35.1 C
Jakarta

Melihat Muhammadiyah sebagai Ideologi Politik

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMelihat Muhammadiyah sebagai Ideologi Politik
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Menjelang kontestasi politik tahun 2024, menjadi menarik isu politik disuguhkan. Tapi, pada tulisan ini saya ingin membahas sejauh mana keterlibatan Muhammadiyah dalam ranah perpolitikan? Jarang saya bahas Muhammadiyah. Padahal, ormas ini termasuk organisasi keagamaan yang cukup familiar di Indonesia. Artinya, tumbuh-kembang ormas ini tidak lepas dari faktor politik yang melatarbelakangi.

Hal ini sama dg Nahdlatul Ulama (NU). NU bisa sebesar sekarang tentu karena faktor keterlibatannya dengan politik kekuasaan. Seandainya NU menutup diri, dipastikan ia hanya menjadi organisasi yang tumbuh di wilayahnya sendiri. Tidak bakal tersebar ke seantero Nusantara, lebih-lebih ke beberapa wilayah di penjuru dunia.

Muhammadiyah memiliki gaya politik yang berbeda dibandingkan NU. Jika NU dikenal dengan politik tradisionalis, maka Muhammadiyah lebih menekankan politik modernis. Muhammadiyah jarang melibatkan kyai-kyai di pesantren dalam perpolitikan. Muhammadiyah ini cukup bergerak di ranah generasi milenial. Tidak keliru jika partai politik Muhammadiyah seperti Partai Amanat Nasional (PAN) banyak digandrungi oleh artis-artis.

Sebagai ormas yang modernis tentu ideologi politik Muhammadiyah mengarah ke perkembangan zaman. Tidak bakal Muhammadiyah melihat tradisi lama, meskipun relevan sebagaimana yang dilakukan oleh NU. Karena, perkembangan ke depan, bagi Muhammadiyah, jauh lebih penting daripada kembali ke masa lalu. Jika dianalisis gaya berpikir Muhammadiyah, ada kelebihan dan kekurangannya.

Kelebihannya Muhammadiyah tentu jauh lebih berkembang secara politik dibanding NU. Lebih dari itu, Muhammadiyah jauh lebih kuat dalam melihat perkembangan dan tantangan zaman. Karena, organisasi ini memerhatikan betul sampai di titik mana perkembangan zaman itu berlangsung. Maka, tidak heran Perguruan Tinggi Muhammadiyah jauh lebih awal berdiri dibandingkan Perguruan Tinggi NU. Itu semua kembali kepada kesadaran akan perkembangan zaman.

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Sementara, kekurangannya Muhammadiyah cenderung kurang menjiwai dalam berpolitik. Buktinya, cara berpikirnya cenderung kurang membumi, sehingga cenderung kebarat-baratan yang mendewakan modernisasi. Hal ini berbeda dengan NU yang dengan politik tradisionalisnya ia menghadirkan gagasan politis Islam Nusantara yang lebih berpihak terhadap nilai-nilai Islam yang membumi di wilayah Nusantara dan tentunya model Islam ini berbeda dengan Islam di wilayah yang lain.

Meskipun saya bukan orang Muhammadiyah, pada tulisan ini saya tetap objektif. Saya melihat Muhammadiyah bukan sebagai agama, jadi tidak perlu dipandang secara subjektif. Muhammadiyah sebagai bagian dari ideologi politik harus diterima dengan terbuka. Karena, berpolitik itu merupakan bagian dari kebebasan masing-masing orang untuk memilih arah politiknya dan tidak perlu fanatis.

Sebagai penutup, Muhammadiyah merupakan karya ulama Nusantara yang semestinya dijaga dengan baik. Agar politik di Indonesia berjalan sesuai kendali agama. Tentu, politik membutuhkan ormas seperti Muhammadiyah yang melihat politik harus bergerak secara dinamis. Karena, politik yang dinamis akan mengarahkan kepada politik yang baik.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru