34.3 C
Jakarta

Mereka yang Menegakkan Nilai-nilai Pluralisme, Kenapa Anda yang Menghancurkannya?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMereka yang Menegakkan Nilai-nilai Pluralisme, Kenapa Anda yang Menghancurkannya?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Ada seorang ilmuwan yang namanya cukup kesohor di penjuru dunia, karena ia mampu menghadirkan paham plural di tengah-tengah publik. Tokoh yang saya maksud adalah Syahrastani, ilmuwan asal Iran. Ilmuwan yang satu ini menulis beberapa buku dan bukunya yang paling populer berjudul Al-Milal wa an-Nihal.

Saya tidak bermaksud meresensi buku Al-Milal wa an-Nihal dalam tulisan ini. Tapi, penting disampaikan bahwa buku ini layak mendapat apresiasi sebab uraian di dalamnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme, meski penulisnya Syahrastani adalah seorang pemeluk agama Islam dan Sunni lagi. Syahrastani melihat perbedaan agama dan paham dengan sikap yang akademis. Ia bersikap objektif dalam menyikapi perbedaan tersebut.

Sikap objektif Syahrastani itu terlihat ketika membahas perbedaan agama, seperti Yahudi, Hindu, Kristen, dan Islam, dan paham-paham seperti Khawarij, Murjiah, Muktazilah, hingga Asy’ariyah. Syahrastani bahkan menghindari klaim kafir, sesat, dan semacamnya terhadap agama dan paham di luar dirinya. Dia sekali lagi menghindari umpatan semacam itu.

Saya kira ini menarik, ada ulama yang hidup beberapa ratus tahun sudah paham betul tentang pluralitas. Bangsa Indonesia, yang kata Prof. Komarudin Hidayat, termasuk negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralitas mencontoh Syahrastani dalam menyikapi perbedaan agama dan paham. Jangan sampai bangsa ini pecah dan berselisih hanya karena perbedaan agama dan paham. Ini sangat tidak wajar sebagai bangsa yang majemuk ini!

Representasi dari pemikiran Syahrastani terbingkai di negeri ini pada diri pendakwah Wali Songo. Mereka tidak pernah mencela dan merendahkan agama dan kepercayaan yang diyakini masyarakat Indonesia waktu itu. Wali Songo berusaha masuk di tengah-tengah masyarakat dengan berbaur langsung, sehingga kehadiran Wali Songo tidak dianggap sebagai peneror, tetapi sebagai oase atau penyejuk di tengah-tengah umat ini.

BACA JUGA  Pesan Orang di Kampung Bagi Pemudik, Apa Itu?

Tak heran, sikap pluralitas yang digunakan oleh Wali Songo itu memberikan dampak yang cukup besar dalam dakwahnya. Pemeluk agama di luar Islam dan penganut kepercayaan akhirnya mengikuti dakwah Wali Songo. Bayangkan jika Wali Songo menghilangkan nilai-nilai plural dalam dakwahnya. Pasti dakwah itu tidak bakal berhasil.

Nilai-nilai plural ini kemudian dilanjutkan oleh beberapa tokoh di Indonesia, di antaranya, Nurcholish Madjid (atau yang akrab disapa Cak Nur) dan KH. Abdurrahman Wahid (atau yang populer dengan sapaan Gua Dur). Kedua tokoh ini yang mengembangkan nilai-nilai plural yang sudah berjauh sebelumnya. Pasalnya, Cak Nur mengatakan, bahwa semua agama itu memiliki titik temu yang sama. Itu semua sama-sama bertauhid kepada Satu Tuhan. Sehingga, kebenaran berpihak kepada semua agama tersebut. Gus Dur membenarkan itu, sehingga tidak menerima jika bangsa ini saling berselisih hanya karena perbedaan agama, apalagi perbedaan paham.

Nilai-nilai plural ini jelas menentang keras ujaran kebencian yang membangkit permusuhan dan aksi-aksi terorisme yang jelas-jelas memakan korban yang tidak sedikit. Dua kejahatan ini adalah musuh besar pluralitas ini. Maka, tidak perlu diikuti siapapun yang menyebarkan ujaran kebencian dan mendorong melakukan aksi-aksi terorisme. Itu sudah tidak benar. Sebab, itu bertentangan dengan nilai-nilai plural yang telah diperjuangan oleh para pendahulu kita.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru