29.2 C
Jakarta

Cara Menyikapi Pujian Orang Seperti Yang Diajarkan Rasulullah

Artikel Trending

Asas-asas IslamAkhlakCara Menyikapi Pujian Orang Seperti Yang Diajarkan Rasulullah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pujian adalah sesuatu yang dilontarkan orang untuk menyatakan kebanggan dan ketakjuban. Namun demikian, kata sebagaian masyarakat Indonesia harus hati-hati menyikapi pujian, karena jika sampai terlena justru bisa menghancurkan diri sendiri. Dan berikut cara menyikapi pujian seperti yang diajarkan Rasulullah.

Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah mengapresiasi pujian, karena pujian itu merupakan kabar gembira yang diberikan Allah secara cepat langsung di dunia. Rasulullah bersabda

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ : قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنْ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ ؟ قَالَ : ( تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ )

Artinya: ”Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ditanya, ‘Bagaimana seseorang yang beribadah atau berbuat suatu kebaikan, lalu dipuji oleh manusia?’ Rasulullah menjawab, ‘Itu adalah kabar gembira bagi seorang mukmin yang dipercepat oleh Allah.’” (HR. Muslim)

Dalam kitab Fatawa Nur ‘Ala Ad-Darb  juga diterangkan bahwa diantara bentuk kabar gembira kepada seorang mukmin, yaitu tatkala manusia memberikan pujian yang baik kepadanya. Karena pujian manusia kepadanya merupakan persaksian bahwa dirinya adalah golongan orang yang baik.

Orang yang dipuji boleh merasa senang, karena pujian merupakan bagian dari apresiasi, namun demikian, orang yang dipuji jangan sampai terlena. Karena Rasulullah dalam hadis yang lain menerangkan ketika dipuji, ia tidak merasa senang dan justru menyuruh orang yang memuji mengatakan apa adanya tidak hiperbolis, karena pujian yang tidak tepat akan menjadi alat bagi setan untuk menggoda

BACA JUGA  Tidak Ingin Rugi Saat Puasa, Hindarilah Berkata Kotor

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَنْتَ سَيِّدُ قُرَيْشٍ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” السَّيِّدُ اللهُ “، فَقَالَ: أَنْتَ أَفْضَلُهَا فِيهَا قَوْلًا، وَأَعْظَمُهَا فِيهَا طَوْلًا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لِيَقُلْ أَحَدُكُمْ بِقَوْلِهِ وَلَا يَسْتَجِرَّنَّهُ الشَّيْطَانُ أَوِ الشَّيَاطِينُ”

Artinya: “Suatu hari seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan. “Apakah anda sayyidul Quraisy?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “As Sayyid adalah Allah.” Maka sahabat mengatakan, “Engkau adalah orang yang paling mulia di antara kita, paling besar jasanya?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Katakanlah perkataan yang biasa kalian ucapkan, dan jangan jadikan perkataan kalian menjadi tunggangan setan-setan.”  (HR. Ahmad no. 16316, Abu Daud no. 4706) 

Dengan demikian maka untuk menyikapi pujian orang lain, maka harus hati-hati. Manakala kita bisa merasakan bahwa orang yang memuji itu tulus tanpa tendensi apapun bolehlah kita merasa diapresiasi. Namun apabila tidak bisa melihat ketulusan maka nyatakan dalam diri bahwa pujian tersebut biasa saja agar tidak menjadi alat bagi setan untuk menggoda. Walhasil aturlah kadar kebahagian karena pujian. Wallahu A’lam Bishowab

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru