28.2 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXV)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XXV)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

 VISA DAN AIR MATA

Sinar matahari seakan berusaha menelisik tenda lusuh dan kotor di mana tubuh kurus Senad tergeletak. Ia seakan tidak rela melihat penderitaan hamba Allah yang saleh itu sendirian. Cahayanya memantul-mantul di muka Senad, seakan ingin membangunkan Senad dari pingsannya. Namun tubuh Senad tetap terbujur diam tak berdaya. Angin pagi berhembus-hembus membawa debu-debu pasir gurun yang kotor dan menaburkannya ke segala penjuru.

Hari makin siang, tiada satu pun orang yang mengetahui kondisi Senad saat itu, hanya beberapa sms saja yang masuk ke nomer Senad, + 962-77-9887810 dan menanyakan,” Sudah sampai di manakah Senad?” Tak ada telephone dari duta besar Bosnia di Riyadh atau dubes Arab Saudi di Amman.

Sementara jauh di Banovici sana, Aqueena, isteri Senad, sudah berbulan-bulan menjalani kehidupan tanpa suami dengan dibayangi perasaan kuatir dan takut sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya. Setiap hari ia berdoa kepada Allah agar menjaga suaminya. Segala kesulitan dan penderitaan suaminya selama dalam perjalanan sudah cukup menguras air mata dan membuat hatinya sedih. Ditambah lagi dengan ujian berat yang dialami suaminya selama berbulan-bulan berada di perbatasan Arab Saudi yang membuat dia shock, sedih, dan sering menangis. Ingin rasanya dia menyusul suaminya dan menemani suaminya selama berjuang untuk mendapatkan visa Arab Saudi. Tapi apalah daya, semua itu tidak mungkin untuk bisa ia lakukan.

Sejak kemarin sore sms-sms yang ia kirim ke suaminya tidak mendapatkan balasan. Ia berkali-kali mencoba menelphone suaminya pun juga tidak bisa masuk, selalu mail box. Perasaan Aqueena makin tidak menentu. Ia malas makan. Tidak bisa tidur dan tidak bisa menjalankan aktifitas sehari-hari dengan normal karena pikirannya tidak bisa konsentrasi. Ia mondar-mandir tidak menentu di dalam rumahnya. Hatinya begitu gelisah,”Apa yang terjadi padamu abi, ya Allah.” Ucapnya pelan. “Berilah aku kabar abi,” instingnya sebagai isteri seakan bisa membaca apa yang dialami oleh suaminya bahwa sedang terjadi sesuatu yang kurang baik menimpa suaminya.

Ia mencoba untuk menenangkan diri dengan mengambil air wudhu dan menunaikan shalat duha. Kemudian, perempuan yang berhati sejuk dan penyabar ini sudah tenggelam dalam intimasi bersama robb-nya. Wajah cantiknya begitu qudus dalam balutan mukenah putih. Ia seumpama seorang bidadari yang sedang bertasbih memuji kebesaran Allah di dunia ini.

Usai menunaikan ibadah shalat, Aqueena berzikir dan membaca al-Qur’an untuk kemudian berdoa kepada Allah untuk keselamatan suaminya. Sudah hampir jam 9.00 masih tidak ada kabar juga dari Senad. Aqueena sudah tidak kuasa lagi menahan berbagaimacam kerisauannya. Anak-anak Aqueena pun hanya terdiam di dalam kamar. Mereka memikirkan abinya sepanjang waktu dan sering dengan mata sembap mereka menanyakan ke uminya berkali-kali dalam sehari. Terkadang mereka menangis bersama ketika rasa rindu terhadap abinya menguasai. Sungguh ujian kesabaran yang begitu berat bagi mereka.

Aqueena masih duduk mematung di ruangan tamu, matanya memandang jauh entah kemana. Sementara pikirannya terbang ribuan mil berusaha untuk menemukan sosok suaminya. Apakah dia baik-baik saja? Di manakah kini dia sekarang? Kenapa hand phonenya mati? Kenapa tidak memberikan kabar sama sekali? Berbaris pertanyaan memenuhi pikirannya tanpa ada jawaban satu pun. Hati Aqueena makin tidak menentu. Ia takut suaminya sedang sakit, atau ia sudah meninggal? Tidak! Berilah ia umur yang panjang ya Allah. Berilah ia keselamatan.

“Abi….abi… Abi di mana?” Mata Aqueena sudah menghangat. Air mata sudah menggenangi pelupuk matanya. Untuk kemudian ia menangis tersedu-sedu. Tangisannya memilukan dan menyayat hati. Sebuah tangisan dari seorang wanita salehah yang begitu mencintai suami dan robb-nya. Air mata menetes membasahi pipinya. Ia biarkan dirinya larut dalam tangisan panjang yang memilukan. Bagi Aqueena ini adalah cara untuk sedikit meringankan beban pikiran dan kesedihannya selama ini.

“Sudah ada kabar dari abi, umi?” soal anaknya. Aqueena hanya terdiam. Ia tak mampu menjawab apa-apa selain menggelengkan kepalanya. Rupanya anak-anak merasakan kesedihan dan kekuatiran yang sama dengan dirinya. Ia memeluk anak-anaknya dan mereka menangis bersama. Menangisi abinya yang sampai detik ini tidak ada kabar dan beritanya apakah masih hidup ataukah ia telah tiada.

                                                                       ***

Mata laki-laki itu mengerjap-ngerjap. Perlahan-lahan ia membuka bola matanya. Hari ternyata sudah siang. Laki-laki kurus yang tak lain adalah Senad itu mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Pingsan. Yah ia baru ingat bahwa dirinya pingsan sejak semalam. Ia memegang keningnya, sudah tidak terlalu panas seperti kemarin. Pening di kepalanya pun sedikit berkurang. Ia merasakan kesehatannya makin membaik.

Ia menghidupkan hand phone, banyak sekali sms dan panggilan tak terjawab yang masuk. Satu persatu dibacanya pesan di hand phone itu dan tiba-tiba ada panggilan masuk dari Kedubes Arab Saudi. Hati Senad tiba-tiba berdebar-debar, seperti akan menerima panggilan dari orang yang paling ia sayangi.

“Hallo, Asalamu’alaikum,” ucapnya dengan suara lemah. Dari seberang sana terdengar Fahd el Zeid berbicara menyampaikan informasi terkini berkaitan masalah visa Senad. Atas nama kerajaan Arab Saudi, ia meminta maaf atas keterlambatan merespon aplikasi visa Senad, dan yang paling membahagiakan Senad adalah Fahd menyampaikan bahwa visa Senad sudah keluar dan Senad diperbolehkan untuk memasuki Arab Saudi.

Senad tak kuasa menahan sensasi kebahagiaan yang bergejolak di dalam hatinya, ia ingin secepatnya menyudahi pembicaraan bersama Fahd, dan secepatnya bersimpuh di hadapan Allah mensyukuri semua karunia dan nikmat yang selama ini diberikanNya. Usai Fahd menyampaikan semua berita itu, Senad mengucapkan terimakasih dengan kalimat terbata-bata. Air mata berlinangan membasahi pipinya. Senad menangis seseggukan karena bahagia.

Semua kesedihan, rasa capek, lelah, dan berbagai penderitaan selama ia berada di perbatasan seakan sirna sudah. Semuanya hilang diganti dengan kebahagiaan karena mendapatkan visa haji, ia langsung bersujud di hadapan Allah SWT sambil menangis. Lama sekali ia bersujud dengan tangis yang mengundang rasa bahagia seluruh mahluk Allah di langit dan bumi. Tangis seorang hamba Allah yang senantiasa pecah karena Allah.

Tempat sujud Senad sampai basah dengan air mata. Usai puas menumpahkan semua kebahagiaannya di hadapan Allah. Ia buru-buru menelphone Aqueena isterinya. Mendengar hand phone-nya berbunyi Aqueena buru-buru menyambar hand phonenya, “Abi!” pekiknya kegirangan. Aqueena serasa diselimuti kebahagiaan dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Dunia serasa begitu benderang memberikan ruang-ruang indah di segala arah.  Tak kuasa Aqueena menahan kebahagiaan itu sampai tangisnya pun pecah. Air mata berderai-derai menuruni pipinya, menggambarkan betapa bahagianya ia.

Usai menelphone isterinya, dengan langkah terhuyung-huyung karena badanya masih lemah, Senad keluar dari tendanya dan mendatangi orang-orang miskin yang ada di sekitar gurun pasir tak jauh dari tempat ia tidur. Dirogohnya uang pecahan dolar di kantongnya yang semua berjumlah  $20 dan dibagikannya semua uang itu kepada orang-orang miskin tanpa ada sisa satu sen pun untuk dirinya. Ia begitu bahagia. Bahagia sekali dengan karunia Allah kepada dirinya. ***

Ikuti penulis di:

Wattpad:birulaut_78

Instagram: mujahidin_nur

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru