Harakatuna.com. Semarang – Juru bicara Kepala BIN, Wawan Hari Purwanto menegaskan bahwa radikalisme sebagai bagian dari konstalasi ideologi yang mengancam ketahanan nasional. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus lebih tegas dalam mengontrol karyawan kampus yang selama ini banyak digunakan sebagai kaderisasi gerakan radikal.
“Strategi mengatasi radikalisme oleh perguruan tinggi dapat dilakukan setidaknya dengan pimpinan universitas perlu mengkontrol karyawan kampus yang selama ini terbukti di sejumlah wilayah digunakan untuk kaderisasi gerakan radikal,” ungkap Wawan saat berbicara dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Membedah Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi: Penyebab dan Pencegahaannya” di Kampus FISIP Undip, Semarang, Kamis (26/9/2019).
“Kemudian strategi kedua adalah dengan memperkuat mata kuliah kebangsaan yang meliputi Pancasila, kewarganegaraan dan sejarah,” sebutnya.
Senada juga disampaikan Ketua Tim Antiradikalisme Undip, Muhammad Adnan. Dia menekankan pada siklus intoleransi-radikalisme-terorisme. “Intoleransi sebagai titik awal lahirnya radikalisme yang kemudian berujung terorisme,” tegas Adnan.
Oleh sebab itu, kata dia, di level perguruan tinggi idealnya seluruh dosen mampu berperan sebagai “dosen agama” dan “dosen Pancasila”. “Dosen harus mampu menjadi cermin dan mengajarkan nilai-nilai agama dan Pancasila baik didalam maupun di luar kampus,” tegasnya.
Wakil Ketua DPD, Ahmad Muqowam menyatakan bahwa radikalisme bisa terjadi di semua agama dengan berbagai latar belakang dan faktor pemicu termasuk didalamnya separatisme yang teradi diberbagai belahan dunia.
Sementara dalam FGD yang diselengarakan DPD bersama FISIP ini, Rektor Undip Prof. Yos Johan Utama, mengajak agar seluruh civitas akademika senantiasa bersyukur hidup aman dan damai di Indonesia di tengah heterogenitas agama dan suku bangsa. “Bentuk syukur dapat dilakukan dengan menjaga Pancasila dan NKRI serta melawan paham radikalisme,” ucapnya.