27.2 C
Jakarta

Benarkah Kencing Anak Bayi Laki-laki Tidak Najis?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBenarkah Kencing Anak Bayi Laki-laki Tidak Najis?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Banyak sekali hadits yang menerangkan tentang kencing anak bayi laki-laki disucikan dengan diperciki air, sedangkan kencing anak bayi perempuan disucikan dengan dicuci’. Contohnya adalah riwayat dari Imam Muslim,

قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ أَخْبَرَتْنِي أَنَّ ابْنَهَا ذَاكَ بَالَ فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ عَلَى ثَوْبِهِ وَلَمْ يَغْسِلْهُ غَسْلًا

Ubaidullah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ummu Qais radhiyallahu ‘anha telah mengabarkan kepadaku, bahwa dia pernah datang kepada Rasulullah ﷺ dengan membawa putranya yang belum makan makanan. Ummu Qais kemudian mengabarkan kepadaku bahwa bayinya kencing dipangkuan Rasulullah ﷺ, beliau lalu meminta air seraya memercikkannya pada bajunya, dan tidak mencucinya”.

Kemudian hadits yang paling masyhur,

بَوْلُ الْغُلَامِ يُنْضَحُ وَبَوْلُ الْجَارِيَةِ يُغْسَل

“Kencing bayi laki-laki (cukup) dengan dipeeciki air, sedangkan kencing anak perempuan harus dicuci”.

Imam an-Nawawi dalam syarah shahih muslim menjelaskan,

واعْلَمْ أنَّ هَذا الخِلافَ إنَّما هو فى كيفية تطهير الشئ الَّذِي بال عَلَيْهِ الصَّبِيُّ ولا خِلاف فِي نَجاسَتِهِ وقَدْ نَقَلَ بَعْضُ أصْحابِنا إجْماعَ العُلَماءِ عَلى نَجاسَةِ بَوْلِ الصَّبِيِّ وأنَّهُ لَمْ يُخالِف فِيهِ إلّا داوُد الظّاهِرِي

“Ketauhilah, sesungguhnya terdapat khilaf (perbedaan pendapat) dalam tata cara penyucian air kencing anak bayi laki-laki, dan tidak terdapat khilaf (perbedaan pendapat) didalam kenajisannya. Kami menukil pendapat sebagian sahabat kami (ulama Syafi’iyah) tentang adanya ijma’ para ulama akan kenajisan kencing bayi laki-laki. Para ulama tidak berselisih pendapat dalam hal ini kecuali Imam Daud azh-Zhahiri.”

Jadi sampai sini dapat kita pahami, bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa kencing anak bayi laki-laki yang belum mengkonsumsi apapun selain asi hukumnya najis. Hanya saja dalam madzhab Syafi’i, madzhab yang menjadi mayoritas di Indonesia kencing anak bayi laki-laki termasuk dalam najis mukhaffah, najis yg ringan dalam penyuciannya. Hanya dengan diperciki air, seketika itu pula tempat yg terkena kencing bayi menjadi suci kembali. Sebagaimana penjelasannya Imam an-Nawawi dalam kitabnya Majmu’ syarh al-Muhadzab,

في بول الصبي والصبية اللذين لم يأكلا غير اللبن من الطعام للتغذي ثلاثة أوجه الصحيح أنه يجب غسل بول الجارية ويجزئ النضح في بول الصبي

BACA JUGA  Tidak Puasa Saat Ramadhan, Dahulukan Mana Qodho Puasa Ramadhan Atau Puasa Syawal?

“Terkait kencing bayi laki-laki dan perempuan yang belum mengkonsumsi makanan kecuali asi ada tiga pendapat. Sesungguhnya yang benar adalah bahwa kencing bayi perempuan harus dicuci dan kencing bayi laki-laki boleh diperciki air.”

Dan juga pendapat ini diikuti oleh madzhab hanabilah, sebagaimana keterangan dalam kitab al-Inshaf fi Ma’rifati ar-Rojih min al-Khilaf karangan Imam al-Mardawi

ويُجْزِئُ في بَوْلِ الغُلامِ الذي لم يأكُل الطَّعام النَّضْح. وهذا بلا نِزاع، وظاهرُ كلامِه أنّه نَجس، وهو صحيحٌ، وهو المذهبُ، وعليه الأصحابُ

“Dan boleh kencing bayi laki-laki yang belum mengkonsumsi makanan (disucikan) dengan cara diperciki. Dan tidak ada perdebatan mengenai hal ini. Dan (tentang hukumnya), kata tersebut menunjukkan bahwa hukumnya adalah najis. Dan inilah yang pendapat yang benar, seperti dalam madzhab Hambali, begitu juga tokoh-tokoh dalam madzhab ini”.

Sedangkan dalam madzhab Hanafiah dan Malikiyah cara penyuciannya harus dengan dicuci. Sebagaimana keterangan berikut.

Dari kalangan Hanabilah, sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Ikhtiyar li ta’lil Mukhtar karangan Imam ibnu Maudud al-Mawshili,

(و) كَذَلِكَ بَوْلُ (الصَّغِيرِ والصَّغِيرَةِ أكَلا أوْ لا) لِما رَوَيْنا مِن غَيْرِ فَصْلٍ، وما رُوِيَ مِن نَضْحِ بَوْلِ الصَّبِيِّ إذا لَمْ يَأْكُلْ، فالنَّضْحُ يُذْكَرُ بِمَعْنى الغَسْلِ.

“Dan begitu pula air kencing anak bayi laki-laki dan perempuan yang sudah makan ataupun belum, sebagaimana yang kami riwayatkan pada selain fasal ini, dan apa yang diriwayatkan dari (cukup) memercikan air kencing anak bayi laki-laki apabila belum makan. Maka kata nadhhu yang dijelaskan (dalam hadits itu) bermakna cucilah”.

Dari kalangan Malikiyah, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mawahib al-Jalil fi syarh Mukhtashar Khalil karangan aImam Muhammad al-Hattab al-Ru’yani,

يُغْسَلُ قَلِيلُ البَوْلِ وكَثِيرُهُ، وبَوْلُ الغُلامِ والجارِيَةِ سَواءٌ، ويُغْسَلُ وإنْ لَمْ يَأْكُلا الطَّعامَ.

“Kencing harus dicuci baik sedikit ataupun banyak, dan kencing bayi laki-laki ataupun perempuan itu sama. (Harus) dicuci jika belum mengkonsumsi makanan.”

Syahsah Prabaswara Syarbini

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru