31.3 C
Jakarta
Array

Tafsir Etos Kerja dalam Islam

Artikel Trending

Tafsir Etos Kerja dalam Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sedangkan kata kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perbuatan melakukan sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah sikap dan perbuatan yang muncul atas kehendak dan kesadaran diri sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja.
Pasti kita bertanya-tanya atau berfikir kenapa etos kerja seorang muslim lebih rendah dari pada etos kerja non muslim?. Jawabannya karena seorang muslim jarang sekali ada yang mau mengamalkan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan etos kerja, andaikan seorang muslim mau mengamalkan, mencari tahu atau mempelajarinya lebih dalam tentang ayat Al-Qur’an pasti etos kerjanya akan meningkat drastis atau setidaknya meningkat sedikit demi sedikit. Sedangkan seorang non-muslim yang memiliki etos kerja yang tinggi, dia mengamalkan ayat al-Qur’an tentang etos kerja dalam pekerjaannya, karena sebagian non-muslim telah ada yang membuktikannya.

Sementara, faktor yang memengaruhi etos kerja meliputi: Agama (Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut jika seseorang sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama). Budaya (Sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan). Sosial Politik (Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan penuh). Kondisi Lingkungan atau Geografis (Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada didalamnya melakukan usaha dapat mengelola dan mengambil manfaat dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut).
Pendidikan (Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras). Struktur Ekonomi (Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh). Motivasi Intrinsik Individu (Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi ialah individu yang bermotivasi tinggi, etos kerja merupakan sutau pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang).

Realitas, Data, dan Problem
Suatu warga masyarakat yang memiliki watak khas budaya santai dalam bekerja, lebih suka bermalas-malasan, malas berpikir, malas bekerja, dan bergantung kepada orang lain, maka warga masyarakat itu disebut mempunyai etos kerja rendah. Ciri-ciri etos kerja rendah, antara lain kurang disiplin, produktivitas terbatas, nilai tradisional yang kuat, bersifat irasional dan berorientasi pada masalah, bukan pemecahannya.

Indonesia adalah salah satu bangsa yang memiliki etos kerja yang rendah. Etos kerja yang rendah pada masyarakat Indonesia salah satunya disebabkan alam Indonesia yang begitu subur, sehingga apapun yang dibutuhkan tersedia. Masyarakat Indonesia di masa lalu tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan bahan makanan sebab alam menyediakannya sepanjang tahun. Lain halnya dengan di negara yang mempunyai empat musim. Pada musim panas masyarakatnya bekerja keras mengumpulkan makanan untuk persediaan di musim dingin. Sifat ini pun terbawa masyarakat ketika mulai bekerja di kantor-kantor dan bidang usaha lain.

Dari kira-kira 220 juta jiwa rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos kerja buruk seperti disebutkan diatas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau mengubah etos kerja yang disematkan ke bangsa Indonesia saat ini. Bangsa Indonesia adalah negara yang kaya dan merupakan bangsa yang besar. Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang melimpah ruah dan jumlah penduduk yang besar. Itu merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun pada kenyataannya rakyat miskin bertambah banyak, pengangguran semakin meningkat, dan banyak anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah.

  1. Etos kerja di Indonesia yang buruk atau rendah
    2. Lebih suka bergantung pada orang lain.
    3. Bermalas-malasan dalam bekerja dan berfikir

Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an
QS. At Taubah 105
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِم ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُون
Artinya: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At-Taubah, ayat 105).
Tafsir QS. At Taubah 105
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menerangkan bahwa, kata وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ diartikan katakanlah bekerjalah kamu karena Allah semata dengan aneka amal shaleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk orang lain atau masyarakat umum. فَسَيَرَى ٱللَّهُ ,yang artinya maka Allah akan melihat, yakni menilai dan memberi ganjaran amal perbuatan kamu. Dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat dan menilainya juga, kemudian menyesuaikan perlakuan mereka dengan amal-amal kamu itu dan selanjutnya kamu akan dikembalikan kepada Allah melalui kematian وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ artinya, yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan kepada kamu sanksi dan ganjaran atas apa yang telah kamu kerjakan, baik yang nampak ke permukaan maupun yang kamu sembunyikan dalam hati. Setelah penyampaian harapan tentang pengampunan Allah SWT, ayat tersebut melanjutkan dengan perintah untuk beramal yang shaleh.

Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan non formal. Etos mencakup sikap terhadap waktu, kerja, dan masa depan yang kemudian membentuk sehimpunan perilaku khas individu atau organisasi. Pada tingkat internasional sudah dibuktikan bahwa maju tidaknya peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh etosnya. Perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti Matshushita dari Jepang, Kodak dari Amerika, juga berhasil karena mempunyai etos kerja yang unggul.

Begitu pula dengan tokoh-tokoh yang terkenal dari berbagai latar belakang seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandi, dan sebagainya. Mereka semua muncul sebagai tokoh dunia karena etos, cita-cita, nilai, prinsip, pilihan, standar perilaku – yang mereka miliki berbeda dari manusia kebanyakan.

Seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi.  Mengapa? Karena Islam mengajarkan agar umatnya memiliki etos kerja yang sangat hebat dengan senantiasa menciptakan produktivitas, kreatifitas, dan progresifitas di berbagai bidang dalam kehidupan ini. Rasullullah SAW pernah bersabda bahwa : “barangsiapa yang hari Ini lebih baik dari hari kemarin maka sesungguhnya dia telah beruntung dan  barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat”. Sangat jelas dalam hadits ini bahwa Rasulullah SAW mendorong umat Islam untuk menjadi produsen dari sebuah kemajuan.

Oleh sebab itu setiap pekerjaan adalah amal, dan Islam mengarahkan setiap orang untuk berbuat atau melakukan suatu amal (pekerjaan) yang berkualitas (shalih).  Tidak sepatutnya lagi seorang muslim menjadikan suatu pekerjaan hanya untuk alat pemuas bagi dirinya saja, pekerjaan merupakan kebutuhan dan kewajiban kita sebagai umat muslim, bahkan amal (pekerjaan) adalah suatu hal yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW dan tidak selayaknya seorang muslim hanya berpangku tangan dan mengharapkan.

Pada zaman yang semakin modern ini Indonesia dinilai memiliki etos kerja rendah sehingga dalam dunia internasional khususnya sektor ekonomi Indonesia dinilai jauh tertinggal dari negara lain, bahkan jika dibandingkan dengan negara tengga seperti Malaysia dan Singapura pun Indonesia berada di bawah kedua negara tersebut dalam sektor ekonomi.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa ketertinggalan Indonesia dari negara lain salah satu faktor pentingnya disebabkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas rendah yang akhirnya etos kerjanya pun rendah. Karena etos kerja yang rendah dan kualitas SDM yang rendah, menyebabkan masyarakat Indonesia yang kurang produktif sehingga menyebabkan Indonesia kurang daya saing dengan negara lain.

Namun secara historis Indonesia adalah negara yang menjunjung etos kerja tinggi salah satunya tercermin dalam etos kerja suku Jawa yang dikenal ulet dalam bekerja. Meskipun budaya kerja atau etos kerja tinggi telah diterapkan sejak dahulu, namun seiring berjalannya waktu etos kerja tinggi yang telah tertanang sejak dulu dalam jiwa masyarakat Indonesia, sedikit demi sedikit mulai terkikis oleh berbagai pengaruh seperti globalisasi, masalah sosial seperti masalah dalam pemerintah kurang terorganisir dan cenderung memanfaatkan rakyat demi kepentingan sendiri, kemajuan teknologi yang mengajarkan masyarakat untuk hidup serba instan dan serba mudah yang akhirnya malah mengembangkan budaya malas dalam jiwa masyarakat Indonesia maka kiranya tak salah jika kita mengatakan bahwa kini etos kerja tinggi telah berganti menjadi budaya malas. Namun dari sekian banyak warga negara Indonesia tentu tidak semua memiliki etos kerja rendah adapula yang masih memiliki etos kerja tinggi. Namun kekurangan dari masyarakat Jawa yakni ketika mereka sukses di perantauan, mereka cenderung enggan untuk kembali ke kampung halamannya dan ingin menetap di daerah perantauannnya. Sebenarnya mungkin sekilas kita akan berpendapat wajar saja jika mereka lebih senang menetap diperantauan dan enggan pulang ke kampung halamannya, namun jika kita pikirkan lebih jauh mereka yang pergi dan enggan kembali tidak membangun daerah asalnya untuk lebih maju sehingga daerah tersebut jalan ditempat tidak ada kemajuan karena masyarakatnya pergi dan engga kembali. Meskipun begitu tentu dari sekian banyak masyarakat Jawa masih banyak orang yang berniat pulang kembali untuk membangun daerahnya agar berkembang  lebih maju dari sebelumnya.

* Ita Lestari, Mahasiswa IAIN Kudus

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru