27.5 C
Jakarta

Bolehkah Berdiri Saat Momen Mahallul Qiyam Pada Peringatan Maulid Nabi?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBolehkah Berdiri Saat Momen Mahallul Qiyam Pada Peringatan Maulid Nabi?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. – Memasuki bulan Rabiul Awwal sudah menjadi suatu tradisi yang berlaku setiap tahunnya umat Islam memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw. tradisi demikian kerap disebut dengan istilah Maulid Nabi. Perayaan ini dilakukan sebagai bentuk kecintaan mereka kepada sang Nabi pembawa rahmat bagi seluruh alam semesta.

Momentum Maulid dirayakan dengan berbagai cara, diantaranya ialah diisi dengan pembacaan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. yang tercantum dalam kitab-kitab maulid populer seperti Maulid Al-Barzanji karya Syekh Jafar bin Hasan Al-Barzanji, Maulid Ad-Dibai karya Syekh Abdurrahman Ad-Dibai, dan Maulid Simtuddurar karya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi. Ditengah-tengah pembacaan Maulid Nabi pada bagian tertentu seperti mahallul qiyam para hadirin yang tadinya duduk takzim seketika itu berdiri hingga pembacaan bagian tersebut selesai.

Bila ditelisik lebih lanjut baik dalam Al-Quran maupun hadis memang tidak ditemukan nash sharih (teks jelas) perihal hukum berdiri tatkala pembacaan Maulid Nabi. Meski demikian, ketiadaan dalil ini tidak lantas menjadikannya sebagai suatu hal yang dilarang dalam Islam. Karena perayaan Maulid Nabi bukan termasuk dalam kategori ibadah yang mahdhah (murni) seperti halnya pelaksanaan salat, puasa dan selainnya, melainkan suatu tradisi yang memuat nilai ibadah di dalamnya.

Salah satu ulama terkemuka mazhab Syafii, Syekh Khatib Asy-Syirbini (wafat 977 H) menyatakan dalam kitabnya tentang kesunahan berdiri terhadap orang yang memiliki keutamaan dalam rangka memuliakannya:

وَيُسَنُّ الْقِيَامُ لِأَهْلِ الْفَضْلِ مِنْ عِلْمٍ أَوْ صَلَاحٍ أَوْ شَرَفٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ إكْرَامًا لَا رِيَاءً وَتَفْخِيمًا. قَالَ فِي الرَّوْضَةِ: وَقَدْ ثَبَتَ فِيهِ أَحَادِيثُ صَحِيحَةٌ

Artinya: “Disunahkan untuk berdiri sebab terdapat seseorang yang memiliki keutamaan baik berupa ilmunya, kesalehannya, kemuliaannya atau sesamanya. Sebagai bentuk memuliakan bukan karena unsur pamer. Imam An-Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah berkata: Terdapat hadis sahih mengenai hal ini.” (Muhammad bin Ahmad Al-Khatib Asy-Syirbini Asy-Syafii, Mughni Al-Muhtaj Ila Marifah Maani Alfadz Al-Minhaj [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiah], vol. 4, h. 218).

Lebih spesifik, Syekh Abu Bakar Syatho Ad-Dimyathi (wafat 1302 H) dalam anotasinya menegaskan perihal kebolehan tradisi pengagungan dengan cara berdiri saat mendengar lantunan maulid Nabi Muhammad Saw.:

جَرَتْ الْعَادَةُ أَنَّ النَّاسَ إِذَا سَمِعُوْا ذِكْرَ وَضْعِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُوْمُوْنَ تَعْظِيْمًا لَهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَهَذَا الْقِيَامُ مُسْتَحْسَنٌ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَقَدْ فَعَلَ ذَلِكَ كَثِيْرٌ مِنْ عُلَمَاءِ الْأُمَّةِ الَّذِيْنَ يُقْتَدَى بِهِمْ

Artinya: “Telah terlaku suatu kebiasaan bahwa orang-orang ketika mendengar disebutkan kelahiran Nabi Saw., maka mereka akan berdiri karena mengagungkannya, berdiri yang semacam ini dianggap baik karena di dalamnya terdapat unsur mengagungkan kepada Nabi Saw., dan juga banyak dari kalangan ulama yang menjadi panutan telah melakukan hal tersebut.” (Abu Bakar Syatho Ad-Dimyathi, Hasyiyah Ianah At-Thalibin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 3, h. 414).

BACA JUGA  Tiga Macam Darah Kewanitaan Dalam Fiqih

Kendati perbuatan berdiri tersebut dianjurkan, namun terdapat catatan penting dalam masalah tidak berdirinya seseorang saat mendengar lantunan maulid. Yaitu bilamana ketika dilantunkan maulid Nabi tidak berdiri sebab meremehkan akan keagungan Nabi Muhammad Saw. maka hal itu dapat menjadikan kufur.

Tetapi, bila tidak berdiri sebab enggan melakukannya saja tanpa motif meremehkan ataupun tidak terdapat uzur (halangan) maka hukumnya berdosa. Dan bilamana tidak berdiri sebab terdapat uzur maka hukumnya tidak berdosa. Ketetapan demikian sebagaimana dirumuskan oleh Imam Al-Qarafi Al-Maliki (wafat 684 H):

وَمِنْ هَذَا الْقِيَامُ عِنْدَ ذِكْرِ مَوْلِدِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي تِلَاوَةِ الْقِصَّةِ فَقَدْ قَالَ الْمَوْلَى أَبُو السُّعُودِ أَنَّهُ قَدْ اُشْتُهِرَ الْيَوْمَ فِي تَعْظِيمِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَاعْتِيدَ فِي ذَلِكَ فَعَدَمُ فِعْلِهِ يُوجِبُ عَدَمَ الِاكْتِرَاثِ بِالنَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَامْتِهَانَهُ فَيَكُونُ كُفْرًا مُخَالِفًا لِوُجُودِ تَعْظِيمِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَيْ إنْ لَاحَظَ مَنْ لَمْ يَفْعَلْهُ تَحْقِيرَهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِذَلِكَ، وَإِلَّا فَهُوَ مَعْصِيَةٌ

Artinya: “Berkenaan dengan berdiri ketika maulid Nabi Saw. saat pembacaan kisahnya, maka Syekh Abu Suud berkomentar: Sesungguhnya berdiri saat pembacaan maulid itu sudah populer keberadaanya dan sudah menjadi suatu tradisi. Adapun orang yang tidak berdiri ketika dibacakan maulid Nabi Saw. karena seolah-olah tidak menaruh perhatian dan meremehkan Nabi Saw., maka yang demikian ini bisa menyebabkan dirinya kufur juga karena perilakunya tidak sejalan dengan menghormati Nabi Saw. Apabila seseorang tidak berdiri ketika dibacakan maulid tanpa unsur meremehkan, maka orang tersebut berdosa saja, tidak sampai kufur.” (Syihabuddin Ahmad bin Idris bin Abdurrahman Al-Qarafi Al-Maliki, Anwar Al-Buruq Fi Anwa Al-Furuq [CD: Maktabah Syamilah], vol. 4, h. 277).

Dari pelbagai pendapat ulama yang telah disinggung di atas, dapat ditarik kesimpulan perihal hukum berdiri tatkala pembacaan mahallul qiyam berlangsung merupakan sesuatu yang dianggap baik (istihsan) dan dianjurkan bahkan hukumnya sunah. Karena berdiri saat prosesi pembacaan Maulid Nabi merupakan ekspresi atas rasa cinta dan sebagai bentuk pengagungan (tazhim) kepada Nabi Muhammad Saw. Wallahu alam bis shawab.

Oleh Zaeini Misbaahuddin

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru