34.3 C
Jakarta

Berangus Tuduhan Islamofobia dalam Wacana Pemetaan Masjid

Artikel Trending

KhazanahPerspektifBerangus Tuduhan Islamofobia dalam Wacana Pemetaan Masjid
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pada Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri, Brigjen Umar Effendi mengungkapkan wacana pemetaan masjid radikal. Wacana tersebut ditolak oleh sejumlah kalangan dengan alasan terjadinya Islamofobia.

Padahal jika diteliti lebih jauh, Islamofobia justru akan terjadi jika dilakukan pembiaran pada masjid-masjid yang menjadi markas terorisme, sehingga mencoreng wajah Islam yang beraliran rahmatan lil alamin.

Mengutip ulasan dari Sumanto Al Qurtuby (Antropolog King Fahd University of Petroleum dan Minerals Arab Saudi), masjid yang dijadikan sebagai tempat mempolitisir isu untuk kepentingan kekuasaan atau pun politik, justru dapat menjadi alat hebat untuk menyebarkan hoaks, fitnah, propaganda, dan narasi pemecah belah. Dikatakan begitu, karena fungsi masjid sendiri sebagai sentral dari kajian agama.

Keputusan Rasulullah untuk terlebih dahulu membangun masjid saat pertama kali datang ke Madinah bukanlah tanpa alasan. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat pembinaan akhlak, ukhuwah, keilmuan, dan amal saleh lainnya. Masjid yang dinamai sebagai “Masjid Quba” menjadi fondasi kokoh dalam terbangunnya jiwa sahabat yang siap memimpin, menelurkan, serta mewariskan ajaran agama Islam rahmatan lil alamin.

Karena begitu pentingnya fungsi masjid, hingga terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Bazzar yang mennyeru kemuliaan bagi orang yang membangun masjid. “Barangsiapa yang membangun masjid dengan mengharap keridhaan Allah, niscaya Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.”

Hadis tersebut secara terang-terangan mendorong seseorang untuk membangun masjid sebagai tempat ibadah sekaligus peningkat kebajikan umat. Masjid digunakan sebagai penanda bahwa umat Islam telah berkembang dan siap untuk menyebarkan akhlak mulia.

Oleh karena itu, membiarkan masjid sebagai pusat penyebaran paham radikal sangatlah berbahaya. Selain alasan di atas, legitimasi kultural yang ada pada masjid juga akan sangat cepat memengaruhi masyarakat. Pandangan masyarakat akan menganggap masjid sebagai tempat yang sakral, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan masjid akan dianggap sebagai sesuatu yang positif.

Wacana Pemetaan Masjid Bukan Kali Pertama

Sebenarnya wacana pemetaan masjid, bukanlah pertama kali dilakukan. Jauh sebelum itu, terdapat sebuah survei dari Rumah Kebangsaan dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang mengonfirmasi sejumlah masjid di lingkungan kementerian dan BUMN yang terpapar paham radikal.

Penyebutan radikal dalam survei ini mengacu pada 3 level. Pertama, level radikalisme rendah, dengan pengertian melakukan persetujuan pada tindak intoleransi, namun melakukan pemakluman.

Kedua, radikalisme tingkat sedang, dengan pengertian melakukan persetujuan atas semua tindakan intoleran. Ketiga, radikalisme tingkat tinggi, dengan pengertian menyetujui pada tindakan intoleran, serta melakukan provokasi pada semua orang agar mau berlaku intoleran.

BACA JUGA  Zakat: Jembatan Solidaritas Umat Anti-Radikalisme

Sedangkan indikator pada survei ini adalah tema khutbah jum’at yang disampaikan. Dan dari 100 masjid yang diteliti, terdapat 41 masjid yang dapat digolongkan dalam 3 level radikalisme. Terdapat 7 masjid yang tergolong dalam level radikalisme tingkat rendah. 14 masjid tergolong dalam level radikalisme tingkat sedang. Sisanya, 17 masjid berada dalam level radikalisme tingkat tinggi.

Hasil survei ini seolah memaparkan fakta baru bahwa potensi masjid sebagai sarang radikalisme sangatlah besar. Meminjam pernyataan dari Direktur Rumah Kebangsaan, Erika Widyaningsih yang menyarankan akan perlunya pengetatan pengawasan di rumah ibadah. Sehingga peluang terjadinya terorisme dari rumah ibadah juga ikut mengecil.

Memberangus Tuduhan Islamofobia

Untuk membunuh tuduhan Islamofobia kita bisa meniru apa yang dilakukan oleh Rasulullah untuk menghapus Islamofobia di masanya. Kunci untuk menyingkirkan adanya Islamfobia ada pada rasa cinta dan keikhlasan.

Pada masa awal dakwah, meskipun Rasulullah dihina, dicaci, bahkan diperlakukan tidak manusiawi, beliau tetap teguh dan yakin akan keberhasilan dakwahnya. Beliau mengikhlaskan semua tindakan jahat yang dilakukan masyarakat pada dirinya dan umat Islam, kemudian mengharapkan suatu saat nanti mereka akan masuk Islam.

Fungsi Islam rahmah bukan hanya diwujudkan melalui tuntutan saja, namun harus bisa diaplikasikan melalui serangkaian perbuatan kepada lingkup sosial, sehingga semua orang yakin akan kebenaran Islam sebagai berkah yang diturunkan oleh Allah swt.

Di sisi lain, fungsi masjid sebagai tempat ibadah umat Islam, juga bisa diaplikasikan dalam bentuk kegiatan sosial. Misalnya dengan melakukan penggalangan dana untuk membantu warga sekitar atau pun membuat suatu acara yang juga memberikan manfaat kepada semua kalangan.

Dengan adanya perlakuan seperti itu, masjid dalam perspektif masyarakat menjadi sangat positif. Selain menjadi tempat ibadah, masjid juga berfungsi melindungi semua pemeluk agama. Pada akhirnya, maksud akhir dari Islam adalah menyajikan perdamaian kepada semua orang, meskipun berbeda keyakinan.

Islam berada dalam puncak tertinggi apabila mampu mengemban amanah untuk melindungi semua manusia, bukan saja umatnya. Maka gelar rahmatan lil alamin akan menjadi nyata.

Dalam kasus tuduhan Islamofobia yang terus menerus disuarakan kelompok radikal, bisa dilakukan melalui narasi yang mencerdaskan dan menyejukkan. Narasi yang tidak hanya menjelaskan tentang program kerja dari pemetaan masjid, namun juga menggambarkan akan cara umat muslim menghadapi suatu permasalahan.

Narasi seperti ini menjadi penting dilakukan, apalagi di era digital yang dapat menyebarkan informasi secara luas dan cepat, maka tugas penyebaran informasi penyejuk menjadi hal wajib yang harus dilakukan.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru