27.3 C
Jakarta

Menangkal Rencana Teror dari Kaum Radikal; Sebuah Deteksi Dini

Artikel Trending

Milenial IslamMenangkal Rencana Teror dari Kaum Radikal; Sebuah Deteksi Dini
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menurunnya serangan terorisme sepanjang 2022 tidak boleh membuat masyarakat lengah dan menurunkan kewaspadaan. Sebab, tahun ini hanya jeda sebentar dari ancaman teror yang berpotensi meningkat menjelang Pemilu 2024. Menurut Global Terrorism Index 2023, Indonesia menempati peringkat kedua puluh empat sebagai negara paling terdampak terorisme secara global. Ini mesti disyukuri.

Sepanjang 2022, misalnya, Indonesia mencatat jumlah serangan terendah sejak 2014, yakni tujuh serangan teror, atau 56 persen lebih rendah daripada 2021 yang tercatat sebanyak 24 serangan. Data tersebut selarasa dengan catatan BNPT bahwa tahun ini, terorisme melandai signifikan. Namun demikian, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, tahun politik rentan terjadi kekerasan dan instabilitas politik, maka waspada tetaplah niscaya.

“Kita tidak boleh berpuas diri dengan adanya penurunan serangan terorisme. Sebab, keberhasilan penurunan serangan adalah dampak dari kuatnya aparat keamanan penegak hukum serta intelijen dalam melakukan deteksi dini dan langkah pencegahan. Kita harus waspada pada perkembangan intoleransi dan ekstremisme ini di tengah masyarakat,” ujar Mahfud, seperti dilansir dari Kompas.

Kekhawatiran terhadap kemungkinan munculnya aksi teror hari-hari ini sebenarnya merupakan bentuk deteksi dini. Sebab, masyarakat Indonesia mudah terbawa suasana propaganda kaum radikal tentang kezaliman rezim. Kendati begitu, untuk mengamankan Pemilu, Polri menyiapkan Operasi Mantap Brata selama 211 hari di seluruh Indonesia. Operasi tersebut diadakan serentak dari tingkat Polres hingga Mabes Polri.

Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jendral Sandi Nugraha mengatakan, Operasi Mantap Brata bertujuan mengamankan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. Ribuan personel kepolisian akan diterjunkan dalam operasi ini, termasuk untuk menangkal rencana teror dari kaum radikal. Lalu apa gunanya deteksi dini? Tidak lain adalah demi memperkuat persatuan dan kesatuan di sisi serta memasifkan literasi kontra-terorisme di sisi lainnya.

Menajamkan Senjata Persatuan-Kesatuan

Sejak SD, para guru sudah mengajarkan bahwa senjata terkuat yang dimiliki bangsa Indonesia adalah persatuan dan kesatuan. Sekilas, itu seperti klise. Namun dengan melihat luasnya Indonesia, majemuknya masyarakat di negara ini, dengan berbagai latar belakang dan pandangan politik, persatuan dan kesatuan memang merupakan senjata terampuh yang tanpanya, negara-bangsa ini akan tercerai-berai.

Untuk itu, menajamkan persatuan-kesatuan adalah niscaya. Di tengah ancaman teror dari kaum radikal, memperkuat persatuan dan kesatuan bukan hanya suatu pilihan, melainkan suatu kebutuhan mendesak. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menajamkan persatuan dan kesatuan sebagai senjata terampuh relatif banyak. Misalnya, mendorong sistem pendidikan multikultural yang menghargai pluralitas budaya, agama, dan suku.

Lainnya ialah mengedukasi masyarakat tentang literasi digital dan skill filtrasi informasi, untuk menghindari diseminasi propaganda kaum radikal. Ini sama krusialnya dengan forum dialog antaragama, untuk mengonstruksi mindset pluralitas masyarakat. Demikian karena kaum radikal memulai propaganda mereka dengan mempengaruhi mindset target, sampai yang bersangkutan rela dan siap jadi teroris.

BACA JUGA  Khilafah di Indonesia: Antara Ghirah Keislaman dan Kecemasan Berbangsa-Bernegara

Artinya, rencana aksi teror akan berjalan lancar tidak melulu karena minimnya tindakan stakeholder, tetapi karena memang masyarakat itu sendiri tidak punya mindset persatuan dan kesatuan. Yang ada di kepala mereka ialah intoleransi, ekstremisme, bahkan anarkisme. Tak ada solidaritas sosial di dalamnya. Maka, semakin tumpul senjata persatuan-kesatuan, semakin leluasa kaum radikal dengan propaganda mereka.

Dengan begitu, kampanye solidaritas melalui, misalnya, kegiatan sosial bersama untuk membantu masyarakat yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang agama atau etnis, wajib dilakukan sejak dini. Mendorong kerja sama, membangun kebersamaan, dan mengatasi tantangan bersama, adalah tolok ukur dari tajamnya senjata persatuan-kesatuan di tangan kita. Bagaimana dengan keadilan hukum? Jelas, itu sama urgennya.

Melek Literasi Kontra-Terorisme

Sikap abai dengan kontra-terorisme masih menjadi tantangan besar dalam optimalisasi kontra-terorisme itu sendiri. Sama halnya dengan moderasi beragama, efektivitasnya terkendala oleh resistansi sejumlah kalangan terhadap gagasan wasatiah. Semua itu jika ditelaah akan diketahui asal-muasalnya, yaitu minimnya literasi kontra-terorisme. Banyak masyarakat yang belum sadar sehingga menyepelekan urgensitasnya.

Di Pakistan, beberapa hari lalu, misalnya, terjadi aksi teror saat perayaan Maulid Nabi. Pelakunya adalah penganut takfirisme, yang kelompok keagamaannya Wahabi. Lebih dari lima puluh orang tewas, dan ke depan Pakistan juga belum menampakkan jaminan keamanan dari aksi-aksi terorisme. Tapi apa tanggapan masyarakat Indonesia? Tidak sedikit yang menilai, semua itu hanyalah propaganda negara saja.

Itulah bukti bahwa masyarakat di negara ini perlu melek lagi soal kontra-terorisme. Tentu, melek literasi kontra-terorisme tidak hanya soal memahami ideologi dan taktik teroris, tetapi juga kemampuan mengenali, menghindari, dan menghadapi propaganda kaum radikal. Dalam konteks itu, memahami sejarah, ideologi, dan taktik mereka, serta menganalisis pemikirannya adalah bagian yang penting.

Literasi kontra-terorisme akan membuat seseorang peka dengan radikalisasi dan punya keterampilan untuk menangkalnya. Dan yang penting digarisbawahi, melek literasi di sini tidak hanya berlaku di dunia nyata, tapi juga di dunia digital. Perlindungan identitas online, seperti pelatihan tentang bagaimana melindungi identitas dan privasi, sehingga kita tidak rentan terjerumus rekrutmen kelompok teroris.

Intinya, melek literasi kontra-terorisme bukan hanya tentang mengonter propaganda kaum radikal, tetapi juga tentang membentuk masyarakat yang cerdas, kritis, dan toleran. Melek literasi kontra-terorisme bukan hanya hal-ihwal senjata melawan terorisme, tetapi juga fondasi bagi masyarakat yang aman, sejahtera, inklusif, dan respek dalam kemajemukan. Dengan mawas diri dan melek literasi, rencana teror kaum radikal akan teratasi sempurna.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru