34.3 C
Jakarta

Mengapa Islam Wasatiah Perlu Menyasar Medsos?

Artikel Trending

KhazanahOpiniMengapa Islam Wasatiah Perlu Menyasar Medsos?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Beragamnya suku, bahasa, kebudayaan, dan agama, menjadikan negara Indonesia patut dijuluki negara yang plural dan multikultural. Terlebih dari banyaknya agama di Indonesia menjadikan banyaknya keragaman dalam mengekspresikan aspek keagamaan.

Tentu sebagai penduduk dengan jumlah muslim terbanyak di seluruh penjuru dunia menjadikan ajaran luhur Islam diterapkan dalam mencapai kedamaian di tengah masyarakat dan keragaman kepercayaan, layaknya Indonesia.

Dari keragaman tersebut, terdapat kelompok-kelompok fundamental di masing-masing agama yang memandang bahwa kelompoknya yang paling benar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh George C. Marsden, seorang ahli sejarah dan teolog, yang mengatakan bahwa latar belakang lahirnya fundamentalisme adalah “angry evangelical” (Akhmadi, 2019).

Termasuk dalam agama Islam, terdapat pula kelompok-kelompok fundamental yang kerap kali merasa paling unggul. Dari sini, tidak jarang kerap terjadi konflik keagamaan maupun kekerasan yang mengatasnamakan agama di Indonesia.

Padahal dalam realitanya, seruan kedamaian dalam nilai ajarannya begitu ditekankan. Sebagaimana konsep berislam yang rahmatan lil alamin, yang merupakan dasar dalam berkehidupan yang saling menyayangi dan penuh damai kepada siapapun.

Definisi Moderasi Beragama

Dalam menyikapi berbagai konflik keagamaan yang kerap muncul baik dalam skala kecil maupun besar di Indonesia, menjadikan tema “Moderasi Beragama” acap kali diperbincangkan, disosialisasikan, dan mendapat perhatian lebih dalam merespons konflik agama/upaya menanamkan wasatiah dalam beragama yang saat ini mengalami perkembangan.

Maka dari itu, moderasi beragama di Indonesia begitu penting untuk ditanamkan. Moderat dalam beragama dalam Islam berakar dari konsep “tawassuth”, hal demikian dikarenakan dalam setiap elemen ajarannya moderat, dalam artian tidak berlebihan. Hal ini mencakup tidak bersikap ghuluw (ekstrem).

Lalu dalam Islam juga diperintahkan untuk tawazun (seimbang). Hal ini juga didasakan pada sikap mengedepankan keyakinan moral, baik ketika memperlakukan seseorang secara individu ataupun dalam lingkup yang lebih besar, seperti halnya negara (Hefni, 2020).

Sikap yang tidak berlebihan tersebut dalam ajaran Islam berangkat dari konsep tengah-tengah atau seimbang (al wasathiyah). Jika dikaitkan dalam konteks Indonesia, keseimbangan ini perlu diterapkan di tengah kehidupan, yakni menerapkan nilai agama menurut Al-Qur’an dengan penerapannya secara kontekstual. Pemahaman secara kontekstual semacam ini berangkat dari prinsip syariah atau maqasid.

Paham yang dianut pemahaman agama yang moderat cenderung tidak hanya mementingkan hubungan baik dengan Tuhannya (habl min Allah/theocentric), namun yang tidak kalah penting yaitu hubungan baik dengan sesama manusia (habl min an-nas/antrophocentric). Tidak hanya kepada mereka yang seiman, namun juga mencakup mereka yang berbeda agama (Kementerian Agama RI, 2021).

Sikap moderat di Indonesia cenderung diwakili oleh organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang mengutamakan sikap keterbukaan dalam memandang perbedaan sebagai rahmat dan sunatullah.

Dakwah Moderat Habib Husein Ja’far

Memasuki era serba modern saat ini, penyebarluasan dakwah tentang moderasi beragama pun penyampaiannya beragam. Terlebih yang juga diterapkan oleh Habib Husein Ja’far Al-Hadar di akun media sosialnya. Ia adalah seorang dai milenial yang mampu menarik kaula muda belajar moderasi dalam agama dengan penyampaiannya luwes dan elegan.

Dari dakwah Habib Husein Ja’far Al-Hadar di media YouTube tentang moderasi beragama dan toleransi, memberikan dampak begitu besar pada setiap sendi keagamaan di Indonesia. Dengan penyampaiannya yang mudah diterima masyarakat umum dan santun menjadikannya sebagai tokoh muda Islam yang berpengaruh dalam bidang dakwah milenial.

BACA JUGA  Memupuk Akar Moderasi Beragama di NKRI

Terlebih dakwah tentang moderasi beragama yang semangat digencarkan oleh para aktivis, akademisi, dan agamawan sejak beberapa tahun terakhir, menjadikan perbincangan ini sangat perlu untuk diterima dengan bahasa yang mudah, dan hal ini telah dikemas oleh Habib Husein Ja’far Al-Hadar.

Pengaruh sendiri dalam KBBI merupakan hal yang berasal dari sesuatu yang mencakup benda ataupun seseorang yang turut membentuk kepercayaan, watak, perbuatan seseorang.

Konten-konten yang tersebar di media YouTube tentang moderasi beragama dan toleransi terdapat di akun “Jeda Nulis”, “Cahaya Untuk Indonesia”, “Noice” dan cuplikan video pendek maupun gambar di akun Instagram-nya @husein_hadar dengan konten-konten positif yang membangun keharmonisan dan cara pandang yang moderat dalam beragama yang mulai digandrungi kaula muda.

Sedangkan dalam pandangan tokoh bernama Winarmo Surakhmad, ia mengartikan pengaruh sebagai kekuatan yang timbul dari suatu hal (orang, benda, maupun gejala dalam memberikan perubahan) yang bisa membentuk suatu perubahan dan kepercayaan (Surakhmad, 1982). Dari definisi di atas tentang pengaruh, maka dalam hal ini fokus yang dikaji bagaimana pengaruh dakwah Habib Husein Ja’far di media sosial YouTube maupun Instagram.

Pengaruh atau dampak Habib Husein dalam penyampaiaan dakwahnya di media sosial YouTube banyak. Pertama, menebar Islam rahmatan lil alamin di media sosial. Kedua, menebar pemahaman Islam wasatiah dan toleransi pengguna media sosial YouTube.

Ketiga, menambah wawasan tentang moderasi beragama kaum milenial. Keempat, sebagai contoh konten-konten kreatif seputar dakwah. Kelima, membangun dialog lintas iman. Keenam, sebagai media dialog pemersatu antaragama di kolom komentar akun YouTube terkait. Ketujuh, memberikan edukasi positif. Kedelapan, menambah wawasan dialog antaragama. Kesembilan, menarik perhatian muslim milenial terhadap kajian wasatiah.

Mencetak Generasi Islam Inklusif

Dari sekian dampak/pengaruh di atas tentu memberikan sumbangsih terhadap pemahaman moderasi beragama dan toleransi kreatif dengan berdialog langsung dengan tokoh-tokoh agama, baik sesama Islam maupun non-Islam.

Tentu hal demikian merupakan upaya dalam membangun Islam yang damai, santun, toleran, inklusif dan cinta kasih dengan sesama manusia walaupun berbeda keyakinan. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai respons netizen di kolom komentar di judul-judul kontennya.

Pengaruh dakwah Habib Husein Ja’far tentang moderasi beragama dan toleransi antarumat beragama di akun medsosnya memiliki kontribusi besar terhadap pemahaman dan sosialisasi kepada kaum milenial di dunia maya. Dengan penyampaian bahasa yang kekinian dan dengan analogi menarik dalam mengkaji tema moderasi, memberikan dampak terhadap cara pandang beragama Islam yang santun dan inklusif.

Dibangunnya konten-konten kreatif merupakan terobosan baru dan rujukan baru dalam mengembangkan dakwah ala milenial terkait moderasi beragama dan toleransi di media sosial. Dengan memanfaatkan media YouTube dan Instagram dengan kelebihannya yang bisa menampung durasi yang lama, menjadi wadah dalam dakwahnya menyebar Islam yang rahmatan lil alamin.

Pengaruh tersebut tidak hanya terbatas pada kaum milenial, akan tetapi seluruh elemen masyarakat terkait pemahaman moderasi beragama yang bisa kita lihat dari cara pandang dari respons di kolom komentar tiap konten. Maka hal ini menjadi sangat penting untuk didakwahkan lebih luas dalam upaya kaderisasi generasi Muslim yang moderat-toleran dan jauh dari tindakan ekstrem/radikal.

Ali Mursyid Azisi, M.Ag
Ali Mursyid Azisi, M.Ag
Peneliti di Centre for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation), Researcher di Nursyam Centre Indonesia & Pengurus Asosiasi Peneliti-Penulis Islam Nusantara se-Indonesia (ASPIRASI).

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru