29.3 C
Jakarta
Array

Geliat Ustad Karbitan

Artikel Trending

Geliat Ustad Karbitan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Suara-suara sendu keluar dari surau-surau tua. Masih saja mbah-mbah itu menyuarakan panggilan untuk umatnya menunaikan sholat.  Layanan media sosial terputuskan sementara, alangkah bahagianya kaum sosial media sampai-sampai kata-kata yang dianggap saru terbuang berserekan di wall facebook. Jumlah like-nya melebihi celotehan junjungan para agamawan marah-marah macam Ustadz Felix Siauw, S.Sos.Med (Sarjana Sosial Media).

Kyai Hamman sebagai tokoh ulama, bertugas mengislamkan kepada warga sekitar Pondok Pesantren Pabelan Magelang. Hal tersebut jauh berbeda dengan “ustadz-ustadz” yang sibuk membukan-Islamkan “X” dan “Y”. Mereka punya kesibukan lain nda sih.  Membukanislamkan “X” dan “Y” jangan-jangan sebagai mata pencaharian ?  (Hal.4).

Oh, jangan salah, aku tak akan pernah berhenti belajar dari manapun (hlm.17).  Ingat betul  kata-kata ini yang pernah di ucapkan oleh Gus Mus dalam  acara  Kick Andy, “Orang yang berhenti membaca dan belajar  ia akan merusak tatanan masyarakat”.

Para ustadz-ustadz yang terlalu sering menghakimi orang lain sama seperti nge-fans dengan salah satu band. Ketika idolanya di cemooh mereka marah. ”Ustadz-ustadz” termasuk dari sebagian orang ternyata lebih suka menghakimi. Sebagian orang merasa punya otoritas moral untuk menghukum. (hlm.27). Mereka baru bisa Al-Fatihah sudah mengaku “paling” muslim.

Salah seorang ulama terkenal keturunan aseli Arab, Habib Rizieq terlalu serius menanggapi konsolidasi kaum-kaum NU (Nahdhatul Udud) kata orang-orang NU GL (Garis Lucu) terhadap Islam Nusantara. Welah dalah, ditengah kegelimangan harta kaum politik dan pengusaha, berani-beraninya membuat kajian Islam Nusantara. Lha, orang Mukhammadiyah (logat ngapak) ikut juga menggagas Islam yang Islam Berkemajuan (hlm. 111). Melontarkan bola panas di atas otak yang campur racun jadilah geger Rengkahing Bumi. Anak-anak muda yang progresif  banyak berpikir ulang tentang kalimat “Islam bukan Arab”. Habib Rizieq yang terlalu matang emosinya, menjadi mudah meledak-meledak karena pemuda-pemuda memikirkan kembali “Islam bukan Arab”.

Terus, “Islam bukan Arab” di dramatisir sedemikian hebohnya.  Habib yang selalu menggebu-menggebu dalam ceramahnya, menyerang melalui kata Sampurasun menjadi campur racun.(hlm.111). Sikapnya yang menggebu-gebu seolah-olah menurunkan kemapananya sebagai seorang ilmuwan hukum Islam ternama. Logika yang tadinya “bersih” tiba-tiba menjadi “kurang bersih”. Di sisi lain, Rizieq juga menganggap bahwa “Islam bukan Arab” itu sama artinya dengan anti budaya Arab. Logika Rizieq sederhana saja: jika Si A tidak sama dengan Si B, berarti A anti B; jika roti buaya bukan buaya, maka roti buaya itu anti buaya (hlm.112). Kok, jadi mlengo begini logika orang paling taqwa di depan Istana Negeri Jayakarta, Bapak Ahok.

Buku Kak Arlian Buana yang digadang-gadang sebagai Harapan Pemuda Akhir Zaman oleh Kak Iqbal Aji Daryono, menggambarkan saudara kembar Habib Rizieq yang berbeda bapak dan ibu, yaitu PKS-P (Partai Keadilan Sejahtera-Piyungan) melalui media sosial.  Wah, kalau ini mah mau menyaingi website-website mainstream macam tempo.co, kompas.com, mungkin mojok.co.

Campur racun Syeikh Habib Rizieq itu seharusnya di sampaikan pada kaum-kaum intelektual odong-odong macam PKS-P. Lihat Anindya ,Putri Indonesia yang tiba-tiba heboh di wall facebook karena mengenakan baju bergambar palu arit. Di setir sedemikian rupa, “Layakkah Anindya jadi Putri Indonesia yang jargonnya 3B: Brain, Beauty, Behaviour?”. Beberapa saat kemudian, ada peselancar yang mengomentari dengan kreatif. “Bego~ Bego~ Bego~.” Seorang follower lain tak kalah tangkas, datang dengan pernyataan senada yang dikemas agak lebih kreatif “Bego, Bodoh, Bloon.” (hlm. 114)

Mentang-mentang komunis itu belajar soal Marxisme, Leninisme, dan Stalinisme yang tidak ada pada Qur’an dan Hadis.  Palu dan Arit pun di jadikan simbol yang menampilkan ke-khas-an pada komunis.  Layaknya Arab yang bangga dengan tulisan syahadat di bawah pedang panjang. Terus apa tidak kalah keren. Komunis mah apah atuh ?.  Baca manifesto komunis langsung di cap komunis, Diskusi orang-orang pinggiran di cap komunis, dan ikut bawa nasi para pendemo buruh di cap komunis.  Astazim, memang si PKS-P pintar mem-campur  sesuatu dengan racun agar si pelaku mati berkutik oleh hakim-hakim yang pakai telunjuk di layar masing-masing.

Retaknya Ikatan Sentimental

Bana panggilan akrab penulis buku ini, memiliki ikatan sangat sensi dengan islam. Sejak kecil, orang-orang tua di kampung saya berusaha sekuat tenaga agar saya bisa mengaji, salat dan  puasa. Mereka pun memberikan teladan, hingga  saya meyakini bahwa Islam adalah agama terbaik, terhebat. Islam adalah jalan bagi saya untuk menemukan kedamaian (hlm. 11).

Perselancarannya di dunia maya mempertemukan dirinya dengan ustadz yang bisa tertawa “wkwkwkwkw”. Memberikan motivasi  tema Islam dan  khilafah. Sungguh dekat sekali  dengan kehidupan Islam. Khilafah yang di hancurkan ketika perang dunia satu oleh pasukan Inggris.  Kemudian mencekoki orang-orang muslim dengan sistem demokrasi. Diteruskan oleh negara adidaya Amerika Serikat.  “Dalam musyawarah, hanya hal mubah dan baik yang boleh didiskusikan. Pada hukum yang sudahditentukan Allah, Islam melarang musyawarah. Salat Jumat di mana, itu boleh dimusyawarahkan, tapi salat Jumat atau tidak, itu sudah hukum Allah, tidak boleh dimusyawarahkan,” begitu pesan Ustadz Felix (hlm.119-121).

Negeri Indonesia teramat sangat kafir. Penerapan Demokrasi yang mengedepankan dialog tidak diajarkan dalam Qur’an dan Hadis. Intinya dua ini menjadi pokok, sehingga dalam perdebatan seringkali dinyatakan pokoke terus pokoknya. Dus, “Islam bukan Arab” berarti “Demokrasi bukan Arab”.  Logikanya menjadi ikut-ikutan kena campur racun Habib Rizieq, PKS-P, ditambah Felix Siauw. Apa salah?

Lebih-lebih ustadz yang berasal dari negeri antah berantah yang kini belum terdeteksi GPS. Mecoba peruntungan di akhir tahun, kembali melontarkan isu mengenai “Haram mengucapkan selamat natal”. Dus, lihat saja sabdanya yang yang aduhai mencolok mata

Menurut Felix, mengucapkan selamat natal samadengan mengiyakan Yesus sebagai Tuhan, seperti yang diyakini umat kristiani. Ini perkara akidah, katanya. Dalam Islam, Isa atau Yesus selamanya adalah seorang nabi, ulul azmi, nabi yang utama, tidak boleh dinaikkan pangkatnya menyatu dengan entitas (ke)Tuhan(an). Maka menurutnya, memberi selamat atas kelahirannya, seperti yang dirayakan pemeluk kristen, berpotensi menggeser akidah seorang muslim. Mengucapkan selamat dianggap murtad, seperti sudah dibaptis. Haram hukumnya (Hlm.130).

Ribet dah, kalau “ustadz-ustadz” jama sekarang seperti ini. Mereka memisahkan ikatan sentimental itu melalui penekanan terhadap pendapat sendiri tanpa mau mendengar sabda-sabda yang lain. Coba tengok Prof Quraish Shihab dalam artikelnya yang berjudul Selamat Natal dalam Al-quran

“…..kelahiran Isa dalam Al-quran bahkan memang diberkati. Umat Islam, yang memuliakannya sebagai nabi, bahkan dianjurkan mengirim ucapan selamat. Soal akidah, panjang lebar Quraish menjelaskan, dengan kesimpulan: “Tidak juga salah mereka yang membolehkannya (mengucapkan selamat natal), selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan (Hlm.131)”

Masa tidak mau membaca artikel yang di sebar dimana-mana.  Atau karena alasan “klasik” macam campur-campur media PKS-P. Bahwa Mbah Quraish Shihab itu syiah, liberal, dan kebablasan akalnya.

Dus, Mary Christmas Felix Siauw memberikan kepada bangsa yang antah berantah membuka kedok-kedok para “ustadz-ustadz” menjadi-jadi karbitanya. Emosi sang Habib Rizieq semakin menjadi-jadi, kumpulan “ustadz-ustadz” di PKS-P semakin cerdik membuat opini public, ditambah sokongan “ustadz wkwkw” Felix Siauw menjadi pakar politik, agama, ekonomi, budaya dan gender.

Arliana Bana, cukup menerangkan secara gamblang dalam buku Mary Chrismas Felix Siauw betapa seringnya kaum-kaum agamawan semacam Habib Razieq, Jam’iyah PKS-P, serta Ustadz “wkwkwkw” Felix Siauw. Mas Bana juga perlu menjajakkan kepada bangsa antah berantah mengenai tokoh-tokoh media sosial yang senang bermain dalam setiap isu. Seperti Jonru dkk. Masalahnya, junjungan “agama” di media sosial akan mudah membukanislamkan macam Mbah Quraish Shihab yang di cap syiah, padahal sudah memberikan torehan tafsir pada bangsa ini. Lha, orang-orang semacam Felix Siauw wa akhwatuhu dianggap apa ?

Judul            : Christmas Felix Siauw

Penulis         : Arlian Buana

Tebal            : 140 hlm

Penerbit       : EA Book

Tahun Terbit : 2015

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru