Kita tentu sudah mengenal istilah najis. Hal yang menjijikkan itu ternyata terbagi menjadi tiga jenis jika dilihat dari wujudnya, yakni mukhaffafah, mutawassithoh, dan mughalladzoh. Sementara itu, najis juga dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yakni najis ainiyah dan najis hukmiyah.
Berdasarkan sifatnya
Najis ainiyah merupakan najis yang masih terlihat bentuk wujudnya. Najis tersebut bisa tercium baunya, terlihat baunya, dan terasa (tanpa perlu dicicipi).
Najis ainiyah akan berubah statusnya menjadi najis hukmiyah, jika sudah dibuang wujudnya. Bekas pada tempat yang terkena najis tersebut disebut najis hukmiyah. Jika sudah kering, tidak lagi terlihat bekasnya, barulah boleh disucikan.
Berdasarkan wujudnya
Najis mukhaffafah adalah najis dengan tingkatan paling rendah, ringan. Najis ini terdapat pada air seni (kencing)nya anak laki-laki kecil yang belum berusia dua tahun dan belum makan apapun selain susu ibunya.
Najis mughalladzoh adalah najis yang berlevel berat. Najis ini terdapat pada keseluruhan anjing, babi, dan keturunan yang bercampur dengannya. Maksudnya, misal anjing dikawinsilangkan dengan kambing dan melahirkan binatang jenis baru, maka binatang tersebut dihukumi najis mughalladzah layaknya anjing. Hal ini juga termasuk kotoran, air kencing, dan air liurnya.
Adapun najis mutawassithoh ini najis yang tingkatannya berada di level sedang. Selain najis yang telah disebutkan di atas, itulah najis mutawassithoh, seperti kotoran manusia dan binatang, arak atau minuman yang memabukkan, muntahan, bangkai binatang, dan sebagainya.
Cara menyucikannya
Semua najis harus dibuang dulu najis ainiyahnya. Bentuk wujudnya harus dibuang lebih dulu sehingga tidak meninggalkan bekas pada benda yang terkena najisnya. Membuangnya harus menggunakan barang yang kering agar tidak menambah lebar tempat atau badan yang terkena najisnya. Setelah itu, najis barulah menjadi najis hukmiyah.
Jika najis mukhaffafah, najis hukmiyah tersebut cukup dipercikkan air saja. Akan lebih baik disiramkan. Adapun najis mutawassithoh, benda, badan, ataupun tempat yang terkena najisnya harus disiram setelah najis ainiyahnya hilang.
Lain halnya dengan najis mughalladzoh. Luas benda, badan, ataupun tempat yang terkena najis tersebut setelah hilang najis ainiyahnya harus dibasuh dengan tujuh kali siraman. Salah satunya mesti dicampur dengan debu. Sebaiknya, debu tersebut dicampur pada siraman pertama agar terus terbawa pada siraman-siraman berikutnya. Siraman kedua dan seterusnya harus mencakup keseluruhan siraman sebelumnya.
Syakirnf