34.3 C
Jakarta

Arti Persaudaraan saat Mereka Saling Mengkafirkan

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanArti Persaudaraan saat Mereka Saling Mengkafirkan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sesaat azan magrib dikumandangkan, saya baru saja turun dari motor yang dikemudi oleh driver ojek online. Saya turun persis di depan IndoMart Perumahan Permata Pamulang. Saya mengedarkan pandangan. Kanan-kiri, depan-belakang. Sayang, saya belum melihat kubah masjid. Saya pengin shalat, tapi tempat shalat di mana?, bisik batin saya.

Seorang lelaki remaja keluar dari IndoMart seraya menenteng plastik yang berisi barang belanjaan. Perhatiannya terpusat pada motor miliknya yang tak jauh dari tempat saya berdiri. Saya melontarkan sebuah pertanyaan, “Tahu masjid deket sini, Mas?”

Mendengar pertanyaan ini, lelaki itu mengerti saya pengin shalat. Sambil plastik yang ditentengnya digantungkan di motornya persis di bawah setir, dia balas pertanyaanku dengan kalimat, “Yuk, aku antar.”

Tawaran lelaki itu bikin aku bertanya kedua kali, “Masjidnya memang jauh ya?”

“Tidak juga sih.”

“Oh.” Saya berdesis dan bertanya lagi sebab penasaran, “Mas, mau shalat juga?”

Dia menggelengkan kepala dan berkata cukup singkat, “Tidak.”

Motor itu dinyalakan dan kita bersama menuju ke masjid, entah di mana. Saya cukup percaya, lelaki ini orang baik. Terpancar dari raut wajahnya keikhlasan mengantarkan orang yang hendak shalat.

Di tengah perjalanan, lelaki itu berceloteh, masjid yang sedang dituju tidak jauh. Mungkin sekitar lima menit. Benar, tak lama alunan suara imam shalat semakin dekat, semakin jelas. Kubah masjid mulai terlihat. “Ini masjidnya,” katanya.

Di depan pintu masuk masjid, saya turun dari motor. Sesaat saya bilang terima kasih, lelaki itu memutar setir dan menghilang di sebuah belokan jalan. Hati kecil saya bertanya penasaran, “Siapakah dia? Aku tidak peduli, agamanya apa. Bila dia bukan muslim, aku tetap senang bertemu seperti orang itu, meski belum sempat berkenalan lebih lama. Dia sudah menjadi manusia yang melihat kebutuhan saudaranya seakan kebutuhan dirinya.”

BACA JUGA  Mengulik Model Lebaran Ketupat di Madura

Sambil masuk ke dalam masjid, saya terus membayangkan kebaikan lelaki itu. Saya mulai menyadari bahwa kebaikan tidak hanya diperbuat kepada saudara seiman, tetapi juga saudara sekemanusiaan. Persaudaraan tidak akan membedakan satu dengan yang lain karena perbedaan status dan fisik. Persaudaraan selalu menyatukan rasa suka dan duka, karena semua manusia, laki-laki dan perempuan, memiliki posisi setara, baik di mata manusia maupun di sisi Tuhan.

Memperjuangkan nilai persaudaraan dapat membimbing seseorang melangkah penuh optimisme. Segala kesalahan yang diperbuat seseorang adalah sebuah kewajaran, karena semua manusia juga pernah salah. Seseorang akan selalu optimis bahwa setelah siang pasti ada malam, setelah sedih pasti ada bahagia, bahkan setelah salah pasti ada benar. Tidak perlu menghakimi orang lain karena mereka berbeda pemahaman dan keyakinan. Cukuplah Tuhan Dzat yang dapat mengetahui siapa yang paling baik di antara makhluk-Nya.

Lelaki itu dengan kebaikannya telah mengajarkan saya berbuat seperti yang ia perbuat. Saya terus berharap, semoga hati ini tidak kotor karena sikap yang takabur, merasa paling benar, gemar mengkafirkan, bahkan menyesatkan. Enyahkan keangkuhan ini yang dapat membutakan mata ini melihat kebaikan orang lain. Lindungi diri ini dari sikap riya’ sehingga merasa kurang afdhal bila tidak mengagungkan diri sendiri dan tidak menyesatkan orang lain. Hadana Allah wa iyyakum ajma’in. Hanya Allah yang dapat memberi petunjuk kepada kami dan kamu semua.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru