27.2 C
Jakarta

Ustaz Muhammad Abudan: Amir Khilafatul Muslimin yang Menerapkan Taktik Eufemisme Manipulatif

Artikel Trending

Milenial IslamUstaz Muhammad Abudan: Amir Khilafatul Muslimin yang Menerapkan Taktik Eufemisme Manipulatif
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Khilafatul Muslimin gejolaknya tambah runyam. Apalagi setelah sang pemimpinnya, Abdul Qadir Baraja ditangkap. Ia dijerat dengan Pasal 59 Ayat 4 Juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Kemudian Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong yang menyebabkan terjadinya keonaran. Dan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Tertangkapnya Baraja tak membuat aktivis Khilafah ini kendor. Mereka malah bersemangat untuk mengedarkan pahamnya. Mereka masih bertaring untuk membicarakan tentang Khilafatul Muslimin. Mereka tetap melakukan pembelaan demi pembelaan untuk sebuah kedigdayaan Khilafatul Muslimin.

Muhammad Abudan ke Amir-amiran

Muhammad Abudan sebagai Amir di wilayah DKI Jakarta merasa mantap untuk membantah tudingan dan putusan dari polisi atas kawan-kawannya yang ditangkap. Ia pun lantang mengatakan bahwa Khilafatul Muslimin tidak ingin mengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan merebut kekuasaan saat mensyiarkan khilafah di tengah masyarakat.

Tapi polisi lebih punya data-data lengkap bagaimana rekam jejak mereka. Bahkan bagaimana mereka beroperasi di lapanan. Konvoi yang berjalan sejak 2018 tak menjadi begitu urgent untuk dijadikan alasan delik hukuman. Namun ada alasan-alasan lain yang riil bertentangan dengan negara, yaitu Khilafatul Muslimin ini ingin mengganti Pancasila.

Meski hal tersebut dibantah oleh Muhammad Abudan. Namun praktiknya Khilafatul Muslimin di lapangan mereka memainkan peran kunci dalam mengusung ide khilafah sejak 1997, di mana ia bertentangan dengan Negara Pancasila. Mereka memprovokasi, dan ucapan ujaran kebencian serta berita bohong dengan menjelekkan pemerintahan yang sah.

Seperti HTI, FPI dan NII, Khilafatul Muslimin sengaja ingin mendiskreditkan pemerintah yang sah. Tujuannya agar pemerintah di mata masyarakat buruk. Sehingga, jika di masyarakat sudah mulai tidak percaya, maka mereka mudah memasukkan dan memasang ideologinya dengan gampang.

Jika hal tersebut ditanyakan kepada Muhammad Abudan, ia bakal tidak akan menerima dan ngeles. Namun demikian, dari ADR/Tnya saja, sudah kelihatan bahwa Khilafatul Muslimin menawarkan pemerintahan khilafah untuk mengganti ideologi Indonesia, yakni Pancasila.

Tujuannya lagi-lagi sama dengan HTI. Yaitu mencoba untuk merayu masyarakat memakai cara-cara yang lembut dan sopan. Mereka menawarkan mimpi-mimpi yang sangat utopis. Menurut mereka kenapa khilafah harus ditegakkan dan Pancasila wajib diganti, demi kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat.

BACA JUGA  Potret Komunikasi Radikal di Indonesia

Menurut Al Chaidar, analis terorisme, Khilafatul Muslimin mengembangkan satu cara yang disebut eufemisme yaitu melembutkan atau mendomestikasi konsep-konsep dan ajaran-ajaran Islam tentang daulah, khilafah, baiat, jihad dan lain sebagainya yang sebenarnya agak radikal dan banyak ditakuti oleh berbagai negara.

Di tangan mereka konsep khilafah menjadi sesuatu yang sifatnya bukan kekuasaan dan bukan negara, melainkan konseptualisasi yang manipulatif, namun sangat diperlukan oleh NKRI untuk mendomestikasi radikalisme yang ada di kalangan umat Islam di Indonesia. Tapi lagi-lagi disitu bahayanya, yaitu umat kadung percaya dan memiliki keyakinan yang fanatik.

Taktik Eufemisme Manipulatif

Dengan anggota yang sudah berjumlah ribuan orang di berbagai wilayah, bukti bahwa cara-cara eufemisme manipulatif itu sangat berhasil. Muhammad Abudan menyebut jumlah anggota keseluruhan Khilafatul Muslimin sekitar 20 ribu orang dan tersebar di berbagai negara di dunia. Adapun beberapa negara yang dimaksud adalah Australia, Malaysia hingga Bosnia-Herzegovina. Namun mereka tidak bisa apa-apa setelah amir utamanya ditahan. Mereka hanya bisa protes, seperti yang ditunjukkan di polresta Surabaya, hari lalu.

Kini para aktivis khilafah ini ketakutan. Mereka mencari cara agar Khilafatul Muslimin kembali lagi diterima dan tidak dimasalahkan oleh masyarakat, terutama NU dan MU. Makanya, mereka sering menyebut diri Khilafatul Muslimin dibuat untuk tempat berkumpulnya atau bersatunya umat Islam.

Mereka mengklaim tidak menuntut pengambilalihan kekuasaan, punya wilayah sendiri, dan harus ditegakkan dengan syariat sempurna. Mereka menyebut khilafah sistemnya sama sebagaimana Nabi Muhammad muncul sendirian tanpa ada kekuasaan, sehingga akhirnya orang berpendapat harus merampas negara, merongrong negara.

Mereka mengklaim khilafah di Indonesia yang secara resmi ada maklumatnya, ada strukturalnya. Mereka menyebut Khilafah di Indonesia riil, jelas, alamatnya ada, siap bertanggung jawab dan tidak ingin merugikan negara, merongrong negara, bahkan sampai mengganggu masyarakat secara umum, karena misinya rahmatan lil alamin. Dan ini jelas-jelas taktik eufemisme manipulatif itu salah satunya diterapkan oleh Muhammad Abudan. Namun sayangnya, mereka kini sudah terendus dan kini mulai ketakutan. Mereka kini mulai kehilangan arah.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru