28.2 C
Jakarta

Serba-Serbi Perayaan Maulid: Kecintaan Terhadap Rasulullah

Artikel Trending

KhazanahTelaahSerba-Serbi Perayaan Maulid: Kecintaan Terhadap Rasulullah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Dr. Michael H. Hart, penulis buku The 100, A Ranking of The Most Influential Person in History, menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh yang berada di urutan pertama dalam daftar orang yang paling penting sepanjang sejarah perkembangan agama di dunia. Menurut Michael, Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang begitu sempurna dalam menyampaikan pesan ajaran agama, serta sepanjang hidupnya mampu menyatukan suku, bangsa dalam satu negara dengan landasan kehidupan agama.

Dalam wawancara yang dilansir pada Koranjakarta.com, Michael Hart mengaku bahwa tidak memiliki sedikitpun keraguan ketika menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai orang nomor satu dalam deretan manusia paling berpengaruh di dunia. Ia meyakini bahwa, Nabi Muhammad SAW satu-satunya manusia yang meraih keberhasilan paling spektakuler, baik di bidang penyiaran agama atupun kehidupan. Selain tokoh agama, Nabi Muhammad SAW juga pemimpin politik dan panglima tentara yang brilian. Salah satu kebesaran namanya, dibuktikan dengan waktu 13 abad sampai hari ini, ia terus menjadi teladan bagi manusia.

Sejalan dengan ketokohan Nabi Muhammad SAW. umat Muslim dalam setiap tahun selalu merayakan hari kelahirannya pada setiap bulan Rabi’ul Awal. Kekhasan perayaan yang dimiliki oleh masing-masing daerah, khususnya di Indonesia, menjadi salah satu kekayaan ekspresi cinta kepada sosok panutan. Di beberapa daerah, perayaan maulid justru tidak hanya dilaksanakan pada saat 1 malam ketika kelahiran Nabi. Akan tetapi, selama satu bulan penuh di Rabi’ul Awal.

Sebenarnya, perayaan maulid ini kerapkali tercipta perdebatan pada sebagian masyarakat Muslim sebab ada beberapa kelompok yang menyebut sebagai bid’ah bahkan mengharamkannya. Ushul fikih memberikan perhatian yang cukup signifikan kepada kajian tradisi (al’urfu). Hal ini terlihat dari empat mazhab yang cukup populer seperti: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam mazhab Hanafi dan Maliki, tradisi memiliki peranan penting sebagai dasar dan landasan dalam melakukan ijtihad, asalkan tidak bertentangan dengan nash yang pasti (nash qoth’i). Mazhab Syafi’i juga memperhatikan tradisi (al-‘urfu) ketika tidak ada nash atau dasar-dasar lain seperti ijma’ atau qiyas yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam melakukan ijtihad. Hal tersebut juga berlaku dalam mazhab Hambali. Oleh karena itu, apresiasi terhadap tradisi dapat menjadi acuan dan pijakan dalam istinbat dan menjadi perhatian dalam konteks ini.

BACA JUGA  Melihat Potensi Perpecahan Pasca Pemilu

Berdasarkan pandangan mazhab tersebut, setidaknya kita sebagai umat Muslim tidak perlu berdebat lagi kebolehan merayakan maulid karena ini berkenaan dengan pilihan dalam mengekspresikan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Perayaan malam kelahiran Nabi Muhammad SAW, hampir dirayakan oleh seluruh umat Muslim di dunia, salah satunya dengan pembacaan Maulid Al-Barzanji. Kitab Al-Barzanji berisi doa, pujian, serta riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang dilantunkan dengan irama oleh masyarakat. pembacaan tersebut umumnya dilaksanakan pada malam kelahiran Nabi, masyarakat berkumpul di masjid untuk membaca kitab Al-Barzanji bersama, kemudian dilanjutkan dengan tradisi makan bersama yang di bawa oleh masing-masing.

Bukan Sekedar Perayaan Kelahiran

Merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW bukan sekedar merayakan kelahiran biasa. Akan tetapi, banyak sekali teladan akhlak yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Sementara itu, perayaan yang digelar oleh masyarakat, memuat beberapa nilai-nilai kehidupan seperti: pertama, nilai keagamaan. Sebagai tokoh panutan dalam kehidupan beragama, merayakan maulid adalah salah satu ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan dan panutan dalam agama Islam.

Kedua, nilai kebersamaan. Nilai ini bisa dilihat dari berkumpulnya masyarakat dalam suatu tempat, baik di masjid ataupun dilanggar ketika membaca kitab Al-Barzanji dan lantunan sholawat lainnya. Aktivitas ini berarti nilai kebersamaan antar kelompok terjalin dengan baik atas rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, nilai tolong menolong. Nilai ini bisa dilihat dari aktivitas saling memberi kepada orang lain atas harta yang dimiliki. Di beberapa daerah justru perayaan maulid ini diadakan dengan adanya sunnatan massal, santunan kepada anak yatim, bahkan santunan kepada fakir miskin. Momentum maulid menjadi salah satu waktu yang dimanfaatkan secara baik untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Keempat, nilai budaya. Di beberapa daerah, perayaan maulid juga diiringi dengan pawai, yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu serta beberapa perayaan yang itu merupakan warisan budaya setempat. Ini berarti bahwa, perayaan maulid tidak hanya memuat unsur keagamaan semata, akan tetapi juga melestarikan warisan budaya yang ada di daerah.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru