Harakatuna.com. Bogor – Nilai-nilai wawasan kebangsaan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran keagamaan. Karena jika dipisah-pisahkan atau dibuat dikotomi, hal tersebut menjadi akar dari masalah sosial seperti intoleransi bahkan radikalisme.
“Wawasan kebangsaan tidak dapat dipisahkan dengan keagamaan. Jika dipisahkan inilah yang menjadi akar masalah radikalisme,” jelas Direktur Deradikalisasi, Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid di Kantor BNPT yang bertempat di Kabupaten Bogor pada Kamis (14/3).
Menurutnya ajaran agama erat hubungannya dengan bagaimana seorang individu memiliki wawasan kebangsan yang baik. Bahkan menurutnya orang yang menjalankan nilai-nilai kebangsaan merupakan ciri-ciri dari seseorang yang menjalankan rukun ihsan.
Rukun ihsan adalah ajaran Islam yang bermakna berbuat baik dengan beribadah kepada Allah SWT secara ikhlas. Pihaknya menjelaskan bahwa rukun ihsan terbagi menjadi dua macam. Pertama ihsan di dalam beribadah kepada sang pencipta (Al-Khaliq). Kedua ihsan kepada makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
“Dalam ber-Islam secara kaffah, utuh dan komprehensif, seseorang harus memiliki dan melaksanakan rukun iman, rukun islam dan rukun ihsan. Sementara itu, kelompok-kelompok atau individu yang terpapar paham radikalisme mengalami krisis rukun ihsan,” ujarnya.
Ciri-ciri tidak dimilikinya rukun ihsan pada kelompok radikal bisa dilihat dari tabiat mereka yang gemar menyalahkan orang lain, bahkan mengkafir-kafirkan orang lain yang tidak sependapat dengan pandangan mereka atau disebut dengan kelompok takfiri. Padahal takfiri ini merupakan paham kekafiran yang tidak disadari oleh kelompok radikal.
“Kelompok radikal (kebanyakan) berpaham takfiri. Sementara takfiri ini merupakan paham kekafiran yang mereka (kelompok radikal) tidak sadari,” ungkapnya.
Direktur Deradikalisasi ini mengajak agar konsep hubbul wathon minal iman dan moderasi beragama dapat dijalankan dengan baik oleh seluruh umat muslim di Indonesia. Menurutnya, seseorang yang menjalankan konsep hubbul wathon minal iman akan melahirkan moderasi beragama, dan moderasi beragama akan melahirkan rahmatan lil alamin.
“Dalam menjalankan ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT, kita harus beribadah secara khusuk yang tercemin dengan sikap kita yang akhlakul kharimah, memiliki komitmen kebangsan dan mengakui konsensus kebangsaan,” pungkasnya.