosial.

Dari status yang terpajang tersebut, kotak masuk pesan sang penulis akan dibanjiri oleh calon penulis berikutnya. Menanyakan cara pengiriman, masa antrian naskah, honor yang akan didapat hingga kiat agar naskah cepat dimuat. Untuk poin terakhir tersebut, itu berdasarkan pengalaman penulis saja biasanya. Tentu saja pihak redaksi tak membahas secara spesifik hal tersebut di e-flyer yang dibagikannya.

Adakah kiat khusus agar redaktur memuat naskah? Tentu saja ada. Ibarat masing-masing orang memiliki selera terhadap satu jenis makanan tertentu. Jika ia disuguhkan beberapa hidangan dalam satu perjamuan, maka hidangan favorit akan menjadi pilihan. Menjadi penulis, harus bisa membaca selera redaktur. Naskah yang menggugah selera akan memiliki kans besar tayang segera di media.

Apakah menulis dan mengirim naskah ke media itu sulit? Ya. Menulis di media memang sulit! Lantas akan muncul kalimat pesimis seperti “Sudah, ah, capek! Berhenti saja!” dan “Duh, kok karya dia lagi yang dimuat, sih. Padahal biasa-biasa aja!”

Padahal kalimat itu jelas-jelas tidak membantu sama sekali. Malah bisa menjerumuskan. Menghilangkan semangat berkarya dan secara perlahan membumihanguskan semangat berliterasi.

Menulis di media sulit karena penulis tidak mengetahui rahasianya. Sama dengan pepatah yang menyatakan tak kenal maka tak sayang. Mengenal media tujuan pengiriman naskah terlebih dahulu itu sangat penting. Jika penulis mengirim cerita anak ke media remaja, pasti ditolak! Begitu pula sebaliknya. Mengirim cerita remaja ke media anak? Pasti ditolak juga!

BACA JUGA  Menulis, Menyembuhkan Dunia Melalui Kata-Kata

Selanjutnya, tema terkini lebih dicari. Pembaca tentu menginginkan naskah terbaru, yang sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat. Naskah akan dimuat di media. Apalagi media harian. Tentu perihal kebaruan menjadi penting untuk dicermati. Redaktur media sangat suka dengan tema terkini. Sebagai penulis, peka terhadap isu terbaru menjadi jalan mulus menuju terbitnya karya.

Membuat naskah sesuai keahlian atau latar belakang pendidikan akan menjadi nilai plus seorang penulis. Selain penulis lebih menikmati proses penulisan, apa yang dibagikan melalui naskah akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Ibarat menuangkan isi botol ke dalam wadah, sang penulis akan lebih mudah menyampaikan ilmu yang ia kuasai tersebut.

Apakah setiap naskah yang dikirimkan ke media akan tayang? Tak ada kata pasti untuk menjawab pertanyaan ini. Tugas penulis adalah berkarya dengan sebaik-baiknya. Tak patang arang bila belum menang. Menulis dan mengirim satu karya ke media, lalu ditolak atau bahkan di-PHP. Lantas memutuskan untuk berhenti berjuang? Wah, itu bukan mental yang benar.

Kirim minimal satu bulan satu karya ke alamat surel redaktur. Semakin sering semakin baik. Tentunya dengan terus meningkatkan kualitas karya. Dengan ditolak, sebenarnya kita sekaligus belajar. Kenapa, ya, naskah saya ditolak? Apa, ya, yang salah? Akan terbaca dengan sendirinya.

Sebagai penutup, jika naskah yang dikirim belum kunjung dimuat, jangan pernah lakukan tindakan plagiarisme! Pantang bagi seorang penulis melakukan perbuatan memalukan ini! Jika tidak ingin karier kepenulisan berhenti dan mendapatkan blacklist dari redaktur. Ide mungkin bisa sama karena tidak ada ide yang 100% unik.

Namun, eksekusi pada naskah tentunya berbeda, bukan? Oleh sebab itu, jangan pernah berpikiran untuk meng-copy paste mentah-mentah naskah penulis lain. Jejak digital itu kejam. Sekali ketahuan, tamatlah riwayat!

Menulis dan mengirim naskah ke media adalah perkara yang harus dilatih secara terus-menerus. Jika satu tendangan belum berhasil menjebol gawang redaksi, maka lakukanlah tendangan-tendangan indah berikutnya. Selamat menulis dan mengirim naskah. Semoga nama Anda segera menjejak di media.

Karunia Sylviany Sambas
Karunia Sylviany Sambas
Alumnus Prodi D-III Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan dan Jurusan D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara. Menulis puisi, cerpen dan buku. Tulisannya telah dimuat di media cetak dan daring. Buku solo terbaru admin blog www.karuniasambas.com ini berjudul Hamil Sehat dan Bahagia (Metagraf, 2021). Anggota Komunitas Menulis ODOP (One Day One Post) dan WIN (Wong Indonesia Nulis). Salah seorang PJ di Komunitas Menulis Perkasa Creative Writing (PCW). Penulis dapat dihubungi melalui alamat surel: [email protected].

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru