32.7 C
Jakarta

Imsak, Ini Dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist

Artikel Trending

Asas-asas IslamAl-Qur’anImsak, Ini Dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Berbicara tentang imsak, kita tidak akan menemukannya sebagai ketentuan puasa dalam berbagai literatur fikih. Imsak yang di Indonesia dikenal sebagai saat dimulainya tidak melakukan hal-hal yg membatalkan puasa, mulai makan, minum dan lain-lain, merupakan tradisi baik yang diwariskan oleh para ulama Nusantara.

Tujuan utama dari imsak adalah untuk pengingat akan datangnya waktu subuh yang sudah dekat. Sehingga adanya imsak sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjalankan ibadah puasa agar tidak melakukan sesuatu yang membatalkan saat subuh tiba.

Ketentuan puasa yang menjadi rujukan utama dalam memulai puasa adalah QS al-Baqarah [2]: 187, Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagi kalian perbedaan benang putih dari benang hitam yakni fajar. Maklum kiranya jika masuk waktu subuh ditandai dengan terbitnya fajar.

Sementara fajar sendiri adalah sesuatu yang samar dan sulit ditangkap oleh penglihatan biasa. Sebab fajar itu ada dua; palsu dan asli. Fajar palsu (kâdzib) masih boleh makan dan tidak boleh shalat subuh. Fajar asli (shâdiq) sudah tidak boleh makan dan boleh shalat subuh (HR. Ahmad & al-Hakim dari Abdullah bin Abbas).

Oleh karenanya mengakhiri makan minum hingga benar-benar sebelum masuk waktu subuh adalah sesuatu yang tidak mudah. Dibutuhkan jeda waktu untuk persiapan. Umumnya waktu imsak di negara kita selisih 10 hingga 15 menit dari waktu subuh.

Jadwal shalat dan imsakiyah yang ditulis oleh Lajnah Falakiyah (lembaga falak & hisab) biasanya ditentukan tiga hingga empat menit lebih lambat dari hitungan sebenarnya untuk memastikan benar-benar sudah masuk waktu semua shalat. Jadi sangat riskan sekali mengakhiri makan minum dengan patokan adzan subuh dari seorang muadzin.

Sekali lagi butuh jeda waktu persiapan untuk kehati-hatian ibadah puasa kita. Sehingga Imsak menjadi pilihan tepat. Demikian dalil aqlî (rasio) dari imsak.

Sedangkan dalil naqlî (al-Quran dan hadis) dari imsak bisa kita telaah kembali QS al-Baqarah [2]: 187:

BACA JUGA  Mudarosatul Quran, Kebiasaan Rasulullah di Bulan Ramadhan

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا

Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagi kalian perbedaan benang putih dari benang hitam yakni fajar. Lalu sempurnakanlah puasa hingga malam. Jangan kalian berhubungan dengan isteri-isteri kalian sementara kalian sedang I’tikaf di masjid-masjid. Itu semua batasan-batasan (yang telah ditentukan oleh) Allah. Janganlah kalian mendekatinya.

Setelah menjelaskan waktu awal dan akhir puasa, Allah swt mengakhiri keterangan itu dengan larangan untuk mendekati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sehingga larangan itu mencakup makan minum yang mendekati waktu fajar (subuh).

Sedangkan secara tuntunan nabawi, imsak itu sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi saw meskipun tidak di-‘resmikan’ dengan nama khusus. Al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan melalui jalur Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit:  

عن زيد بن ثابت رضي الله عنه قال  : تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسُّحُوْرِ ؟  قَالَ قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيَةً

Sahabat Zaid bin Tsabit ra meriwayatkan, “dahulu kami bersahur bersama Nabi saw kemudian beberapa saat beliau shalat subuh”.

Anas bin Malik bertanya, “berapa jeda waktu antara adzan dengan sahur?

Kira-kira rentang waktu membaca 50 ayat”, jawab Zaid bin Tsabit.

Jeda waktu kira-kira bacaan 50 ayat antara santap sahur dengan adzan menjadi bukti terang mengenai adanya pemisahan jarak dari awal waktu puasa yakni waktu subuh.  Sementara pemilihan kata imsak sebagai istilah waktu awal puasa merupakan pilihan tepat. Imsak berarti menahan. Sebagaimana arti puasa (shiyâm) dari segi bahasa. Wallahu Aʻlam

Ali Fitriana

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru