32 C
Jakarta

Barbarisme FPI Pasca-Uzlah Sang Imam Besar

Artikel Trending

Milenial IslamBarbarisme FPI Pasca-Uzlah Sang Imam Besar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam tulisannya, Rizieq Shihab Ditangkap, Rijikers Mau Apa?, Agus Wedi dengan yakin mengatakan, bahwa ditahannya Imam Besar FPI, tidak akan menyurutkan perjuangan FPI itu sendiri. Kata Agus, di luar sel, pengikut Habib Rizieq akan semakin kukuh dengan klaim kebenarannya, semakin militan, bahkan semakin berbahaya. Dengan menganalogikan Abu Bakar Baasyir, pemimpin teroris Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Agus bilang begini:

Saya tidak akan memberikan seabrek teori sebagaimana kasus Rizieq Shihab. Tapi, lihatlah fenomena Abu Bakar Baasyir. Terbukti Abu Bakar Baasyir dan simpatisannya, mereka, masih bisa merencakan berbagai strategi untuk menegakkan paham daarul Islamnya… Ketika Abu Bakar Baasyir bilang “laksanakan”, Indonesia bergolak. Gemburan radikalisme kembali mewarnai Indonesia. Modus, pola, dan dampak yang muncul darinya mengacaukan harmonisnya kehidupan agama, sosial dan politik Tanah Air Indonesia.

Ada garis-garis besar yang patut kita catat dari gagasan Agus. Pertama, ia mendudukkan Imam Besar FPI dengan tokoh teroris. Kedua, Agus menganggap FPI memiliki ideologi “anti-NKRI”—setali tiga uang dengan organisasi teroris. Menarik dicatat, gagasan tersebut lahir di hari yang sama dengan kiriman surat sang Imam Besar dari balik jeruji kepada keluarganya. Tetapi, Agus sama sekali tidak menyinggungnya. Lalu apa hubungannya dengan surat dari penjara itu?

Jelas: nasib FPI. Polisi boleh saja sesumbar karena berhasil memenjarakan Imam Besar FPI, tapi yang terang, itu bukan akhir. Melalui sel, Habib Rizieq tengah menyusun imej bahwa dirinya bukan pengecut yang lari dari hukum, sebagaimana dituduhkan musuh-musuhnya. Melalui penjara, ia hendak menunjukkan kepada pengikutnya, rezim saat ini memang memusuhi ulama dan umat Islam. Ingat, kuncinya adalah Habib Rizieq sendiri. Bukan ideologi.

Dengan kata lain, jika Agus mengkhawatirkan Habib Rizieq akan mengontrol melalui tahanan sebagaimana yang Baasyir lakukan, para pengikutnya akan dengan mudah membantah bahwa FPI tidak memiliki ideologi berbahaya. Ia bukan HTI, apalagi JAD, MMI, atau JI. Gagasan FPI dan Imam Besar bukan khilafah, melainkan NKRI Bersyariah. Mereka tetap ber-Pancasila. Hanya yang mereka tambahkan adalah supremasi Islam dari agama-agama selainnya.

FPI Memang Bukan JI, Tapi Nyaris!

Dengan mudahnya bantahan terhadap argumen kekhawatiran Agus, maka telaah kembali menjadi krusial. Kita harus dudukkan persoalannya bahwa FPI memang bukan organisasi teroris, dan Imam Besar mereka tak seperti Baasyir. Bahwa FPI bertindak radikal, adalah benar. Tetapi, kebarbaran FPI selama ini, terutama setelah penahanan Habib Rizieq, bukan pengejawantahan ‘justifikasi ideologi’, melainkan ‘taktik dendam’ karena perlakuan terhadap Imam Besar mereka.

Jika sampai ada yang bertindak anarkis dan teror, penyebabnya adalah memuncaknya dendam tadi. Jadi, aktor sentralnya adalah kehabiban Rizieq Shihab, bukan ideologi yang dianutnya. Dendam tadi menjadi aksi barbar yang meresahkan, sehingga sementara kalangan yakin bahwa ditahannya Imam Besar tidak berarti kekalahan FPI. Baik Baasyir maupun Rizieq itu berbahaya di kolongnya masing-masing: Baasyir dengan ideologi terornya, sementara Rizieq dengan simbol kehabiban di kalangan pengikutnya.

Karenanya, sekalipun FPI berbeda dengan organisasi teroris, secara praktis ia bisa jadi lebih barbar, jika sampai sesuatu yang buruk terjadi kepada Imam Besar mereka. Radikal karena sakralisasi tokoh berpotensi lebih riskan ketimbang radikal karena ideologi, meski ketahanan ideologis relatif lebih lama. Kita telah melihat kengerian teroris ketika beraksi, tetapi bukankah intimidasi personal juga tidak kalah menakutkan?

BACA JUGA  Propaganda Jihad sebagai Jalan Manipulasi Umat Islam

Barbarisme FPI ditandai dengan merebaknya ancaman. Mahfud MD diancam akan digorok, disembelih, dan rumah ibunya akan dibakar jika Imam Besar FPI dipenjara. Sekalipun mudah diredam, pelakunya mudah diringkus, kita tidak bisa menegasikan fakta bahwa itu menakutkan. Kita bukan Menko Polhukam yang punya pasukan. Andai kita yang terancam disembelih oleh mereka, sekalipun itu gertakan belaka, siapa tidak merasa takut?

Jadi jika ada yang interupsi dengan tulisan Agus, lantaran FPI tak sama dengan JI, dan Rizieq Shihab bukan Baasyir, kita bisa memberikan argumentasi tambahan bahwa keduanya sama-sama berbahaya. Bahkan, tak seperti Baasyir, Habib Rizieq tidak perlu ‘me-remote’ pengikutnya. Mereka akan barbar sendiri jika Imam Besar mereka terancam. Sekali lagi karena ini bukan doktrin ideologi, melainkan residu pengultusan. Memang tak seperti JI, tetapi nyaris!

Penjara Tempat Uzlah Imam Besar

…Tetap semangat REVOLUSI AKHLAQ…

…Dari tempat UZLAH…

Demikian bagian akhir surat Imam Besar FPI yang menghebohkan publik, Senin (14/12) kemarin. Beredar pula foto dirinya saat diborgol dan sengaja mengangkat tangannya ke atas. Beredar pula fotonya di sel, duduk seorang diri. Semua itu adalah gaya komunikasi. Seperti dikatakan sebelumnya, ia tengah membangun imej. Sekeluarnya nanti dari penjara, pengikutnya akan bertambah berkali-lipat. Bukankah pengikutnya setelah pulang dari Arab Saudi semakin banyak dari sebelum ia mengasingkan diri?

Kita boleh saja menganggap kata-kata kasarnya sebagai tak beretika. Bagi pengikutnya, itu adalah simbol ketegasan Islam. Kita boleh saja menganggap ia kabur ke Arab Saudi. Bagi pengikutnya, ia sedang berkunjung ke Negara kakeknya, yaitu Rasulullah, menghindari fitnah di kota zalim seperti Indonesia. Dipenjara, kita anggap itu akibat perbuatannya. Bagi pengikutnya, seperti juga ditegaskan sendiri, ia sedang uzlah. Demikian, kita tidak sedang berperang melawan ideologi, melainkan pengultusan.

FPI masih sepakat dengan NKRI. Tetapi NKRI yang mereka inginkan ialah NKRI yang memosisikan Islam sebagai yang paling superior. Tak boleh ada keterlibatan non-Muslim di wilayah strategis. Artinya secara ideologi, mereka sepakat Pancasila. Hanya saja dalam praktiknya justru mencederai Pancasila itu sendiri. Jika Imam Besar mereka mendapat posisi yang baik di pemerintahan, mereka akan diam. Barbarisme hari ini karena justru sang Imam Besar diperlakukan sebaliknya.

Sang Imam Besar menulis suratnya dengan huruf kapital, yang artinya ia tidak gentar dengan hambatan apapun, sekalipun dirinya tengah mendekam di penjara. Oknum FPI akan terus terlibat kasus intimidasi, teror, dan kebarbaran lainnya. Itu akan berlangsung selama sang Imam Besar uzlah. Lalu bagaimana pasca-uzlahnya sang Imam Besar, apakah barbarisme itu akan berhenti?

Tidak juga. Bahkan, mungkin mereka semakin banyak jumlah karena menganggap Habib Rizieq sebagai pahlawan melawan kezaliman. Tetapi, kita tunggu saja sang Imam Besar turun dari tempat uzlahnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru