Harakatuna.com. Mataram – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) NTB mengungkap sejumlah pondok pesantren (Ponpes) di NTB teridentifikasi menganut paham radikalisme.
Kepala Bakesbangpol NTB, H. Ruslan Abdul Gani menyebut, jumlah Ponpes yang diduga beraliran radikalisme kurang dari lima.
“Ada beberapa ponpes yang diawasi yang memiliki paham radikal. Jumlahnya kurang dari lima,” kata Ruslan, Jumat, 20 Oktober 2023.
Bahkan ada ponpes yang diduga sengaja dibangun untuk menyebar aliran tersebut. Salah satu model pelajarannya, sambung Ruslan, untuk jenjang SD hanya lima tahun.
Sementara untuk SMP dan SMA, hanya dua tahun. Hal ini tentu tidak sejalan dengan kurikulum yang diterapkan pemerintah.
“Mereka punya pondok sendiri. Sehingga pendidikan yang ditempuh di luar pendidikan yang dilakukan pemerintah,” ungkapnya.
Namun saat ditanya lokasi Ponpes yang diduga menganut aliran radikalisme, Ruslan enggan menyebut.“Salah satunya diduga di Bima. Tapi itu masih kita pantau,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah sedang mencari solusi terhadap permasalahan tersebut, agar para orang tua maupun siswa mau bersekolah di sekolah umum milik pemerintah.
“Kita diskusikan bagaimana peran pemerintah untuk masuk agar mereka mau bersekolah di sekolah umum,” jelas Ruslan.
Pemerintah NTB juga dengan program “Jumat Salam” tidak hanya mendatangi warga di desa desa, namun juga mendatangi pondok pesantren yang ada di tempat tersebut.
Selain penyebaran paham radikal, yang menjadi persoalan juga saat ini adalah merubah stigma masyarakat terhadap mantan narapidana terorisme.
Dia khawatir, stigma yang melekat pada masyarakat justru akan membawa kembali mantan narapidana melakukan aksi aksi radikalnya.“Jangan sampai sudah tobat tapi masyarakat masih mengecap seperti itu,” tutupnya.