28.4 C
Jakarta
Array

5700 KM Menuju Surga (Bagian XIV)

Artikel Trending

5700 KM Menuju Surga (Bagian XIV)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

DARI ANATOLIA AKU MEMBAWA CINTA

Rabu, 28 maret 2012 Senad berjalan ke kota Kizilcahamam, kota yang merupakan salah satu distrik dari Ankara yang berada sebuah wilayah yang berada di Anatolia. Panjangnya perjalanan yang harus dilewati di wilayah ini menurut perkiraan Senad sepanjang 64 KM.

Saat itu suhu udara mencapai -10 derajat celcius dan tinggi salju di pegunungan mencapai 2 meter. Tidak banyak yang diketahui oleh Senad mengenai Anatolia, selain di sana terdapat puasara seorang pujangga agung, Maulana Jalaludin Arrumi yang karya-karyanya memengaruhi kesusasteraan Barat baik di masa Goethe atau pun Dante. Di samping tenunan karpet sutera yang begitu cantik dan dikenal di mana-mana. Wajarlah apabila Anatolia disimbolkan sebagai kota yang dipenuhi dengan cinta dan keindahan.

Sebagian besar wilayah Kizilcahaman merupakan hutan dan pegunungan yang menjadi pembatas antara kota mistis ini dengan laut hitam (black sea). Kota yang menurut sensus penduduk tahun 2010 mempunyai penghuni sebanyak 52.253 jiwa dan 40 persen penduduknya memadati Kizilchamam. Selebihya tersebar di berbawagai wilayah di daerah tersebut.

Dalam perjalanan melewati salah satu pegunungan di daerah Kizilchamam Senad bertemu dengan sekumpulan militer yang sedang melakukan patroli di pegunungan Turki. Mereka heran melihat orang Bosnia berjalan sendirian dalam cuaca esktrim seperti ini. Mereka berpikir bahwa apa yang dilakukan Senad melewati pegunungan bukanlah sebuah keputusan yang bijak untuk diri sendiri dan keselamatannya. Mereka tidak mengetahui bahwa laki-laki Bosnia yang sedang menembus gunung dengan melewati es yang membeku di sepanjang jalan adalah Senad Hadzic, sang pejalan kaki menuju NUR ILAHI. ***

LIHATLAH NENA SUDAH BANGUN DARI RANJANG

Senja sudah mulai memeluk Turki, dan lampu-lampu penerangan di jalan-jalan kota sudah mulai menyala satu persatu. Di sebuah kota, Senad bertemu dengan seorang kakek-kakek yang menunggunya di pinggiran jalan yang akan ia lalui, kakek itu adalah orang Sandzak, Serbia, yang sudah pernah menunaikan ibadah haji. Ia ingin sekali menghormati dan memuliakan Senad dengan memberikannya tempat istirahat dan makan.

Kakek yang belakangan diketahui bernama Makrim Abdullah itu seakan begitu merindukan kehadiran Senad, ketika Senad melewati jalan yang tidak begitu jauh dari rumahnya, ia berjalan menghampiri Senad. Usai memeluk dan menyalami Senad, ia membawa Senad menuju rumahnya untuk beristirahat. Di ruangan tamu Makrim, Senad dan kakek itu berangkulan seumpama anak dan bapaknya yang sudah lama tak bersua. Begitu perhatian dan sayang kakek tersebut kepada Senad sehingga segala keperluan Senad sekecil apa pun berusaha ia layani di tengah kondisi isterinya yang sedang terbaring lemah karena sakit.

 Di tengah-tengah pembicaraan mereka, kakek itu bercerita kepada Senad bahwa isterinya, Nena yang berusia 80 tahun sedang sakit dan hanya bisa berbaring di ranjang. Berbagai upaya medis sudah dilakukan untuk menyembuhkan Nena, namun sampai saat ini Nena masih juga belum diberikan kesembuhan. Ucap kakek itu sambil menahan kesedihan. Matanya mulai berkaca-kaca menceritakan kondisi isterinya.

Senad tidak kuasa mendengar cerita Makrim Abdullah, kakek nan tulus dan lembut itu, sesudah kakek itu selesai bercerita kepada dirinya mengenai kondisi Nena, Senad bergegas mendatangi kamar Nena. Ia ingin sekali bertemu dan melihat kondisi Nena.

“Engkaukah Senad pejalan kaki menuju Allah itu,” ujar Nena berusaha menyambut kedatangan Senad di tengah kelemahan kondisi fisiknya. Nena tersenyum sambil menatap Senad, Senad membalas dengan salam sambil tersenyum. Dia begitu sedih melihat kondisi Nena, mukanya begitu pucat dan badanya kurus kering. Terlihat bahwa Nena sudah lama berbaring di ranjang karena sakitnya.

Tidak banyak pembicaraan antara dirinya dan Nena, selain Senad banyak bertanya mengenai sakitnya. Senad duduk di samping Nena kemudian berdoa di hadapannya, memohon kepada Allah agar memberikan kesembuhan kepada keluarga yang mulia ini. Mata Senad ikut berkaca-kaca. Ia begitu tersentuh dengan kondisi Nena yang begitu lemah seakan tiada bertenaga. Usai menemui Nena, malam itu, Senad tidak begitu bisa mengistirahatkan badannya, pikirannya selalu dipenuhi dengan bayangan Nena yang menyedihkan. Malam harinya ia melaksanakan shalat hajat dan tahajud, memohon kepada Allah agar memberikan kesembuhan kepada Nena.

Setelah dua hari para tetangga terlihat bahagia dan tersenyum. Senad pun bertanya, “Apa yang membuat kalian begitu bahagia?” Mereka balik bertanya kepada Senad,”Apakah engkau berdoa kepada Allah untuk kesehatan Nena?” Dan Senad menjawab,”iya, iya.” Lalu mereka mengatakan,”Lihatlah Nena bangun dari ranjang dan sekarang sedang menyiapkan kopi.” Senad terdiam. Dia begitu bahagia dan sejurus kemudian memasuki rumah kakek itu. Kakek itu memeluk Senad dan mengucapkan terimakasih. ***

KUPIKIR SEMUA ITU HANYA DONGENG

Sebuah kota kecil di barat daya Turki kembali membuat Senad haru dan membuat matanya menghangat. Kota yang menjadi ibu kota propinsi Sakarya itu memberikan sambutan yang luar biasa kepada Senad, pejalan kaki menuju NUR ILAHI.

Ketika Senad mulai memasuki kota ini, di sepanjang jalan warga berkerumun mengumandangkan takbir dan tasbih menyambut kedatangan Senad. Mereka ramai-ramai memadati jalan untuk menyalami Senad. Sungguh selama ini pemberitaan mengenai Senad sudah sering mereka baca di media dan mereka lihat di televisi. Namun mereka masih berpikir bahwa pemberitaan itu seumpama dongeng klasik yang dituturkan kembali.

Karenanya, ketika Senad memasuki kota Adapazari, setengah penduduk kota itu keluar ke jalan untuk melihat apakah benar ada orang Bosnia yang sedang berjalan kaki menuju Mekah, dan memastikan bahwa apa yang mereka dengar, baca, dan lihat selama ini bukanlah sebuah cerita dari negeri dongeng. Laki-laki, perempuan, anak muda, sampai anak-anak kecil tumpah ruah ke jalanan. Mereka berdiri saling berhimpitan untuk menyambut dan melihat kedatangan Senad.

Ketika sosok yang selama ini mereka tunggu-tunggu itu muncul, spontan di sepanjang jalan itu gema takbir dan tahmid membahana membuat semua yang hadir merinding. Sementara para ibu yang menyaksikan peristiwa langka itu banyak yang tidak sadar mengelap air mata yang menitik di pipi mereka. Mereka sungguh takjub, kagum, dan salut dengan kesalehan, keimanan, dan keyakinan Senad Hadjic, sambil mereka berdoa kepada Allah SWT, semoga Allah memberikan mereka keturunan yang mulia yang mencintai Allah dan rasulNya. “Amin, amin ya Robbal ‘alamin.” Ucap mereka lirih sambil mengusap mata mereka yang basah seusai berdoa kepadaNy. ***

TAMU KEHORMATAN SHALAT JUMAT

Pendik sebuah distrik di Istanbul siang itu begitu cerah. Kota ini mempunyai sejarah panjang, baik di masa Turki Saljuk, maupun Macedonia. Di kota ini banyak sekali terdapat penduduk Bosnia. Menurut yang Senad dengar sekitar 50 ribu orang Bosnia tinggal di Pendik.

Saat itu suara Azan berkumandang bertalu-talu di masjid-masjid yang ada di Pendik, jauh sebelum azan berkumandang Senad telah di sambut di masjid itu sebagai tamu kehormatan di  saat shalat Jumat yang akan berlangsung beberapa saat lagi.

Sebelum shalat jumat dimulai para jamaah yang hadir mendengar bahwa di masjid ini ada orang-orang yang sedang singgah dalam perjalanan menuju ke Mekah dengan berjalan kaki. Mereka pun sambil berbisik-bisik mencari-cari mana gerangan orang-orang yang sedang berjalan kaki menuju ke Mekah itu.

Pada saat itu, sang imam memberikan pengumuman kepada jamaah shalat jumat dengan menggunakan pengeras suara, “Wahai orang-orang yang akan melaksanakan shalat jumat, alhamdulilah hari ini kita di datangi tamu istimewa.” Ucapnya sambil menatap semua jamaah yang hadir dalam shalat jumat itu. Semua jamaah makin penasaran manakah orang yang dimaksud tamu istimewa itu, mata mereka pun menatap ke seluruh penjuru masjid mencari-cari orang yang dimaksud.

“Dia datang ke Turki dengan berjalan kaki, namanya Senad.” Ucap sang imam melanjutkan. Seorang kakek tertawa, ia berkata sambil berdiri, “Hei Imam, saya kira ada 100 orang, ternyata hanya seorang Senad yang melakukan itu sendiri. Subhanallah, Allahu Akbar,” teriaknya sambil berusaha meminta kepada imam agar menunjukan manakah tamu kehormatan mereka pada shalat jumat hari itu. ***

SANG MUADZIN BOSNIA

Rahmi Sergin dan ayahnya, adalah keluarga yang kesekian yang menyambut Senad di Adipazar, mereka berdua adalah keluarga yang banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus masjid di Adipazar. Sedangkan Rahmi sendiri, di samping mengurus masjid dia merupakan muadzin di masjid tersebut.

Rahmi mengatakan, bahwa mengumandangkan azan adalah sebuah kebahagiaan baginya, karena sesudah ia mengumandangkan azan, orang-orang ramai berdatangan menuju ke masjid untuk menunaikan shalat sebagai kewajiban mereka kepada Allah SWT. Namun, setiap usai mengumandangkan azan, Rahmi senantiasa bermimpi untuk mengumandangkan azan di masjid kebanggaan orang-orang Bosnia.

Karenanya, ia senantiasa berdoa kepada Allah agar ia bisa mengumandangkan azan di masjid agung Bosnia. Sejarah perjuangan umat Islam yang panjang di negara tersebut, membuat dia begitu simpati dengan negara itu.

 Setelah beberapa tahun, Rahmi pergi ke Bosnia dan shalat di masjid. Keajaiban terjadi, muadzin yang biasa mengumandangkan azan di sana datang terlambat, imam melihat ke arah jamaah lalu menunjuk ke arah Rahmi untuk mengumandangkan azan. Rahmi langsung meloncat bahagia dan berkata dalam hati bahwa Allah memenuhi keinginannya. ***

Ikuti penulis di:

Wattpad:birulaut_78

Instagram: mujahidin_nur

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru