Harakatuna.com. Jakarta – Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Islam tidak mengenal radikalisme. Pihaknya menerangkan bahwa praktik politik identitas dengan menggunakan agama, adalah haram dalam Al-Quran.
“Bahaya sekali bila agama menjadi alat politik. Ini sama sekali tidak benar dan haram dalam Al-Quran,” ujar Said Aqil Siradj saat menjadi pembicara dalam talkshow ‘Semangat Pluralisme untuk Mempertahankan Bhinneka Tunggal Ika’ yang dilaksanakan pada Sabtu (16/03) di City Club Garden, Jakarta Timur, Sabtu.
Menurutnya, politik identitas hanya akan memecah belah bangsa dan menimbulkan konflik besar di masyarakat. Praktek politik identitas juga akan membahayakan kelompok minoritas karena mereka akan menjadi sasaran empuk intimidasi kelompok mayoritas.
Pihaknya mencontohkan fenomena 212 yang ia kaitkan dengan berjalannya politik identitas. Oleh karena itu, ia menentang keras kegiatan 212 karena tidak sesuai dengan prinsip agama Islam.
“Saya satu-satunya yang secara terbuka menolak 212. Katanya kebangkitan Islam? Bukan (kebangkitan Islam) karena tidur di masjid, salat di Monas. Kalau ada kebangkitan Islam, tidurlah di jalanan, salat di masjid,” ujarnya.
Usai menyampaikan ceramah, Said Aqil kembali menjelaskan kepada wartawan tentang bahaya politik identitas. “Masih ada, masih ada (politik identitas), semoga seiring berjalannya waktu akan hilang,” kata Said.