26.1 C
Jakarta
Array

Tingkatan Muraqabah Perspektif Imam al-Ghazali (Bagian I)

Artikel Trending

Tingkatan Muraqabah Perspektif Imam al-Ghazali (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Imam Ghazali (2016) menyebutkan bahwa muraqabah melalui dua tahap. Pertama, ketika seseorang mencapai ma’rifat, yaitu pengetahuan tentang Allah SWT yang selalu melihat dan mengawasi segala isi hati manusia, mengetahui rahasia-rahasianya, melihat setiap amal perbuatan manusia, dan mengetahui dengan sebaik-baiknya setiap yang diusahakan manusia. Pada tahap ini, seseorang akan menjadi sibuk memikirkan Allah SWT sehingga melaksanakan ibadah dengan susah payah demi mencapai ridha-Nya. Bahkan, ia cenderung menjaga jarak dari masyarakat dan tidak memperhatikan orang-orang yang hadir di sekelilingnya karena tenggelam dalam kesibukannya memperhatikan Allah SWT. Tahap kedua adalah mawas diri sebelum dan selama melakukan amal perbuatan. Seseorang dengan muraqabah akan mengawasi keikhlasannya dalam mengerjakan kebaikan. Jika ia berniat semata-mata karena Allah, ia akan melakukannya. Jika ia berniat karena selain Allah SWT, ia akan mengurungkannya.

Muraqabah tampak pada tiga macam perbuatan manusia, yaitu:

  • Muraqabah dalam melaksanakan ketaatan, artinya melakukan kebaikan dengan ikhlas atau niat yang murni, menjaganya dari kesalahan dan cacat, dan menyempurnakannya dengan melakukan sebaik-baiknya.
  • Muraqabah dalam menghindari perbuatan jahat atau kemaksiatan, artinya menyesali dan bertaubat akan kemaksiatan.
  • Muraqabah dalam menjaga perbuatan halal atau mubah, artinya menjaga dan memelihara adab terhadap hal-hal yang mubah tersebut, mengikuti aturan, dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat dari Allah yang Maha Penyayang (Ghazali, 2016).

Pakar tasawuf sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dr. Andy Hadiyanto, M.A. Ia menyebutkan bahwa muraqabah merupakan salah satu hal, yaitu kondisi kejiwaan yang mengiringi aktivitas pelatihan jiwa. Terdapat beberapa tingkatan dalam muraqabah yang berkaitan dengan persaksian seorang hamba terhadap ketuhanan Allah SWT sebagai “Dia”, “Engkau”, dan “Aku”.

Tingkatan yang pertama yaitu tingkat Muraqabah Rendah (“Laa Ilaaha Illa Huwa”/Tiada Tuhan Selain Dia)
Dalam Alquran, terdapat sejumlah ayat yang menyebut Allah SWT sebagai “Dia”. Contonya adalah pada ayat berikut.

“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia yang mempunyai nama-nama yang baik.”  (QS. Thaha ayat 8)

“Dia” merupakan kata ganti untuk orang ketiga. Dalam penggunaan bahasa untuk komunikasi, ungkapan yang digunakan untuk penyebutan seseorang menggambarkan kedekatan antara pembicara dengan seseorang yang disebut. Ketika seseorang disebut sebagai “dia”, maka ia sepenuhnya sebagai obyek yang sedang berada di luar pembicaraan (Fauzan, 2015). Ketika seorang hamba menyebut Allah SWT sebagai “dia”, maka ia memposisikan Allah SWT sebagai Tuhan yang terasa jauh dan belum ada interaksi dengannya.

Muraqabah pada tingkatan ini adalah yang terendah. Seseorang menyadari pengawasan dari Allah SWT sebagai Pemberi imbalan atau hukuman atas perbuatan manusia. Mereka akan terdorong seseorang untuk melakukan amalan-amalan yang bersifat lahiriah dengan berfokus pada konsekuensi yang diterima. Artinya, seseorang pada tingkatan ini akan melakukan amal kebaikan karena ingin mendapat imbalan dari Allah yang diyakini menyenangkan bagi mereka, misalnya pahala atau kenikmatan di surga. Selain itu, mereka juga berusaha menghindari kemaksiatan karena rasa takut akan balasan yang diyakini menyakitkan, misalnya dosa atau siksa neraka.

Dalam pemikiran Ghazali (2016), terdapat istilah khauf dan raja’ yang maknanya bersesuaian dengan kondisi orang-orang dengan muraqabah di tingkat rendah ini. Khauf adalah rasa takut sedangkan raja’ adalah rasa pengharapan kepada Allah SWT. Raja’ memiliki tingkatan lebih tinggi daripada khauf. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, tingkat muraqabah rendah dibagi lagi menjadi dua tingkatan. Pertama, muraqabah pada mereka yang merasa diawasi Allah sehingga merasa takut mendapat dosa atas tindakannya yang tidak sesuai aturan-Nya. Kedua, muraqabah pada mereka merasa yang diawasi Allah sehingga mengarahkan tindakannya agar sesuai dengan aturan-Nya karena mengharap imbalan dari-Nya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru