26.1 C
Jakarta
Array

Hanya Lulusan Bahasa Arab” vs “Hanya Lulusan Teknik Sipil”

Artikel Trending

Hanya Lulusan Bahasa Arab" vs "Hanya Lulusan Teknik Sipil"
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ada seorang Ustaz yang membuka diskusi tentang konsep thariqah HT, beliau menyampaikan dengan argumen-argumen yang layak untuk dipertimbangkan.

Namun ada komentator yang cukup ‘terpandang’ berkata: “Tidak usah bahas bahas lagi kapasitas fulan, karena sudah jelas dia cuma lulusan Bahasa Arab. Dia bukan pakar fiqh apalagi Mujtahid. Begitu juga fulan B, yang lulusan kuliah online.”

Perkataan macam apa ini?

Dalam pikiran saya sejak dulu hingga saat ini, pemahaman seseorang dalam hal agama itu TIDAK DITENTUKAN OLEH DI UNIVERSITAS DAN DI JURUSAN APA SESEORANG TERSEBUT BELAJAR.

Jika syarat diterimanya argumen seseorang itu adalah berdasarkan UNIVERSITAS DAN JURUSAN TERTENTU, maka

BUKANKAH HIZBUT TAHRIR SAAT INI DIPIMPIN OLEH SEORANG LELAKI YANG TERNYATA “HANYA” LULUSAN SARJANA TEKNIK SIPIL?

  • Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang yang “hanya” lulusan selevel S1?
  • Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang yang tidak pernah dikenal sebagai ulama, tetapi dikenal sebagai SARJANA TEKNIK SIPIL?
  • Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang yang dilahirkan dalam keluarga biasa yang sama sekali tidak ada “trah” ulama dalam darahnya?Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang misterius yang tidak jelas siapa gurunya, bagaimana sanad keilmuannya dan juga tidak jelas otoritas keilmuannya?
  • Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang yang tidak pernah diakui sebagai ulama oleh ulama-ulama asli di luar Hizbut Tahrir dan hanya diulama’kan oleh kalangan internal Hizbut Tahrir?
  • Bukankah Hizbut Tahrir saat ini dipimpin oleh orang yang tidak pernah mendapatkan pengakuan keilmuan dari ulama-ulama Al-Azhar, ulama-ulama Hijaz dan ulama-ulama Syam?
  • Bukankah amir Hizbut Tahrir saat ini berani mengkoreksi pemikiran An-Nabhani yang telah diangkat menjadi “mujtahid mutlak” oleh kalangan internal Hizbut Tahrir kemudian hasil koreksi tersebut diputuskan menjadi kitab mutabannat yang menggantiklan kitab karya An-nabhani sebelumnya lalu koreksi itu ditaati secara mutlak tanpa bertanya oleh aktivis Hizbut Tahrir di seluruh dunia? Jika benar, hal apa yang membuat perilaku itu menjadi dibolehkan?
  • Bukankah amir Hizbut Tahrir saat ini dianggap mujtahid oleh pengikutnya hanya karena telah membuat kitab ushul fikih?
  • Bukankah amir Hizbut Tahrir saat ini “berani” membuat tafsir untuk surat Al-Baqoroh? Hal apa yang membuatnya dibolehkan membuat tafsir itu?
  • Amir Hizbut Tahrir saat ini mazhabnya apa?
  • Kalau tidak bermazhab, apakah beliau mujtahid? Jika mujtahid apa buktinya? Jika bukan apa yang memberikan beliau hak memberikan ratusan bahkan ribuan fatwa tanpa ada “legal standing” dari ulama-ulama mujtahid?

Pertanyaan ini muncul berdasarkan data yang ditulis pada situs resmi amir Hizbut Tahrir saat ini dalam tautan ini,

http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/nubthah/

Saya menulis ini bukan dalam merendahkan Syekh Abu Rasytah, sama sekali tidak. Namun agar kita tidak terlalu mudah merendahkan orang lain, tanpa berkaca kepada siapa kita memberikan tumpuan.

Andaikan baik, tentu saya akan berkata “Memang masalah kalau fulan A cuma kuliah di bahasa arab dan fulan B kuliah online? Lha yang kamu jadikan rujukan itu cuma kuliah di teknik sipil.”

*Aang Yulius Prihatmoko, Alumnus Universitas Brawijaya, Kota Malang

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru