27.6 C
Jakarta
Array

Meremehkan Ibadah

Artikel Trending

Meremehkan Ibadah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ada beberapa orang dari kaum Muslimin yang memiliiki pemahaman keliru tentang ibadah, terutama ibadah-ibadah wajib. Sebagai contoh, ada diantara mereka yang selalu menunda-nunda pelaksanaan shalat wajib meski adzan telah lama lewat. Ada diantara mereka yang bahkan tidak melaksanakan shalat dengan alasan masih sibuk bekerja atau sibuk dengan hobinya.

Mereka melewatkan begitu saja kesempatan untuk beribadah. Seolah-olah mereka tidak membutuhkan ibadah. Ibadah dipandang hanya dengan sebelah mata. Bahkan kadang ada yang merasakan kewajiban ibadah ini sebagai beban.

Sungguh, orang-orang ini telah keliru dalam memahami kewajiban ibadah. Dan kekeliruan ini mesti diluruskan kembali.

Ibadah Adalah Kebutuhan Manusia

Untuk meluruskan kembali pemahaman tentang ibadah, pertama-tama kita perlu melihat asal-usul penciptaaan manusia dan hubungannya dengan ibadah.

Allah SWT telah berfirman di dalam surat Adz Dzaariyat ayat 56-58 yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”

Di dalam ayat-ayat di atas sangatlah jelas tergambarkan betapa alasan penciptaan manusia adalah agar manusia beribadah kepada Allah SWT. Namun demikian, ibadah yang dilakukan manusia itu bukanlah untuk kepentingan Allah SWT karena Allah SWT tidak menghendaki sesuatu pun dari ibadah manusia. Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir al Munir mengatakan, “Allah SWT tiada butuh sedikit pun kepada mereka, tetapi merekalah yang butuh dan perlu kepada-Nya dalam segala keadaan dan tingkah mereka.[i]

Ibadah yang dilakukan manusia sebagai pemenuhan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT hanyalah sebagai satu alasan agar Allah SWT bisa memberikan pahala kepada manusia atas ketaatannya tersebut. Oleh karenanya kita harus menyadari bahwa sesungguhnyalah yang butuh kepada ibadah adalah kita, manusia, dan bukan Allah SWT.

Ibadah Disesuaikan Dengan Penciptaan Manusia

Dalam penciptaannya, manusia terdiri dari aspek jasmani (fisik) dan aspek ruhani (mental-spiritual). Kedua aspek ini merupakan suatu kesatuan. Maka dalam pensyariatan ibadah, kedua aspek ini juga akan terpengaruh.

Secara fisik. pensyariatan ibadah sangat sesuai dengan jasmaniah manusia. Kesesuaian ini pertama-tama dapat dilihat dari kesesuaian kewajiban dengan bisa-tidaknya jasmani manusia melakukannya. Kta lihat dalam pelaksanaan shalat, misalnya, rukun-rukun shalat seperti berdiri, ruku’ dan sujud merupakan gerakan-gerakan yang secara umum bisa dilakukan oleh anggota badan.

Penelitian modern pun menyatakan bahwa gerakan-gerakan dalam shalat tersebut bukan hanya sekedar bisa dilakukan, tapi juga mengandung hikmah yang banyak bagi fisk manusia misalnya dari segi kesehatan. Demikian juga halnya dengan ibadah-badah lainnya. Semuanya mengandung hikmah bagi fisik manusia.

Secara mental-spiritual, ibadah juga sangat sesuai bagi manusia. Sebagai contoh, kewajiban mendirikan Shalat dapat berfungsi sebagai dzikir untuk mengingat Allah dan dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Dengan demikian, kita dapat memahami dan meyakini bahwa pensyariatan ibadah adalah sesuai dengan penciptaan manusia.

Agama Adalah Mudah

Karena ibadah sebenarnya merupakan kebutuhan manusia dan sesuai dengan penciptaan manusia, maka sangat wajar bila tidak ada ibadah yang sedemikian sulitnya sehingga hanya bisa dilakukan oleh segelintir orang saja.  Semua ibadah yang diwajibkan dalam Islam mampu dilakukan oleh orang kebanyakan. Ini merupakan prinsip kemudahan dalam beragama.

Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (di dalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”. (HR. al Bukhari).

Dengan adanya kemudahan-kemudahan seperti ini, sangatlah wajar bila ada ibadah-ibadah yang wajib untuk dilaksanakan. Dan sebaliknya, dengan adanya kemudahan-kemudahan dalam beribadah, sangatlah tidak wajar bila masih ada saja sementara orang yang meninggalkannya.

Beribadah Sampai Mati

Pemahaman bahwa ibadah adalah kebutuhan manusia, bahwa ibadah adalah sesuai dengan kondisi manusia diciptakan serta adanya banyak kenudahan dalam pelaksanaan ibadah seharusnya sudah bisa membuat kita memahami perlunya kita beribadah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT.

Dan karena alasan-alasan itu pula kita akan bisa menerima perintah bahwa kewajiban beribadah tetap berlangsung sampai akhir hayat, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Hijr ayat 99 yang artinya, “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”

Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk bisa istiqomah dalam beribadah.

Aamiiin

____________

[i] Wahbah az Zuhaili, Prof. Dr., Tafsir al Munir, Jilid 14, Gema Insani Press, Jakarta: 2014, h. 78.

Mengenal Harakatuna

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Artikel Terkait

Artikel Terbaru