28.4 C
Jakarta
Array

Semangat Memberi dan Jiwa Merdeka

Artikel Trending

Semangat Memberi dan Jiwa Merdeka
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW menyebutkan keutamaan orang yang memberi daripada orang yang menerima, sebagaimana sabdanya,

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ

Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya.” (HR Al Bukhari dan Imam Muslim).

Potongan hadits ini, yaitu “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” sudah cukup masyhur di kalangan kaum Mukminin. Tidak heran bila orang-orang yang beriman selalu bersemangat untuk menjadi “tangan yang di atas” dalam kesehariannya. Semangat ini adalah semangatnya jiwa-jiwa yang merdeka.

Memberi dan Memiliki

“Tangan di atas” dalam banyak penjelasan hadits diartikan sebagai  orang yang memberi[i]. Sebaliknya tangan di bawah adalah orang yang menerima.

Bagi si pemberi, tentunya secara logis dia memberikan sesuatu dari yang dimilikinya. Tidak mungkin memberi jika tidak memiliki. Meski demikian, orang yang memiliki belum tentu mau memberi.

Tidak sedikit orang yang memiliki harta yang banyak, namun selalu enggan untuk memberi kepada sesamanya yang membutuhkan. Salah satu faktor penyebabnya adalah gangguan syetan sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 268 yang artinya, “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia[170]. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Syetan selalu mengganggu manusia sehingga enggan memberi. Syetan menyuruh manusia menjadi kikir. Terlebih lagi, syetan menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan. Lengkaplah gangguan syetan itu: orang yang tergoda syetan akan bersifat kikir, dan dia takut menjadi miskin sehingga tidak mau mengeluarkan hartanya untuk orang lain yang membutuhkan.

Jiwa Merdeka

Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu penyebab orang tidak mau memberi sebagian hartanya adalah karena gangguan syetan yang menyuruhnya berbuat kikir dan menakut-nakutinya dengan kemiskinan. Maka orang yang memberi sesungguhnyalah orang yang telah terbebas dari gangguan semacam itu.

Jika kita menilik kembali hadits di awal tulisan ini, akan lebih jelas bagi kita bahwa orang yang memberi adalah orang yang telah terbebaskan.

Pertama di dalam hadits disebutkan “Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya”. Maksudnya adalah bahwa kebutuhannya sendiri sudah terpenuhi sehingga sisa dari hartanya bisa digunakan untuk diberikan kepada orang lain.

Kebutuhan sendiri memang bukan konsep yang memiliki standar yang pasti, sehingga ada orang yang merasa terpenuhi kebutuhannya dengan hal-hal sederhana, namun ada juga orang yang merasa membutuhkan hal lain yang lebih kompleks sifatnya. Sebagai contoh kebutuhan akan telepon pintar tidak akan sama bagi tiap orang. Juga kebutuhan untuk makan belum tentu sama untuk setiap orang, ada yang merasa cukup dengan makanan sederhana, ada yang merasa hanya bisa terpenuhi kebutuhannya dengan berbagai macam makanan mewah.

Hal ini membawa kepada poin berikutnya di dalam hadits di atas, yaitu “barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya”.

Rasa cukup inilah yang menjadi kunci, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya” (HR Imam Muslim).

Rasa kecukupan ini juga karena adanya kekayaan hakiki yang dimiliki oleh orang beriman, sebagaimana Rasulullah SAW juga bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Al Bukhari dan Imam Muslim).

Dengan demikian, semangat memberi sebenarnya bukan semata berasal dari banyaknya harta yang dimiliki dan melebihi kebutuhan sendiri, namun justru semangat memberi ada pada jiwa yang telah merasa tercukupi oleh apa saja yang dikaruniakan Allah SWT padanya. Semangat memberi timbul dari jiwa-jiwa yang telah terbebaskan dari kekikiran, rasa kekurangan dan rasa takut akan kemiskinan. Dan inilah jiwa-jiwa merdeka.

Wallohu a’lam

Bekasi, 16 Agustus 2018

[i] Misalnya https://almanhaj.or.id/4123-tangan-di-atas-lebih-baik-dari-tangan-di-bawah.html

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru