26.1 C
Jakarta
Array

TPQ yang Terdegradasi

Artikel Trending

TPQ yang Terdegradasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 pasal 24 ayat 2 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan menyatakan bahwa Pendidikan Al-Qur’an terdiri dari Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA/TKQ), Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA/TPQ), Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA), dan bentuk lainnya yang sejenis.

TPQ atau yang sejenisnya mempunyai peran besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Terutama dalam membangun pondasi keagamaan, TPQ adalah lembaga yang mengajarkan bagaimana cara membaca dan menulis Al-Qur’an disertai dengan ilmu tajwidnya. Ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu dasar yang nantinya menjadi bekal hidup untuk selanjutnya ketika melanjutkan ke sekolah yang berbasis agama atau kalau tidak, setidaknya generasi Islam dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar yang nanti bisa menjadi ibadah jika membacanya.

Bukan hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat teknis tentang baca tulis al-Qur’an. TPQ juga membentuk karakter/akhlak Islami bagi murid-muridnya. Yaitu, mengajarkan cara bersikap, kedisiplinan, dan juga menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) TPQ biasanya dilaksanakan pada sore hari. Waktu dilaksanakan pada sore hari yaitu untuk menyesuaikan atau membagi jadwal dengan sekolah formal yang ada yang dilaksanakan setiap pagi. Sekarang, TPQ sebagai lembaga yang mencetak kader qur’ani, terancam dan terdesak. Baik disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.

Faktor internalnya yaitu; rata-rata TPQ dijalankan secara swadaya oleh masyarakat yang mempunyai kesadaran untuk memperjuangkan TPQ. Dikelola dengan keikhlasan tanpa mengharapkan materi oleh para guru ngaji/ustadz/ustadzah. KBM memanfaatkan masjid, musholla, pondok, atau rumah-rumah warga, gedung yang secara ikhlas diwakafkan untuk pendidikan. Pengelolaan TPQ rata-rata dijauhkan dari unsur keuangan atau hal-hal yang bersifat memupuk materi. Seumpama memngut biaya untuk para murid, itupun hanya sekedar untuk dana administrasi.

Hal ini menjadi kelebihan tersendiri bagi TPQ. TPQ tetap bertahan dengan idealismenya. Akan tetapi, di sisi lain ini menjadi permasalahan bagi masa depan TPQ. TPQ yang dijalankan dengan prinsip jauh dari bisnis untuk memperkaya pengelolanya mengajarkan pada manusia bahwa mengajar ilmu keagamaan itu harus penuh keikhlasan dan semata-mata mencari ridha Allah. Akan tetapi, realitanya sekarang manusia hidup di era materialis. Uang menjadi segalanya.

Di TPQ, rata-rata para pengajar tidak mendapatkan gaji. Seumpama ada, itu hanya sekedar bisyaroh yang jumlahnya tidaklah seberapa. Bahkan, hampir rata uang yang mereka dapat hanya Rp 100.000. Sehingga, untuk menjadi guru TPQ membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Ia tidak dibayar sebagaimana guru pada umumnya, akan tetapi harus mencurahkan tenaga dan pikiran untuk masa depan generasi qur’ani. Kenyataannya, karena realita yang ada. Banyak TPQ yang tidak bisa bertahan lama disebabkan karena kekurangan tenaga pengajar maupun karena kurang pendanaan untuk pengelolaan TPQ. Sehingga sekarang banyak TPQ yang akhirnya mangkrak.

Adanya full day school yang dikeluarkan oleh Kemendikbud juga yang menyebabkan TPQ semakin terpojok. Ternyata full day school bukan hanya berdampak pada sekolah Madin (Madrasah Diniyah) saja. Full day school juga mengancam dan yang menjadi penghalang pendistribusian anak-anak usia belajar untuk masuk TPQ. Untuk tingkat SD memang tidak semua sekolah menerapkannya. Tidak juga diterapkan di keseluruhan kelas. Di tingkat Sekolah Dasar (SD) Biasanya diterapkan di kelas-kelas SD yang tingkatannya atas.

Adanya full day school jelas-jelas mengurangi kuantitas jumlah murid di TPQ. Kalaupun ada, biasanya banyak murid tidak lulus sampai akhir, karena sebagian waktunya sudah habis diambil oleh sekolah formal. Sekarang, murid TPQ banyak yang jumlah kelas bawah tidak seimbang dengan kelas atas. Murid TPQ mendominasi di kelas bawah, tapi untuk kelas atas berjumlah sangat sedikit.

Sudah berpuluh-puluh tahun TPQ memberikan sumbangsih besar untuk mencerdaskan generasi bangsa. Maka dari itu, perjuangan TPQ tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dalam permasalahan tersebut, butuh penyelesaian konkrit untuk tetap menjaga kelangsungan bahkan mendukung kemajuannya. Tentunya diperlukan penyelesaian yang digarap secara matang, tertata, serta dilaksanakan secara bertahap dan tersistematis.

Mengenai suntikan dana TPQ. Biasanya TPQ mendapatkan bantuan  dari donatur yang mengatasnamakan pribadi atau lembaga. Para donatur ini cukup membantu untuk tetap menghidupkan kelangsungan TPQ. Donatur yang mengatasnamakan pribadi, biasanya oleh mereka yang mempunyai  kecukupan finansial berlebih. Sedangkan untuk donator yang mengatasnamakan lembaga, mereka yang terikat lembaga seperti LAZiS atau lembaga-lembaga sosial yang memberikan bantuan terhadap TPQ.

Akan tetapi, tetap saja pemerintahlah lewat wadahnya yang paling bertanggung jawab untuk mengurus TPQ. Ada beberapa kritik yang pantas ditujukan kepada pemerintah, terutama untuk Kemendikbud yang dengan kebijakan full day schoolnya seolah-olah telah arogan dan terkesan merampas kelangsungan hidup TPQ. Bahkan kebijakan itu tanpa diimbangi dengan solusi untuk TPQ dan Madin yang menjadi imbas dan sasarannya langsung. Kebijakan tersebut secara sistematis akan mempersempit kesempatan anak usia belajar untuk masuk TPQ.

Pendidikan formal itu penting, tapi keagamaan jauh lebih penting. Itu tidak bisa dipisahkan dan menjadi satu bagian. Apalagi sekarang kita cukup miris melihat banyak nasib anak bangsa yang sudah bobrok moralnya karena rendahnya akhlak dan agama. Pemerintah masih sangat kurang memperhatikan, bahkan melirik mengenai masa depan TPQ. Yang paling dibutuhkan saja seperti pendanaan dan anggaran untuk kelangsungan TPQ, dirasa jauh sangat timpang dengan anggaran yang dikucurkan untuk sekolah formal. Bahkan, bisa dikatakan TPQ merupakan lembaga yang tidak menggunakan uang negara. Seumpama ada, itupun biasanya dilaksanakan di daerah-daerah, bukan di pusat. Padahal Negara ini adalah negara dengan mayoritas muslim, jadi mementingkan kepentingan lembaga TPQ adalah sesuatu yang wajar.

Mengenai full day school, setidaknya kalau full day school tetap dipaksakan, TPQ yang tergusur eksistensinya, seharusnya tetap dipertahankan perjuangannya. Yaitu dengan cara agar sekolah formal untuk tetap mengajarkan/mencantumkan ilmu al-Qur’an yang  direalisasikan dalam makul mereka. Dalam full day scholl tetap ada pelajaran intensif seperti halnya TPQ, dari pada murid harus sekolah bolak-balik pagi sekolah formal kemudian sore bergegas ke TPQ. Lebih baik sekalian belajar dalam satu wadah jikalau itu bisa disebut lebih efisien.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru