Takbir
Oleh: M Kholid Syeirazi*
Takbir dalam kalimat Allahu Akbar adalah mengagungkan dan membesarkan Allah karena memang Dia Yang Maha Besar dan Agung. Takbir lahir dari pengakuan akan ke-Maha Besar-an Allah dan kerendahan makhluk. Setiap Muslim membarui pengakuan itu setiap kali salat, diawali dengan takbîratul ihrâm, dan diulang-ulang dalam setiap pergantian rukun salat. Takbir termasuk kalimat thayyibah yang disunnahkan dibaca sebagai wirid selepas salat. Takbir juga menjadi peragaan syiar yang dilakukan secara terbuka menjelang 1 Syawal, disunnahkan dibaca hingga khatib turun dari mimbar setelah salat Ied.
Takbir menjadi identitas politik ketika dia menjelma menjadi pekik dari suatu aspirasi politik. Dalam sejarah pendirian Republik, ada dua pekik besar yang berkumandang: Merdeka! dan Allahu Akbar! Yang pertama adalah jargon kelompok nasionalis, yang kedua adalah jargon kelompok Islam. Belakangan takbir sangat lantang dipekikkan oleh kelompok Islam yang mengusung Islam sebagai aspirasi politik. Pekik takbir bergema dalam setiap aksi mereka. Dari kalimat thayyibah yang merupakan wujud pengakuan akan kebesaraan Allah dan kerendahan makhluk, takbir kemudian menjelma menjadi seruan yang menakutkan bagi sebagian orang.
Di Timur Tengah, ISIS memekikkan takbir ketika memenggal kepala orang. Di sini, pekik takbir mengiringi tindakan-tindakan merusak yang mengancam orang lain. Takbir akhirnya kehilangan elemen spiritual dan transendental-nya. Di media sosial sejumlah orang membuat parodi: take a beer, traktir, dst. Sepintas menjengkelkan, tetapi kita harus terbuka mengakui bahwa takbir yang bergema dalam pekik-pekik politik itu membuat keagungan kalimat Takbir merosot. Kalimat itu demikian mudahnya ‘diobral’ sehingga tidak lagi merupakan ungkapan sakral.
Takbir harus dikembalikan sakralitasnya. Elemen spiritual Takbir harus dijaga dan dibersihkan dari anasir-anasir motivasi dunia yang rendah. Pelajaran dari wirid yang biasa dibaca setelah salat mendahulukan kalimat Tasbîh dan Tahmîd sebelum Takbir. Artinya, sebelum kita menggemakan Takbir, kita harus mengosongkan (تخلي) nafsu tercela yang tersembunyi dalam hati melalui tasbih bahwa hanya Allah-lah motivasi dan tujuan kita. Salanjutnya hati yang kosong itu diisi dan dihiasi (تحلي) dengan puja-puji bagi Allah dalam kalimat hamdalah.
Hanya Allah yang pantas dipuji, dunia dan seisinya perkara remeh. Setelah hati dikosongkan dan diisi dengan Allah, barulah kalimat Takbir menjelma sebagai pernyataan (تجلي) dan ikrar hati yang total bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Besar. Dunia dan seisinya perkara remeh dan kecil. Takbir menjadi pernyataan pamungkas tentang kebesaran Allah yang jauh dari motivasi nafsu dunia yang tercela.
Hadis sahih di bawah ini yang merunut urutan-urutan dzikir yang dibaca selepas salat menyimpan pelajaran penting tasawuf dalam tiga jenjang: تخلي, تحلي, dan تجلي. Menurut Rasulullah, siapa yang membaca dzikir ini selepas salat, akan diampuni seluruh dosanya meski sebanyak buih lautan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ رَسُولِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ، وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْر
(كتاب الصلاة باب استحباب الذكر بعد الصلاة وبيان صفته̶̶ رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw: Barang Siapa membaca Tasbih selepas salat sebanyak 33 kali, Tahmid sebanyak 33 kali, dan Takbir sebanyak 33 kali sehingga berjumlah 99 dan menggenapi bilangan ke-seratus dengan bacaan La ilaha Ilallah Wahdahu la Syarika Lah, dst, akan diampuni dosanya meski sebanyak buih lautan” (HR Muslim).
Spiritualisasi Takbir menjadi penting agar umat Islam dekat dengan ampunan Allah dan bangsa ini jaya dalam lindungan dan kasih-Nya.
*Penulis adalah Sekretaris Jenderal ISNU