31.9 C
Jakarta

Pengaruh Penggunaan E-Book Sebagai Upaya Literasi Digital

Artikel Trending

KhazanahLiterasiPengaruh Penggunaan E-Book Sebagai Upaya Literasi Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuan.com – Pada masa kini e-book mengalami perkembangan yang pesat sekali. Selain itu, keberadaan e-book ternyata mulai menyaingi keberadaan buku konvensional. E-book adalah sejenis buku elektronik dengan bentuk format softcopy yang dapat dibuka dan dibaca secara online melalui berbagai jenis perangkat elektronik.

Perlu diketahui bahwa buku digital ini hanya bisa dibaca melalui alat tertentu, misalnya melalui komputer, tablet, laptop, dan smartphone. Pada e-book ini ternyata perlu alat bantu untuk membaca dalam berbagai versi yang disebut e-reader.

Awal perkembangan e-book ternyata menimbulkan banyak spekulasi. Pertama, buku digital dicetuskan oleh Michael Hart sejak tahun 1971. Dia memulai usaha digitalisasi bukunya pada sebuah proyek khusus yang bernama Project Gutenberg. Sedangkan, Reynolds dan Derose (1992) menyatakan bahwa sosok yang pertama kali mendefinisikan buku digital yaitu Andries Van Dam pada tahun 1976.

Beliau pada saat itu sedang mengembangkan sistem pengeditan hypertext (HES) yang berguna agar bisa membaca teks dari layar komputer. Selain itu, dia mempelopori istilah e-book hingga masa kini. Sedangkan, perkembangan buku digital baru diminati oleh masyarakat Indonesia sejak tahun 2004. Perusahaan database yang pertama yang menjual buku digital di negara ini yakni Enche Sdn, tetapi tidak terlalu berhasil. Hal ini karena pustakawan Indonesia belum mengenal produk informasi digital.

Alasan kemunculan buku digital ini karena untuk meminimalisasi penggunaan kertas yang menyebabkan pemanasan global. Buku digital juga menghemat biaya produksi karena file e-book dapat cukup satu kali dibuat. Selain itu, keberadaan e-book diyakini bisa membuat guru dan peserta didik untuk menumbuhkan tingkat literasi digital di Indonesia. Hal ini karena tingkat literasi Indonesia yang tergolong masih rendah.

Dikutip dari Harbuknas berdasarkan survei yang diselenggarakan oleh PISA (Program for International Student Assessment) bahwa Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. Hasil ini dirilis oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) pada 2019 bahwa Indonesia menempati peringkat 10 terbawah terkait tingkat literasi internasional. Oleh karena itu, keberadaan e-book diharapkan sebagai solusi peningkatan literasi digital di Indonesia.

Buku digital mempunyai banyak jenis format yang bisa dibuka menurut kebutuhan. Beberapa format e-book ini diantaranya mencakup PDF, HTML, TXT, XML, Mobi, dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa format PDF yang paling banyak digunakan karena mudah terbuka tanpa perlu menghubungkan koneksi internet.

Selain itu, buku digital berguna sebagai alternatif media belajar yang efisien. Hal ini karena buku digital memuat konten multimedia yang lebih menarik dibandingkan dengan buku konvensional. Oleh sebab itulah buku ini diyakini membuat pelajaran lebih menyenangkan.

Buku digital juga berfungsi sebagai media berbagi informasi. Hal ini karena e-book bisa disebarluaskan secara mudah dan cepat. Misalnya dapat melalui website, classroom, email, dan sebagainya. Masyarakat dapat membuka dan mempelajari isi buku e-book bisa kapanpun maupun dimanapun.

Selain itu, buku digital ini bisa dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Bagi pengguna e-book bisa memperoleh informasi dengan bentuk berupa teks dan gambar karena disertai konten yang sangat menarik. Bahkan, buku digital ini bisa didapatkan dengan cara didownload yang disediakan oleh situs web maupun blog. Meskipun file ebook bisa hilang, tetapi bisa diaksesnya kembali dengan melalui toko buku digital.

BACA JUGA  Telaah Literasi Kita: Indonesia Darurat Membaca?

Penggunaan E-book ternyata memiliki kekurangan karena perlu ditunjang perangkat elektronik. Hal ini tentunya menyulitkan masyarakat yang tidak memiliki gadget karena tidak didukung perangkat tertentu. Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat mempunyai perangkat elektronik sehingga sulit memperoleh pengetahuan dari e-book. Bahkan untuk mengakses e-book ternyata membutuhkan tenaga listrik.

Hal ini karena listrik sebagai penyuplai energi alat elektronik yang memerlukan beberapa jam untuk dibaca. Bahkan pada saat listrik padam, maka perangkat elektronik pun ikut mati karena baterainya habis sehingga buku digital seketika tidak bisa diakses oleh penggunanya.

Buku digital ternyata menimbulkan rawan pembajakan. Penulis yang memilih untuk menerbitkan bukunya dalam format digital, memungkinkan beresiko lebih tinggi terhadap pelanggaran hak cipta. Karena pada saat satu orang pembeli memperoleh buku itu secara utuh, maka ada kemungkinan bisa menjualnya kembali ke masyarakat luas dan tentunya dengan harga yang lebih murah.

Hal ini mungkin bisa diterapkan karena buku elektronik mudah dibagikan. Maka, resiko pembajakan buku cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk membuat buku digital yang pernah dimuat pada buku konvensional perlu perizinan dari penulisnya.

Penggunaan e-book ternyata bisa berdampak kesehatan. Apabila penggunanya membaca dengan jangka waktu yang lama bisa membuat mata cepat lelah dan berair pula. Jika kelelahan ini berlanjut, biasanya mata akan terasa berat dan kadang timbul juga gejala sakit kepala.

Hal ini karena disebabkan kurangnya berkedip apabila membaca e-book melalui media elektronik. Bahkan kondisi ini ternyata bisa menyebabkan mata menjadi iritasi maupun sindrom penglihatan komputer (computer vision syndrome).

Selain itu, membaca e-book ternyata cenderung memecah konsentrasi bagi pengguna. Hal ini karena gangguan link lain yang didapat dari internet. Bahkan, membaca buku digital bisa menggangu pola tidur bagi pembaca. Selain itu, orang yang membaca e-book cenderung lebih banyak membaca dan kurang tidur. Hal ini yang mengakibatkan kondisi seseorang menjadi cepat kelelahan.

Pada sisi lain, pengguna yang membaca buku digital ternyata bisa memengaruhi tingkat stres yang tinggi dan depresi. Hal ini karena disebabkan penggunaan smartphone ataupun laptop secara intensif yang dilakukan setiap malam. Oleh karena itu diperlukannya manajemen waktu terhadap durasi membaca.

Misalnya membaca e-book dilarang lebih dari satu jam. Apabila ingin membaca lebih lanjut, sebaiknya istirahatkan mata minimal 15 menit sebelum membaca kembali. Pada saat istirahat, perhatikan warna – warni benda – benda berwarna hijau dan warna-warna alam seperti biru langit.

Penggunaan e-book memang sangat penting. Hal ini karena pemanfataannya yang ramah lingkungan. Selain itu, pemanfaatannya yang praktis dan sebagai pembaharu dari buku konvensional. Meskipun e-book memiliki kekurangan, perlunya penggunaan e-book inipun dilakukan secara bijak. Hal ini agar tidak disalahgunakan karena pelanggaran hak cipta.

Yopi Sanjaya
Yopi Sanjaya
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta. Memiliki minat dalam menulis dan membaca. Menekuni menulis sejak usia 12 tahun.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru