31.2 C
Jakarta

Deteksi Dini Harus Dilakukan Pemerintah untuk Pencegahan Terorisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalDeteksi Dini Harus Dilakukan Pemerintah untuk Pencegahan Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Deputi VII BIN Wawan H. Purwanto menerangkan, minculnya oknum yang terpapar radikalisme dan mengarah pada tindak pidana terorisme karena beberapa faktor, mulai pemahaman agama dan keyakinan yang salah juga karena kemiskinan.

Wawan menjelaskan, pemahaman yang salah terutama tentang memahami soal ilmu agama. Ia mencontohkan, orang yang salah memaknai makna jihad harus dengan perang atau kematian.

Sikap seperti itu, kata Wawan tidak benar karena orang berani hidup untuk menyebarkan kebaikan juga sebuah jihad. Dalam pandangan Wawan, dari pemahaman yang salah itu kemudian menjadi keyakinan yang salah.

“Jihad itu bermacam-macam. Islam agama yang rahmatin lil alamin. Pada bulan Ramadhan ini mari menebarkan kasih sayang dan toleransi kepada semua makhluk,” kata Wawan, saat menghadiri diskusi yang diadakan Gerakan Indonesia Optimis, PB MDHW dan CISS, Kamis (7/4).

Sementara, Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nur Wahid menjelaskan, virus terorisme bisa memapar siapa saja. Dikatakan Nur Wahid, paparan paham terorisme tidak peduli umur, suku, agama, strata sosial dan kecerdasan manusia.

Menurut dia, pemahaman yang salah dari oknum beragama bisa menjadi faktor pendorong aksi terorisme atas nama agama. Momen ramadhan, adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan spiritualitas seseorang agar tidak terjebak pada paparan terorisme.

“Di bulan Ramadhan ini peningkatan perbuatan baik, peningkatan spiritualitas dan sikap ihsan bisa mencegah radikalisme dan terorisme,” demikian Nur Wahid menekankan.

BACA JUGA  Ketua MPR Kerja Sama Masifkan Konten Sosialisasi 4 Pilar dengan YouTube Indonesia

Kaprodi Kajian Terorisme SKSG UI Mohammad Syauqillah menyampaikan, pasca 2016 aksi-aksi terorisme menurun secara drastis. Namun demikian, perkembangan radikalisme semakin marak.

Ia menjelaskan, radikalisme ditandai dengan semakin meningkatnya pemikiran yang radikal, pemikiran yang intoleran dan perilaku intoleran.

Ditambahkan Syauqillah, perilaku intoleran semakin meningkat, mengindikasikan ada perencanaan, ada pendanaan dan aksi-aksi terukur yang dilakukan.

“Hal ini harus menjadi deteksi dini dan langkah-langkah pencegahan bagi semua stakeholder pemerintahan,” tandasnya, diwartakan Kantor Berita Politik RMOL.

Merespon paparan materi penyaji sebelumnya, Syauqillah memberi melihat setidaknya empat fase tanda-tanda radikalisme dinisi yang perlu antisipasi. “Pertama, propagandanya muncul, kedua, rekrutmennya muncul, ketiga, perencanaannya ikut bergabung, keempat, pendanaan ada, dan setelah itu bergabung dengan konflik yang ada. Saya bisa membaca bahwa rum-nya sudah ada,” sambung kaprodi kajian terorisme SKSG UI.

Detksi dini atas beberapa fase yang mungkin dan telah terjadi itu, menurut Syauqillah perlu disikapi dengan serius. Pihaknya memberi dua rekomendasi untuk itu: pertama, kontranarasinya perlu terus digalakkan, kedua, regulasi diperketat agar tidak ada WNI yang bergabung ke arah konflik timur tengah.

Beberapa narasumber yang juga hadir di acara diskusi itu adalah Ketua Umum Gerakan Indonesia Optimis Ngasiman Djoyonegoro, Sekjen PB MDHW Ahyat Alfidai, Direktur Eksekutif IMCC, Roby Sugara dan Dosen UIN Banten Ali Mukhtarom.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru