29.3 C
Jakarta

Mengulas Kemenangan Ebrahim Raisi dalam Pemilu Presiden Iran 2021

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahMengulas Kemenangan Ebrahim Raisi dalam Pemilu Presiden Iran 2021
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pelantikan Ebrahim Raisi sebagai Presiden Iran menggantikan Hassan Rouhani menjadi salah satu trending topic di kancah berita internasional, khususnya di kawasan Timur Tengah. Ebrahim Raisi terpilih menjadi presiden dalam pemilu presiden Iran setelah mengalahkan tiga kompetitor utamanya, yaitu Mohsen Rezaee, Abdolnaser Hemmati, dan Amir-Hossem Ghazizadeh Hashemi, dan kemenangannya tersebut kemudian disahkan melalui dekrit Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei sehingga Ebrahim Raisi resmi menjadi Presiden Iran per tanggal 3 Agustus 2021. Perlu diketahui sebelumnya bahwa pemilu presiden Iran berlangsung pada tanggal 18 Juni 2021 dan pemilu ini dilangsungkan di seluruh wilayah yurisdiksi Iran.

Pemilu yang berlangsung ditengah pandemi Covid-19 ini menjadi momentum bagi para kandidat presiden untuk menunjukkan kapabilitasnya dalam memimpin Iran sekaligus membangun peta jalan bagi Iran selama 4 tahun kedepan. Hal tersebut disadari mengingat situasi Iran saat ini yang mengalami krisis yang disebabkan oleh pandemi dan krisis tersebut ditambah dengan himpitan sanksi AS terhadap program nuklir Iran sehingga sanksi ini turut membawa beban ganda bagi penghidupan masyarakat Iran yang sudah terhimpit oleh pandemi. Berdasarkan latar belakang situasi di Iran saat ini, maka pemilu ini akan menjadi ajang seleksi bagi calon presiden Iran untuk mengatur strategi dalam memimpin serta membawa Iran untuk keluar dari krisis yang dialaminya saat ini.

Beberapa hari sebelum pemilu berlangsung, pemilu di Iran memiliki mekanisme yang berbeda dibandingkan dengan negara lainnya dimana setiap kandidat presiden mendaftarkan dirinya kepada Guardian Council atau dikenal sebagai Dewan Konstitusional dan dewan tersebut memiliki kewenangan untuk meloloskan beberapa kandidat tersebut sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di dalamnya. Tercatat sebelum pemilu berlangsung, sekitar 600 kandidat calon presiden telah mendaftarkan dirinya ke Dewan Konstitusional, namun dalam beberapa waktu kedepan hanya sekitar tujuh kandidat yang lolos dari seleksi dewan tersebut dan empat diantaranya berasal dari kalangan konservatif. Keempat kandidat tersebut ialah Saeed Jalili, Mohsen Rezzae, Amir-Hossein Ghazizadeh, dan Ebrahim Raisi, dimana keempatnya memiliki pandangan ideologi yang sama kendati berbeda partai dan hanya ada tiga kandidat yang berposisi moderat maupun independent, seperti Hemmati, Mehralizadeh, dan Zakani.

Dari ketujuh kandidat, hanya keempat kandidat konservatif yang menempati puncak teratas dalam perolehan suara dan ISPA (Iranian Student Polling Agency) sebagai lembaga jajak pendapat terkemuka di Iran memprediksi bahwa Ebrahim Raisi akan menang secara mutlak dalam pemilu ini. Prediksi ISPA ini terbukti benar dengan Ebrahim Raisi meraih perolehan suara sebesar 18 juta suara atau sekitar 72% dari 24 juta perolehan suara sah dalam pemilu dan kemenangan tersebut praktis memuluskan jalan Raisi untuk menjadi pemimpin tertinggi kedua di Iran dalam waktu 4 tahun mendatang. Kemenangan tersebut tidak membuat publk Iran terkejut dikarenakan Raisi sendiri termasuk tokoh konservatif yang berpengaruh besar dalam politik nasional Iran, namun perlu penjelasan mendetail terkait sosok Ebrahim Raisi dan bagaimana proyeksi Iran dibawah kepemimpinan ulama sayap kanan tersebut. Ebrahim Raisi dikenal sebagai hakim yang menduduki posisi sebagai Hakim Agung Iran sejak tahun 2019 dan karirnya dalam penegakan hukum telah malang melintang sejak dekade 1980-an.

Raisi telah menjadi jaksa lokal – terutama di kota seperti Karaj dan Tehran – yang mana kiprahnya turut menjadi batu pijakan bagi karirnya di dunia pengadilan. Selain jaksa lokal, Raisi juga terlibat sebagai eksekusi tahanan politik 1988 yang termasuk salah satu karir kontroversialnya bagi dunia internasional dan Raisi termasuk anggota Death Committee yang berwenang dalam mengeksekusi tahanan tersebut. Keterlibatan Raisi dalam eksekusi inilah yang kemudian menjadi “catatan merah” bagi PBB dikarenakan tindakan tersebut melanggar HAM dan beberapa negara Barat telah menetapkan Raisi sebagai “daftar hitam” sebagai akibat dari kiprahnya tersebut. Kendati demikian, pasca eksekusi 1988 kiprahnya terus melejit semenjak Ali Khamenei menjadi Pemimpin Tertinggi Iran dan hal tersebut tidak lain merupakan hasil dari kedekatan Raisi dengan Khameneni sejak Revolusi Iran. Jabatan mulai dari Jaksa Agung Iran (2014-2016), Ketua Astan Quds (2016-2019), dan yang terakhir Hakim Agung Iran (2019-2021) termasuk beberapa jabatan yang pernah diduduki oleh Raisi selama kariernya dan berkat posisi inilah Raisi memiliki daya tawar yang cukup tinggi dalam kontestasi elektoral di Iran.

Dalam karier politiknya, Raisi pernah mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu presiden Iran tahun 2017 – bersaing dengan kandidat moderat Hassan Rouhani – dan Raisi saat itu juga diusung oleh Asosiasi Ulama Pejuang yang terkenal memiliki tradisi Syi’ah dan konservatismeyang kuat, namun saat itu ia kalah dengan Rouhani yang dipandang cukup menjanjikan dalam mengawal Iran keluar dari sanksi Barat serta berkomitmen dalam perjanjian nuklir JCPOA. Baru pada tahun 2021, Raisi meraih kemenangannya dalam pemilu dan tidak lama setelah pelantikannya menjadi presiden Iran Raisi mengutarakan beberapa komitmen yang akan dilaksanakan dalam pemerintahannya empat tahun kedepan. Terdapat tiga komitmen utama yang akan dilanjutkan oleh Raisi selama menjadi presiden, yaitu penguatan kembali komitmen mendukung Palestina, komitmen untuk mengakhiri sanksi AS, dan komitmen untuk membuka dialog di kawasan Timur Tengah, dimana semua komitmen ini mencerminkan tekad Raisi dalam mewujudkan Iran yang berdaulat.

Sebagai negara yang setia mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina, Raisi berkomitmen bahwa Iran akan terus mendukung Palestina dalam menghadapi agresi Israel dan komitmen yang disampaikan di depan Ketua Hamas Ismail Haniyeh juga menjadi simbol penguatan relasi Iran dengan Hamas yang memiliki tujuan sama. Selain konsisten mendukung Palestina, melalui konferensi persnya Raisi mengungkapkan komitmen untuk membuka dialog di kawasan Timur Tengah sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan Iran dengan negara tetangga yang sempat tegang sejak tiga tahun terakhir. Pertemuan Iran-Oman termasuk pijakan utama bagi pemerintah Raisi untuk mewujudkan visi tersebut dan posisi Oman sebagai negara netral dalam kontestasi geopolitik Timur Tengah membuka peluang bagi Iran untuk memulai dialog dengan negara lainnya yang nantinya bermuara pada upaya dialog dengan rivalnya Arab Saudi dalam beberapa waktu kedepan.

Komitmen terakhir dari Raisi ialah keluar dari sanksi AS, dimana sebagai presiden konservatif Raisi telah berjanji kepada bangsa Iran untuk tidak bergantung pada bantuan asing dalam memperbaiki ekonominya serta mengeluarkan Iran dari sanksi AS melalui beragam cara yang akan dilakukan oleh Raisi. Ketiga komitmen yang disampaikan oleh Raisi membawa pesan kepada dunia bahwa Iran bersiap untuk bangkit kembali dari krisis domestik pasca penjatuhan kembali sanksi AS tahun 2018 serta Iran akan berkomitmen dalam memperkuat hubungan yang lebih intensif dengan mitranya, terutama Rusia dan China, dalam melepaskan diri dari Barat. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut pemerintahan Raisi mengemban tanggungjawab yang besar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tanggungjawab yang paling utama ialah meyakinkan publik dalam mendukung pemerintahan baru, dimana sejak tahun 2018 sanksi AS membawa dampak buruk pada kehidupan masyarakat Iran dan disusul dengan pandemi Covid-19 tahun 2020 memperdalam dampak tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan kontraksi ekonomi Iran sebesar 9,5 persen pada tahun 2019 dan meningkat mencapai 12% pada tahun 2020. Kontraksi tersebut berdampak pada meningkatnya pengangguran hingga banyaknya UMKM yang tutup di seantero Iran dan kondisi ekonomi ini juga memunculkan beban ganda masyarakat dalam menghadapi kebutuhan ekonomi dan kesehatan menjelang pandemi. Kesulitan yang dialami masyarakat inilah yang mendorong skeptisisme masyarakat terkait pemilu presiden Iran 2021 dimana pemilu ini hanya mencatatkan voter turnout (partisipasi pemilih) sekitar 48% dan partisipasi ini termasuk yang terendah sejak pemilu Iran 1989 dan penurunan tersebut memberikan keuntungan pada kandidat konservatif dalam pemilu. Selain penurunan voter turnout, pengaruh konservatisme dari Dewan Konstitusional dan Pemimpin Tertinggi masih tertanam kuat dalam pemilu yang mana tidak heran bila Raisi seolah “ditakdirkan” untuk memenangkan pemilu tanpa ada perlawanan sengit dari rivalnya.

Dengan situasi yang menimpa masyarakat Iran saat ini, maka Ebrahim Raisi memiliki tanggungjawab yang besar untuk memulihkan keadaan ekonomi Iran melalui berbagai inisiatif yang perlu dilakukan dalam waktu dekat. Kebijakan ekonomi yang diperlukan terletak pada upaya diplomasi ekonomi dengan mitra Iran untuk mendapatkan bantuan dana serta memperbaiki ekonomi makro Iran untuk merangsang lapangan kerja yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi secara perlahan. Selain itu, fokus utama Raisi selanjutnya ialah pengendalian pandemi Covid-19 secara terpadu, dimana kepemimpinan Raisi masih mewarisi permasalahan terkait virus Covid-19 dan untuk mengendalikan pandemi tersebut maka perlu adanya strategi penanggulangan terpadu – mulai dari vaksinasi, lockdown, hingga pemberdayaan tenaga kesehatan – supaya masyarakat Iran dapat pulih kembali dari Covid-19 serta mendorong dukungan publik kepada pemerintahan Raisi kedepannya.

Dhien Favian A, Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru