Harakatuna.com – Memang sudah lama organisasi Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan. Tumbangnya organisasi keagamaan ini menjadi bukti bahwa pemerintah masih kuat menghadapi organisasi radikal selevel FPI, meski sebelumnya pemerintah mendapat serangan yang cukup masif dari organisasi ini.
Pembubaran FPI jelas memiliki alasan yang mirip dengan organisasi radikal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Keduanya, di mata pemerintah, termasuk organisasi yang berpotensi memecah persatuan belah umat. Bukan hanya itu, keduanya memiliki misi yang sama untuk menghancurkan bangunan negara yang sudah dibangun dengan darah perjuangan oleh para pendahulu.
FPI menghancurkan keutuhan suatu negara dengan cita-cita berdirinya Khilafah Islamiyyah ala Manhaj Nubuwwah. Khilafah Islamiyyah ini merupakan sistem suatu negara yang dikampanyekan oleh organisasi teroris internasional Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Sekilas, sistem Khilafah yang ditawarkan terkesan Islami. Meski, kenyataannya tidak begitu. Sistem Khilafah versi ISIS bertentangan dengan seluruh sistem negara di penjuru dunia, termasuk sistem Negara Indonesia.
Cita-cita FPI atas berdirinya Khilafah menjadi bukti bahwa FPI bukanlah organisasi yang dapat diterima di Indonesia. Tentu, FPI tidak dapat disamakan dengan beberapa organisasi lain yang memiliki nasionalisme yang tinggi, semisal Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan lain sebagainya.
Membiarkan sistem khilafah tumbuh dan berkembang di Indonesia jelas menjadi problem serius yang dapat menghancurkan negara plural ini. Bayangkan, di Indonesia terdapat banyak perbedaan agama, mulai agama Kristen hingga agama Islam. Khilafah yang diyakini sebagai sistem Islam akan memandang sebelah mata pemeluk agama di luar Islam. Hal ini berbeda dengan sistem republik-demokratis yang merangkul semua pemeluk agama.
Lebih dari itu, yang cukup menyita perhatian dalam tubuh FPI adalah keterlibatan juru bicara FPI Munarman dalam mendukung organisasi terlarang ISIS. Hal ini, sebagai dilansir dari detik.com, dibuktikan dengan kesaksian AM yang menyebutkan bahwa acara Munarman di Makkasar pada 24-25 Januari 2015 yang mulanya berjudul deklarasi mendukung ISIS disamarkan dengan dipoles menjadi seminar atau tablig akbar. Penyamaran ini melalui perintah Ustadz Basri supaya tidak tercium aparat kepolisian.
Kemudian, Munarman, lanjut dalam detik.com, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan teror. Apalagi, Munarman telah berbaiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi. Lebih dari itu, Munarman melakukan perbuatan terlarang ini (penyebaran paham teror) di berbagai tempat. Sebut saja, Sekretariat FPI Kota Makassar-Markas Daerah LPI (Laskar Pembela Islam), Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Sudiang Makassar, dan di Aula Pusbinsa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Keterlibatan Munarman dalam mendukung ISIS membuktikan bahwa ia terlibat dalam jaringan terorisme. Maksudnya, perjuangan Munarman lewat FPI untuk membela agama adalah bullshit alias omong kosong. Bagaimana mungkin disebut pembela agama jika masih mendukung sesuatu yang jelas-jelas dilarang dalam agama itu sendiri, yaitu terorisme?
Semua agama, lebih-lebih Islam, melarang aksi-aksi terorisme. Disebutkan dalam Al-Qur’an, bahwa aksi terorisme termasuk perbuatan yang merusak tatanan bumi yang semestinya dipelihara dan dijaga. Agama memerintah untuk menjaga jiwa (hifzh an-nafs) dan menjaga harta (hifzh al-mal). Banyak jiwa yang terbunuh disebabkan terorisme. Begitu pula, banyak harta yang hilang sebab terorisme.
Keputusan pemerintah untuk menangkap Munarman dan dibubarkannya FPI termasuk langkah yang tepat. Dengan langkah ini, negara akan tetap terjaga dari orang-orang yang bermaksud merusaknya. Pemerintah sadar, bahwa memerangi kelompok yang bermaksud merusak negara adalah bagian dari jihad. Karena, jihad yang benar adalah mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan.
Meski FPI dibubarkan dan tokoh-tokohnya berada di balik jeruji besi, pemerintah dan juga rakyat tetap terus waspada. Organisasi ini memiliki banyak pengikut yang cukup fanatik. Pengikut ini akan terus menyebarkan ideologi FPI. Karena itu, perlu penangan yang cukup serius, meliputi: Pertama, kontra-radikalisme. Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, baik berapa tulisan maupun seminar. Kontra-radikalisme ini paling tidak dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bahaya radikalisme yang disebarkan oleh FPI.
Kedua, menanamkan sikap cinta tanah air. Kelompok radikal bagaimana pun alasannya sedikit pun tidak memiliki cinta yang tulus terhadap tanah air. Kelompok ini tidak peduli tanah airnya hancur. Yang terpenting, bagi mereka, segala kepentingannya tercapai. Meletakkan kepentingan pribadi di atas kecintaan kepada tanah air adalah keputusan yang sangat keliru.
Ketiga, sikap sami’na wa atha’na terhadap keputusan pemerintah. Yakinlah, bahwa pemerintah adalah orangtua kita bersama. Keputusan pemerintah membubarkan FPI adalah pilihan yang sangat tepat. Tidak perlu ada rasa dendam dan sakit hati. Mungkin dulu baru organisasi ini dibubarkan beberapa dari kita menyalahkan pemerintah dan sekarang terbukti bahwa FPI bukanlah organisasi yang dapat diharapkan karena ia berafiliasi dengan organisasi teroris ISIS.
Sebagai penutup, Indonesia adalah amanah bagi kita semua untuk dijaga. Jangan takut melawan para penjajah yang bersikeras merusak negara tercinta ini dengan ideologi khilafah yang disebarluaskan. Begitu pula, jangan takut untuk memerangi penjajah yang menyebarkan paham radikal berwajah terorisme, karena paham ini membahayakan keutuhan NKRI.