32 C
Jakarta

BNPT Sebut Fanatik Partai Bisa Dimasuki Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalBNPT Sebut Fanatik Partai Bisa Dimasuki Radikalisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) meminta masyarakat yang tergabung dalam partai untuk tidak menganggap partainya paling benar atau fanatik.

Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris mengatakan kewaspadaan ini perlu dibentengi karena masuknya jaringan radikalisme dan teroris lewat partai, bisa mungkin terjadi.

Hal ini disampaikan Irfan saat Workshop Nasional “Malaysia-Indonesia in Countering Radicalism, Extrimism and Terrorism Through Digital Media”, di Kota Solo, Rabu (27/9/2023).

“Kalau mau berpartai hati-hati. Jangan satu simbol dikatakan paling benar. Karena teroris sudah tidak menggunakan simbol-simbol. Tidak ada kaitannya antara agama dan teroris. Itu dipaksakan,” kata Prof Irfan Idris.

Meksipun demikian, BNPT mengaku tidak mengurusi segala hal tentang partai. Akan tetapi ia mengajak masyarakat membanjiri dunia dengan narasi kearifan lokal yang mempersatukan, agar tidak mudah terpancing.

Ditambah lagi, media digital yang gampang menyalurkan informasi, memiliki peluang sangat besar ditunggui.

Di sisi lain, Idris menyebutkan ada beberapa pihak yang selalu membuat narasi perpecahan. Termasuk membuat narasi indah namun ternyata menghancurkan.

“Memang ada orang yang setiap hari kerjaannya membuat narasi-narasi yang indah dilihat dan dibaca. Tapi isinya berbahaya, tujuannya menghancurkan. Seolah-olah mempersatukan dan sesuai budaya tapi aslinya tidak,” imbuhnya.

Adanya tantangan pemecah persatuan saat ini tidak hanya secara nyata namun juga di dunia maya.

BACA JUGA  Aparat Diminta Waspadai Teror Lone Wolf Jelang Lebaran

“Dulu offline, sekarang online. Tidak mengenal dimensi waktu dan tempat. Kita harus memiliki katalisator persatuan,” tegasnya.

Pelaksana Harian (PLH) Kepala Sub-Direktorat Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Detasemen Khusus Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88), AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan, media digital berperan menjadi sarana penyebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme dengan berbagai tujuan.

Mulai dari rekrutmen, propaganda, pemecahan masyarakat, serta dukungan terhadap paham terorisme. Indikasi adanya pengaruh ini, bisa diidentifikasi melalui narasi-narasi yang bisa dilakukan dengan memahami konteks narasi yang disebarkan.

“Menganalisa apakah konten yang disebarkan memiliki potensi destruktif dan mengarah pada ajakan mengesampingkan Pancasila dan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia,” kata, AKBP Mayndra.

Paparan dan dampak dari sebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ranah digital mampu ditekan.

Sebab, dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun 2020 merilis adanya temuan 20.543 konten yang terindikasi sebagai konten yang bermuatan narasi radikalisme dan terorisme.

“Mengurangi eksposur, mengedukasi diri, mempromosikan pemahaman moderasi dan dialog, bijak bermedia sosial diantaranya menjaga privasi, saring sebelum sharing, dan melakukan kroscek kebenaran konten,” jelas Mayndra.

“Indikasi lain, mereka anti-Pancasila dan mendukung khilafah serta menganggap khilafah sebagai bentuk Pemerintahan yang ideal,” lanjutnya.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru