30.8 C
Jakarta

Kita Belum Merdeka dari Radikalisme

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKita Belum Merdeka dari Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Selangkah lagi kita akan merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2021. Pertanyaan yang timbul dalam benak, sudahkah Indonesia merdeka? Bukankah masih banyak penjajah yang menimpa negeri ini, termasuk penjajahnya asli pribumi?

Indonesia secara legal formal disebut sebagai negara yang merdeka dari penjajan Belanda dan Jepang pada tempo dulu. Tapi, secara informal Indonesia masih dijajah oleh warga negara sendiri. Salah satu penjajah negara yang sampai sekarang masih berseleweran adalah mengentalnya paham radikal.

Paham radikal memang sudah lama lahir. Pertama kali paham ini diperlihatkan oleh Dzul Khuwaishirah yang bersikap tidak sopan terhadap Nabi Muhammad Saw. saat beliau membagikan harta rampasan perang pada para sahabat. Dzul Khuwaishirah komplain, “Hai Muhammad bersikaplah yang adil.”

Mendengar ucapan Dzul Khuwaishirah yang kasar (atau ekstrem), Nabi menanggapinya dengan sikap marah, “Lah, kalau saya tidak berbuat adil, memang siapa yang lebih adil dari saya? Anda pasti akan merugi bila saya bila saya tidak adil.”

Sikap Dzul Khuwaishirah ini kemudian dipahami oleh Ketua Umum PBNU Prof. Said Aqil Siradj sebagai awal munculnya paham radikal. Paham radikal ini mendorong seseorang melakukan tindakan tidak terpuji, meski kepada sesama muslim. Persis seperti apa yang dilakukan kepada Dzul Khuwaishirah yang tidak segan-segan menyerang Nabi karena apa yang diperbuat Nabi tidak sesuai dengan hawa nafsu Dzul Khuwaishirah.

Paham kemudian berkembang pada masa sahabat dan tabiin. Pada masa kepemerintahan Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib, muncul kelompok Khawarij yang getol mengkafirkan Ali dan pengikutnya. Khawarij berpandangan bahwa Ali dan pengikutnya membuat sebuah keputusan hukum selain hukum Tuhan dan mereka telah terjebak dalam kekufuran.

Tidak hanya keras secara pemikiran, Khawarij menghalalkan membunuh orang yang disebutnya kafir. Keputusan ini jelas bukanlah sesuatu yang diperintahkan dalam agama. Ini tentu berangkat dari gejolak hawa nafsu semata. Sebab, Islam sendiri melarang membunuh jiwa. Sehingga, ancamannya adalah neraka Jahannam bagi pembunuh tersebut.

Terus, paham radikal Khawarij terus berkembang pesat. Sekarang saja, terlebih di Indonesia, orang atau kelompok yang berpemikiran tertutup tersebut banyak ditemukan. Mereka biasanya menjelma pelaku aksi-aksi terorisme yang berdalih atas segala perbuatan kejinya dengan jihad. Padahal, jihad yang dikehendaki agama selalu mengarah kepada kemaslahatan. Sedang, aksi-aksi bukan sesuatu yang maslahat, melainkah mudarat.

BACA JUGA  Kenapa Kita Harus Pilih Anies Sebagai Presiden di Indonesia?

Lebih dari itu, paham radikal dengan klaim kafir-mengkafirkan (takfir) biasanya juga dituduhkan oleh pengikut organisasi teroris internasional ISIS yang berkembang pesat di Raqqah Suriah. Warga Indonesia sebagian terjebak paham radikal mereka, sehingga tidak berpikir dua kali untuk meninggalkan Indonesia sebagai tanah airnya dan memilih pergi ke Suriah dengan dalih hijrah. Benarkah yang dilakukan mereka disebut dengan hijrah?

Hijrah adalah sesuatu yang berpotensi positif. Ia selalu mengantar kepada kemaslahatan umat. Hijrah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Nabi sendiri semenjak ia belum mampu mengubah Mekkah dari kejahiliyahan. Nabi hijrah ke Madinah untuk Menyusun strategi, bagaimana strategi ini mampu mengubah Mekkah keluar dari kebodohan. Motivasi hijrah yang benar mampu membawa Nabi pada keberhasilan.

Berbeda, hijrahnya warga Indonesia ke Suriah sama sekali bukan seperti yang dilakukan Nabi. Mereka berhijrah hanya untuk menghancurkan Indonesia. Sebab, mereka ketika kembali ke Indonesia akan melakukan aksi-aksi terorisme. Buktinya banya pengikut ISIS yang menjadi teroris. Maka dari itu, Indonesia melarang hijrah model yang keliru ini.

Nah, menjelang kemerdekaan ini marilah kita berpikir dan merenung tentang kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka adalah ketika jiwa dan raga kita bergerak bersama-sama untuk Indonesia serta menjaga persatuan dan kesatuan negara tercinta. Merdeka adalah ketika kita melawan para pembangkang negara, penggerus ideologi negara, demi merawat prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Merdeka adalah ketika di hati kita tertanam teguh Pancasila berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan berkhidmat menuju NKRI yang sejahtera dan aman sentosa. Merdeka adalah ketika kita bebas dari propaganda serta mengonter mereka demi menyelamatkan bangsa dari pertengkaran antarsesama.

Lebih dari itu, merdeka adalah ketika kita tidak lagi berseteru, tidak lagi saling membenci apalagi mengkafirkan, tidak saling menebar fitnah antarsesama warga negara dan bersatu dalam damai di bawah satu bendera Indonesia. Marilah kita rawat prinsip kemerdekaan ini![] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru