30 C
Jakarta

Kemanusiaan : Relasi Strategis GP Ansor dan Amerika Serikat

Artikel Trending

KhazanahTelaahKemanusiaan : Relasi Strategis GP Ansor dan Amerika Serikat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kemanusiaan : Relasi Strategis GP Ansor dan Amerika Serikat

Mujahidin Nur, Mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen, Universitas Indonesia, dan Direktur The Islah Centre, Jakarta

Kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika ke Jakarta, Mike Pompeo (28/10) yang juga mantan direktur CIA dilakukan paska ketegangan Amerika Serikat dan rival ekonominya China di perairan laut China Selatan.  Amerika berang atas pernyataan China yang mengklaim Kepulauan Paracel sebagai jalur strategis yang menjadi bagian dari perairan China. Paska klaim itu Amerika mengirimkan kapal induk USS Murtin, Kapal Penghancur Rudal Jelajah ke Laut China Selatan (27/8), di samping Donald Trump juga mengutus Mike Pompeo untuk melakukan pendekatan ke negara-negara ; India, Maldieve, Sri Langka dan Indonesia.

Penolakan permintaan ijin mendarat (landing) dan pengisian bahan bakar pesawat P-8 Poseidon Multimission Marritime Aircraft (MMA) Pesawat Pengintai mutakhir milik Amerika ke Indonesia membuat Amerika kecewa. Keinginan Amerika untuk memantau aktifitas militer China dari perairan Indonesia merupakan signal bahwa Amerika membutuhkan Indonesia untuk menjadi bagian Amerika dalam menghadapi konflik di Laut China Selatan atau setidaknya mendukung Amerika dalam mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka sesuai dengan asasnya yang menganut inklusifitas.

Di luar dari agenda politik Mike Pompeo ke Indonesia terkait konflik di Laut China Selatan ada hal menarik dalam agenda kunjungan Mike Pompeo ke Indonesia saat ini yakni pertemuan tertutup Mike Pompeo dengan GP Ansor. Organisasi kepemudaan milik PBNU ini secara khusus mengundang Mike Pompeo untuk melakukan diskusi tertutup mengenai isu perdamaian dan isu kemanusiaan. GP Ansor ingin menjadi bagian yang memberikan solusi dalam menyelesaikan berbagai problem kemanusiaan di dunia utamanya peperangan sipil atas nama agama yang terjadi di Yaman, Suriah, Afghanistan dan berbagai belahan dunia lainnya, merebaknya Islamopobia di Barat tak luput menjadi perhatian GP Ansor untuk secepatnya diselesaikan, juga berbagai aksi terorisme global baik yang dimotori oleh para pendukung ISIS maupun al-Qaeda. GP Ansor ingin memperkenalkan humanisme relijius atau humanitarian Islam kepada dunia, nilai adiluhur yang menjadi falsafah dari Sila ke-2 Pancasila yang berbunyi: “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.

Humanitarian Islam dapat pula disebut sebagai Islam Nusantara dalam konteks wacana nasional. Yaitu, Islam yang menghargai keragaman, saling menghormati kekhasan, atas dasar persatuan dan kesatuan bangsa.Bagi Islam nusantara atau dalam ajaran humanitarian Islam, harga kemanusiaan dan persatuan jauh lebih tinggi dibandingkan gengsi sosial, politik dan kesejahteraan ekonomi yang juga harus diraih.

Karena itulah, perang tiada henti di negara-negara luar sana dipahami sebagai fenomena yang dipicu oleh ketidakmampuan manusia dalam menghormati kemanusiaan.Bagi Islam Nusantara, yang berlandaskan pada metodologi perpikir maqashid Syariah, menjaga kehidupan dan nyawa manusia adalah bagian dari agama.Sementara berbagai perang di seluruh penjuru dunia menunjukkan bahwa nyawa manusia seakan tidak berarti, hilang harganya, hanya demi memuaskan nafsu kekuasaan politik dan ambisi ekonomi untuk saling mendominasi negara-negara lain di dunia.

Negara-negara super power hari ini harus sadar bahwa diri mereka ditakuti karena kekuatan militer dan perekonomiannya, bukan disegani karena wibawa dan karismanya. Sehingga lebih tampak sebagai binatang buas daripada manusia yang berkarisma.

BACA JUGA  Gerakan Motherschool: Upaya Perempuan Menangkal Radikalisme dalam Keluarga

Kedatangan Mike pompeo ke Indonesia dan kunjungannya ke GP Ansor membawa nilai strategis bagi perjuangan mewujudkan perdamaian abadi. GP Ansor khususnya dan bangsa Indonesia umumnya dapat mengambil hikmah dari kunjungan Mike Pompeo, Menlu AS,  yaitu bersama-sama menjadikan nilai-nilai humanisme sebagai ruh peradaban kemanusiaan di dunia.

Catatan pentingnya, citra humanisme belakangan ini merosot drastis. Kita dapat melihat hal itu melalui Perkembangan terkini. Misalnya, negara pengusung slogan “liberté fraternité egalité” tampak tidak konsisten dengan nilai-nilai luhur mereka sendiri. Islamophobia yang diwacanakannya merusak citra positif cita-cita membangun kehidupan dunia yang penuh cinta kasih.

Seperti pepatah lama katakan: “jangan memancing di air yang keruh”. Jangan mengambil keuntungan dengan merusak tatanan. Jangan memperjuangkan kemanusiaan dengan menghancurkan kemanusiaan. Jangan mempertahankan demokrasi dengan jalan yang tidak demokratis. Inilah nilai-nilai yang harus dipegang teguh dalam memperjuangkan cita-cita.

GP Ansor membawa “Islam Nusantara“. Sedangkan Amerika dengan “demokrasi”-nya. Keduanya dapat bekerjasama untuk mengembalikan “citra” humanisme yang makin keropos itu. Indonesia dan Amerika juga dapat bersama-sama menjadi teladan bagi dunia dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, cinta kasih, dan perdamaian abadi. Inilah kebenaran sejati.

Kebenaran adalah solusi bagi upaya meningkatkan perdamaian dan peradaban dunia. Namun, kebenaran menuntut pengorbanan dari diri sendiri lebih dulu. Seperti ayat suci katakan: “bila pipi kirimu ditampar, berikan pipi kananmu”. Filosofi ini bukan bentuk kelemahan para pembela kebenaran.

Sebaliknya, manusia diperintahkan untuk bersabar lebih lama. Sebab, ujian pasti datang dari musuhnya. Demikian juga dalam membela dan mempertahankan nilai-nilai humanisme, demokrasi, dan perdamaian. Para penganjur tidak boleh gegabah hingga terperosok tanpa sadar dirinya juga turut menghancurkan apa yang dipertahankan. Seperti pepatah: mau mancing di air keruh.

Menimbang Kebudayaan Sebagai Pertahanan

Semua bangsa di dunia, baik itu Amerika, Eropa, Timur Tengah, dan Indonesia memiliki keagungan nilai-nilai kebudayaan mereka. Kebudayaan merupakan dimensi primordial yang akan menuntun mereka ke masa-masa yang akan datang.

Namun, seiring perjalanan waktu, kebudayaan terus berkembang. Salah satunya adalah ditinggalkannya perilaku barbar, yang suka berperang dan menghancurkan peradaban. Barbarisme tidak mendapatkan tempat lagi di tengah kehidupan yang berperadaban.

Perang-perang yang terjadi di belahan dunia, baik itu atas nama agama, politik kekuasaan, dan perebutan sumber ekonomi, adalah bagian dari perilaku purba manusia. Walaupun pencapaian sains dan teknologi hari ini begitu pesat, namun bukan jaminan dunia mengarah pada perilaku manusia yang lebih beradab.

Terorisme agama, konflik militer atas nama memperjuangkan demokrasi dan humanisme, merupakan warisan purba manusia, yang diam-diam mengalir dalam darah dan urat nadi kita semua. Tidak ada senjata paling ampuh untuk melawan watak barbarik manusia kecuali nilai-nilai luhur kebudayaan mereka sendiri. Inilah proyek bersama kita semua di masa-masa yang akan datang dan Ansor terlihat ingin menjadi bagian terdepan dalam Mega Proyek Kemanusiaan itu !.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru