27.9 C
Jakarta
Array

Tingkatan Warak

Artikel Trending

Tingkatan Warak
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menurut asal maknanya kata warak berarti menahan dan menggenggam. Orang dikatakan warak saat ia mampu menahan diri dari hal yang tak layak. Al-Jurjani mendefinisikan warak dengan menghindari hal yang syubhat karena khawatir masuk dalam keharaman. Ada juga yang mengartikan warak dengan menjaga diri dari segala larangan Allah swt baik itu haram, makruh, syubhat hingga mubah. Kata warak ini sudah dibakukan ke dalam bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan warak dengan patuh dan taat kepada Allah swt. Sehingga warak merupakan salah satu usaha untuk menjadi hamba yang taat dan dekat dengan-Nya.

Seseorang yang mampu bersikap warak berarti dia mampu meninggalkan hal-hal yang meragukan bagi hatinya. Karena syubhat adalah hal yang tak jelas halal-haramnya. Ketika itu dia mampu menepis segala cela yang akan menghinggap pada dirinya. Meskipun dia harus menahan hal yang lebih memberatkan bagi diri dan jiwanya.

Adanya warak untuk menjaga kebersihan jiwa agar hati selalu hidup. Sehingga semua tindakan, ucapan, pemikirannya menjadi bersih dari segala dosa. Agama dan kehormatannya akan terbebaskan dengan bersikap warak. Sebagaimana disebutkan secara jelas oleh Baginda Nabi Besar Muhammad saw;

فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ

Orang yang menjaga dari hal-hal syubhat, ia telah membebaskan (dirinya) untuk (kebersihan) agama dan kehormatannya. HR. Muslim

Menurut al-Ghazali dalam master piece-nya, warak ada empat tingkatan:

Pertama warak adil yakni menjauhi segala sesuatu yang jelas-jelas haram. Orang yang menjauhi hal yang haram dan kemaksiatan ia disebut adil. Sebab ia mampu menempatkan perintah dan larangan sesuai pada tempatnya. Sebaliknya jika ia masih doyan haram dan maksiat berarti dia masih fasik.

Kedua warak saleh yaitu menjauhi segala sesuatu yang syubhat (tidak jelas kehalalan dan keharamannya). Tingkatan ini lebih berat. Karena kekhawatirannya tidak salah menempatkan halal dan haramnya sesuatu, ia rela meninggalkan yang belum jelas status halal-haramnya. Misalnya seseorang mendapat bingkisan dari penguasa, sementara status pemberiannya belum jelas, hadiah atau sedekah, atau gratifikasi atau sogokan dll.

Ketiga warak takwa yakni sebagaimana sabda Nabi saw, Seorang hamba tidak sampai tingkatan orang bertakwa hingga ia bisa meninggalkan sesuatu yang tidak bermasalah karena khawatir ada masalah. Contoh sederhananya adalah masalah makanan daging yang harus disembelih dari orang lain. Karena kekhawatiran dan kehati-hatian ia menghindarinya kecuali yang ia sembelih sendiri. Meskipun daging orang lain itu sudah pasti kehalalannya.

Keempat warak shidiqin yakni mengindari segala sesuatu yang diinginkan bukan karena Allah swt. Ini adalah tingkatan tertinggi yang hanya bisa dicapau oleh para kekasih yang dekat dengan Allah swt.

Wallahu Aʻlam

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru