26.1 C
Jakarta
Array

Tentang Anjing

Artikel Trending

Tentang Anjing
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa hari terkahir kita dikejutkan oleh hadirnya seorang perempuan dengan anjingnya di dalam sebuah masjid. Kontan, para penikmat medsos bergemuruh melontarkan komentarnya. Mengutuk sikap tidak sopan tersebut dengan semangat yang berlebihan. Puncaknya kini yang bersangkutan telah dipolisikan.

Kegaduhan tersebut tidak sampai disitu, tapi berbagai dugaan provokatif ikut mewabah di media sosial. Berbagai temuan penyelidikan dimentahkan oleh sekedar dugaan dan perasaan. Sementara petugas yang berwenang bekerja berdasar fakta bukan sekedar dugaan. Sungguh hal tersebut adalah dua keadaan yang sulit dipertemukan.

Ada dugaan, harga diri Islam telah direndahkan dan non-muslim akan semakin bertindak sewenang-wenang. Sebagian ada yang sangat politis, hingga berujar “hanya di rezim ini anjing dimasukkan bebas ke masjid”. Padahal, sama sekali tidak ada hubungan dan kepentingan apapun antara pemerintah dengan yang bersangkutan. Secara kasat mata, tidak ada unsur logisnya harga diri pemerintah harus ditukarkan dengan melakukan pembelaan pada seorang wanita yang tidak jelas posisi dan pengaruhnya.

Disini saya melihat ada semangat propaganda untuk memecah belah keutuhan bangsa. Propaganda anti pluralitas dan kelanjutan sakit hati akibat kekalahan dalam persaingan politik. Kenyataan umat Islam yang dominan diarahkan menjadi semangat egoisme yang harus selalu berkonsekuensi pada kekuasaan mendominasi. Padahal dalam konteks demokrasi realitas yang dominan tidak selalu berkorelasi pada perolehan dominasi, akan tetapi semua elemen harus tunduk pada suara dan kedaulatan rakyat. Kedaulatan bisa ada di tangan kelompok dominan, tapi juga tidak mustahil akan berada di tangan minoritas.

Kehadiran anjing di dalam masjid ini menjadi media bagi kita semua untuk belajar arti menjadi kelompok dominan (mayoritas), demokrasi dan bernegara. Menjadi kelompok dominan atau mayoritas tidak selalu harus semena-mena terhadap mereka yang minoritas. Segala tindakan selalu ada pertanggung jawaban dan konsekuensi yang terukur. Kecurigaan, perasaan dan berbagai asumsi tidak dapat dijadikan sandaran dalam kehidupan bernegara.

Semestinya realitas jumlah yang dominan itu harus dimanfaatkan dengan mengikutinya oleh kekuatan sikap yang elegan dengan cara menghargai proses hukum, serta terus ikut menguatkan sendi-sendi kehidupan demokrasi. Misalnya, tampil berkompetisi menjadi sosok pemimpin yang tidak korup serta mengajukan ide dan kerja yang cemerlang lainnya untuk membesarkan bangsa dan negara ini.

Rasanya Anjing wanita itu tidak sekedar anjing biasa. Anjing yang dituntun malaikat untuk mengajari dan membuka mata kita semua tentang arti menjadi kelompok dominan, berdemokrasi dan bernegara. Dasar Anjing…

*Ach Tijani, Imam Masjid Al-Istiqomah Kab. Kubu Raya Kalbar.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru